"Bang Jek, gue harus gimana?"
Dua puluh menit lagi sebelum acara konferensi pers dimulai, gue mondar mandir berjalan kayak setrikaan di depan Bang Jeko-dengan ekspresi panik. Sepatu yang gue kenakan akibat sesekali menendang-nendang kecil, jadi terdengar suara gesekannya pada lantai yang beralaskan karpet polos berwarna merah.
Pukul sebelas malam kami bersama reporter lainnya menunggu kedatangan dari keluarga Pak Primus dan Mas Ibra di ruang aula gedung GC. Mereka berniat untuk klarifikasi apa yang telah terjadi pada Growth Construction, yang menimbulkan keramaian dengan munculnya pemberitaan di seluruh media.
Gue menghela napas panjang, tiba-tiba keingetan Nimas yang bersikukuh cuma mau menjawab pertanyaan dari gue. Bahkan dia gak bilang apa-apa lagi setelahnya. Seolah dapat hak istimewa sebagai reporter, gue jadi incaran para reporter lainnya dengan mengumpulkan semua daftar pertanyaan yang mereka punya. Dalam sekejap puluhan kertas satu persatu terkumpul di tangan. Gue tambah pusing mikirin gimana caranya supaya semua pertanyaan ini bisa tersampaikan nantinya.
Bang Jeko tengah sibuk mengatur kameranya, sejak tadi ia tak berhenti menepuk pundak ini berulang kali dengan maksud menenangkan gue. Karena secara gak langsung, gue seperti sedang dipasrahi nasib oleh dua kubu secara berlawanan. Kubu reporter dan juga Kubu pihak GC serta Nimas sebagai narasumber.
"Gue gak akan paksa elo untuk bela dia, Wan. Paling penting, lo harus tetap fokus dan yakin sama apa yang bakal lo tanyakan."
"Eh, tapi gila juga ya si Nimas. Gue gak sampe kepikiran loh kalo dia bakalan minta tolong langsung ke elo, Wan. Mana pas di depan banyak kamera, banyak orang. Muka lo jadi ikut kesorot, kan. Kayak disengaja gitu." Sekilas gue melirik ke arahnya yang sedang geleng-geleng kepala karena keheranan.
"M-maksud gue gini, dia kayaknya tahu persis apa yang bakal lo lakukan, Wan. Kayak yang gue bilang tadi, dia percaya sama elo."
Gue semakin ketar-ketir di depan Bang Jeko, lagi gak bisa diajak bercanda. "Kalo situasinya makin buruk gimana, Bang?"
Mendadak ia melayangkan satu pukulan tangan pada punggung gue, "Eh! Sejak kapan lo jadi kayak gini, Wan? Mana Dewantara Wiryawan yang katanya selalu berani matahin asumsi narasumber kalo pernyataannya gak bener? Lo gak harus gue gertakin sebelum elo sadar kan, Wan?" Tanyanya disertai mengerutkan dahi, gak peduli akan rintihan gue karena kesakitan.
Dengan gestur bicara yang terbata-bata, "Bang, ini bukan masalah... Gak. G-gini loh... Gue tuh... Gue tuh takut... K-kalo Nimas ternyata gak bisa gue bantuin, gimana?"
"Oh, jadi gara-gara itu..."
"Dan... Nih ya, nanti yang bakal gue tanyain itu bukan cuma Nimas doang, Bang. Tapi semua, Mbak Lena, kakaknya, bahkan CEO-nya GC juga. Coba lo di posisi gue, Bang Jeko. Bayangkan, lo bakal apain dengan semua pertanyaan ini?" Gue melempar pelan tumpukan kertas tadi di sebelahnya yang tengah duduk beralaskan kantong kresek bekas yang didapat saat beli air botol mineral.
"Gue rasa, elo dianggap bisa kasih pertanyaan yang rasional. Nanti lo pilih beberapa pertanyaan dari mereka yang sekiranya gak bakal menyimpang dari topik utama, Wan. Ngerti nggak maksud gue?"
Otak gue coba mencerna kembali kata-kata Bang Jeko barusan, "Apa karena gue dan elo yang paling tahu masalah ini?"
"Nah, itu lo paham. Cakep nih. Gue demen sama anak modelan kayak elo, Wan. Gampang nyantol. Untung aja udah gak lemot lo." Kemudian ia meraih kaki tripod dan mengangkatnya dengan kedua tangan, "Bentar lagi di mulai. Siap-siap, Wan. Gue yakin lo bisa. Oke?"
Gue mengangguk pasrah, semoga aja doanya Bang Jeko beneran terkabul. Berharap semesta kasih nasib baik buat gue malam ini.
Jantung gue terasa berdegup kencang saat memasuki ruangan tempat di mana konferensi pers akan berlangsung. Sebuah aula berdinding tinggi yang dilapisi panel dinding berdesain klasik, meninggalkan kesan mewah dan elegan bagi siapapun yang mengunjunginya. Gue rasa ruangan ini sering digunakan untuk pertemuan tamu-tamu investor-nya GC.
![](https://img.wattpad.com/cover/257426533-288-k675231.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[4] INVESTIGATE YOU - The Announcers Series ✔
General FictionPada awalnya Dewantara Wiryawan (Wawan) menganggap peserta populer di pelatihan jurnalistik bernama Nimas Gheafinka (Nimas) itu seperti biasa saja layaknya perempuan lain pada umumnya. Namun saat didapati informasi secara dasar melalui teman-temanny...