05. Polres

174 29 0
                                    

Pindah ke investigasi, otomatis merubah tugas dan jam kerja gue yang siap di-rolling kapan saja. Hal itu berpengaruh sama cara gue dalam mengestimasi waktu saat pulang-pergi kantor. Tak ingin menghabiskan perjalanan selama satu setengah jam lagi, gue berniat menyewa tempat tinggal di sekitaran kantor. Sudah sekitar seminggu gue pergi bekerja hanya membutuhkan waktu kurang lebih 5 menit jika mengendarai motor. Lebih efisien dan gak takut diburu deadline.

Lokasi liputan gue juga berpindah yang tadinya di PN sekarang menjadi di Polres. Cepat beradaptasi, gue sudah memiliki beberapa kenalan yang sering gue wawancarai untuk kebutuhan berita. Di sini juga gue lebih kerap bertemu dengan beberapa teman dari KAJ yang kebetulan satu penugasan di wilayah yang sama.

Pagi ini gue berangkat bersama tim wilayah III menaiki mobil karena kebetulan searah. Di depan ada gue dan satu senior gue, Bang Jeko yang sedang menyetir. Sementara di belakang ada Nimas dan senior gue juga, Mbak Lena.

"Gue dipisah gara-gara anak baru, udah enak-enak sama Bang Jeko malah diganti." keluh Mbak Lena yang sedang touch up terlihat dari kaca spion tengah.

"Tapi gak papalah, toh Nimas pinter juga. Lo betah Bang Jek sama si Wawan?"

"Mbak Lena sembarangan aja nih ngeremehin saya, tanya dah Bang Jek!"

"Sumpah Len, lo gak nyesel kalo liputan bareng Wawan. Dia gue kasih briefing dikit aja udah langsung paham. Bagus dah lo, gak ngeribetin hidup gue." cengengesnya. Tentu saja berkat ucapannya itu bisa meningkatkan kepercayaan diri gue.

Jelaslah, Wawan...

Nimas menimrung, "Tuhkan, bener aja. Gue padahal pengen Bang Dewan tuh barengan aja setim. Biar Bang Jek sama Mbak Lena gak dipisah. Eh Bang Levan malah...."

"Loh, bukannya itu emang pengennya elo, Nim?" selidik Bang Jeko memotong lalu bertanya.

Maksudnya apa nih? Pengennya Nimas?

Nada bicaranya seperti gelagapan, "Bukanlah! Ngapain juga sih lagian?"

"Toh Nimas juga yang kemaren sempet mau lobby korlip lagi biar kita digabungin, Bang Jek. Tapi guenya gak mau. Gak enak jugalah, udah dikasih jantung masa minta dikasih ampela."

"Tuh bener kata Bang Dewan! Tos dulu, Bang!" tangannya muncul dari belakang kiri gue, minta hi-five.

"Yah, semoga kalian tidak bosan dan wajah kalian cepat mengeriput kayak kita ajalah." ujar Mbak Lena tersenyum tipis.

"Dan gak kena tipes!" sambung Bang Jeko. Kekompakkan mereka begitu erat di depan kami meskipun sebelumnya mereka baru menjadi satu tim selama tiga bulan.

"Bang Dewan nanti pas balik jangan lupa titipan barang lo masih di gue." Nimas berpesan.

"Oh iya. Nanti gue ambil deh, Nim."

Mengacungkan jempol, "Gue turun ya. Bang Jek sampe ketemu ntar sore, ayo Mbak Lena!" mereka berdua turun dari mobil setelah sampai di tempat pos liputan.

Kini tersisa gue dan Bang Jeko yang masih meneruskan perjalanan menuju Polres.

"Lo kenal Nimas dari awal, Wan?" tanyanya menghadap ke depan.

"Enggak juga, sih. Baru deketnya pas gue dipindah jadi tim liputan pagi. Ada apa emangnya?"

"Oh, gak papa. Katanya dia populer ya di JDP?"

"Lumayan sih. Kenapa sih, Bang?"

"Gak kenapa-napa elah. Nanya doang. Haha. Nanti jangan lupa lo follow up lagi kasus yang kemarin. Tadi gue dikabarin sama anak malem katanya udah masuk penyelidikan."

"Sip. Pokoknya lo bantuin gue aja deh, Bang."

Selama delapan jam berada di lapangan gak membuat gue patah semangat. Gue sadar dengan pilihan gue yang sejujurnya jauh lebih susah daripada sebelumnya. Dan untuk mendapatkannya juga gak mudah. Apa yang sudah gue tentukan kemarin maka gue harus siap menerima apapun resikonya.

Menyelidiki sebuah kasus yang sedang ramai di polres, gue kayak tim penyidik yang ikut diajak berpikir memecahkan suatu kasus. Dari awal sampai akhir, gue harus tetap update dengan informasi yang didapat dari narasumber. Dan terkadang info yang gue dapat gak selalu mulus, ada juga beberapa yang enggan berkomentar setelah diperiksa. Mencari berita tak semulus jalan pintas, gak ada yang gampang.

Bang Jeko bilang kalo gue partner yang dianggapnya mudah paham. Sombong dikit, gue dari dulu yang namanya cari informasi gak pernah setengah-setengah. Dan sebenarnya gue sudah melakukan hal ini sejak liputan di PN. Tapi entah apa yang terjadi, saat gue di polres justru rasa keingintahuan gue makin meningkat. Gue lebih geregetan sendiri kalau hasil berita yang dibuat gak menemukan kepuasan karena kurang lengkap.

"Wan, lo pernah denger kasus sengketa lahan yang dibawah naungan Growth Construction belum?" gue yang sedang tunduk menyantap mi instan di kantin seketika menegakkan kepala.

"Sengketa lahan?" mengerutkan dahi.

"Iya. Jadi sekitar dua tahun yang lalu ada kasus yang lagi booming banget. Sampe-sampe itu perusahaan diambang bangkrut..."

Gue memperhatikan wajah seriusnya, "Bangkrutnya? Karena apa?"

"Karena lahannya belum ada izin resmi, Wan. Makanya tuh proyeknya sempet berhenti gitu. Nah dulu berita kasus ini yang megang Bang Levan, dibawahnya ada gue...."

Kalau mendengar cerita Bang Jeko, rasanya begitu familiar di telinga gue soal kata "Sengketa Lahan", tapi kapan dan di mana ya?

"...sekarang kabarnya mereka udah bangkit lagi, sih."

"Baguslah Bang kalo mulai dari nol lagi, mah."

Tatapannya memicing, "Ck, lo gak paham ternyata."

Gue linglung, "Bang, gue dua tahun yang lalu masih mahasiswa. Kagak ngerti urusan beginian, mah."

Lalu dia mengambil beberapa kulit kacang untuk dilempar ke muka gue, "Lo kuliah bahas soal media juga, segala gak ngerti beginian."

"Ya maaf, hidup gue udah susah bahas skripsian sama laporan PKL." lanjut gue berkilah. Tiba-tiba satu kata yang keluar dari mulut barusan mengingatkan gue pada salah satu orang radio.

Seketika gue memanggil laki-laki berlesung itu, "Bang, sengeketa lahan yang lo bilang tadi itu, yang sampe mecat semua karyawannya bukan sih?" gue teringat soal cerita Bang Jenderal yang dulu sharing dia pindah kerja. Kisahnya begitu mirip sama apa yang dibilang Bang Jeko.

"Nah iya itu! Udah inget kan lo? Huh emang lo yang diinget gosip cewek kampus mulu!" ingin rasanya gue bergantian menumpahkan air putih di depannya tapi segan.

"Terus gimana lanjutannya?" gue jadi ketagihan ingin mendengarkan. Ada beberapa fakta mengejutkan yang belum pernah gue ketahui sebelumnya. Nanti akan terjabar semuanya. Intinya adalah gue harus kembali bekerja karena bentar lagi hasil penyelidikan kasus narkotika yang baru muncul dua minggu yang lalu akan keluar. Gue juga harus Live on Cam buat program berita siang.

Habis mengais berita, gue mengambil barang yang sempat dititipkan ke Nimas. Karena dia belum balik, gue yang tadinya ingin segera bergegas pulang malah berhenti terdiam. Diamati satu sticky note yang tertempel di dekat sudut biliknya. Terdapat tulisan kecil menggunakan huruf-huruf yang aneh.

"아쿠 티닼 아칸 멘옐앟. Welcome back, Nimas. 화이팅!"

Apakah ini petunjuk lainnya? Tapi kok kenapa ada tulisan Welcome back? Seperti sapaan vlogger di Youtube, apakah dia juga youtuber kayak Bang Jen?















-----------------------------------------------------------

Artinya : Aku tidak akan menyerah. Welcome back, Nimas. Semangat!

Sebetulnya tulisan itu kalo dibaca pake Bahasa Indonesia cuma sama Nimas dibikin hangul. Cuma bagian kata 화이팅! yang terdapat di kata terakhir itu betulan hangul hehehe

Sengaja ditulis hangul biar Wawan makin terkecoh. 😂

[4] INVESTIGATE YOU - The Announcers Series ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang