Tubuh ini terduduk lemas dengan pemandangan yang ada di depan mata. Seraya menghembuskan napas panjang yang berat, gue merasa bersyukur. Bersyukur masih diberi kesempatan untuk menolong orang lain. Termasuk cekatan menghentikan Nimas berbuat sesuatu hal yang amat bahaya. Seandainya gue telat beberapa detik aja, mungkin Nimas gak bakal berada duduk termenung di sebelah gue seperti sekarang.
Ia berhasil gue bawa lari kabur dari tempat aula yang hendak dibakarnya tadi. Syukurnya masih ada waktu yang tersisa sebelum para aparat datang berkeliling untuk patroli. Gue mengajaknya untuk bersembunyi di sebuah tempat yang lebih jauh, butuh waktu sekitar satu jam untuk sampai sini. Di rumah kakak gue, yang letaknya berada di perbatasan kota, suasana di sini masih asri juga banyak pepohonan rindang yang teduh.
Oh iya, benda-benda yang hendak ia pakai tadi kayak jerigen dan korek udah sempat gue buang sembarang gitu aja gak jauh dari lokasi gue memergokinya. Gue gak mau sampai ada yang menemukan dan takut berujung pada konflik lain yang baru.
Kondisi Nimas sendiri masih shock akan kemunculan gue di belakangnya secara tiba-tiba. Wajahnya penuh dengan keringat yang sengaja belum ia seka. Rambut cepolnya tak berbentuk dan terlihat acak-acakan. Tatapannya kosong, ia hanya memandang lurus apa yang ada di depannya. Sejak tadi dia belum kunjung mengucap sepatah kata pun saat kedatangan kami disambut ramah oleh sang tuan rumah. Bahkan saat disuguhi secangkir teh hangat yang ada di dekatnya, ia hanya mengangguk sekali dan melanjutkan aktivitas lamunannya.
Begitupun gue yang tak langsung menyerbunya dengan beribu pertanyaan yang sudah gue tahan sejak berada di mobil. Memilih untuk membiarkannya tenang lebih dulu.
Menjelang sore hari, cahaya matahari tertutupi dari sebelah kanan rumah sehingga sebagian menyoroti kami yang menghadap selatan. Kami duduk bersebelahan di teras dengan jarak sekitar satu meter, saling menyandarkan punggung pada tembok berwarna cat putih tulang. Gue menatapnya dengan tatapan pilu sekaligus sedih, gue gak bisa membaca apa isi kepalanya sampai ia sempat berbuat hal nekat di luar ekspektasi. Gue gak bisa menelaah rasa apa yang bersemayam dalam hatinya sampai ia merasa yakin untuk melakukan hal yang di luar nalar sebagai seorang Nimas.
Sekarang yang tersisa di sini hanya gue dan Nimas. Berdua. Karena tak lama setelah kedatangan kami, kakak gue dan suaminya berpamitan hendak pergi ke rumah mamah. Gue berharap, dengan berada di sini ia bisa merefleksikan diri, tersadar akan perbuatannya dan mau membuka hati untuk berbagi apa yang sedang dialaminya.
"Bang Wan." spontan gue celinguk saat dipanggil, setelah sekian jam ia akhirnya membuka suara.
Gue berdehem padanya, "Hmm?"
"Lo tahu dari siapa, Bang?" Shock-nya Nimas belum hilang meski nada bicaranya tenang. Pandangannya tetap melurus tak berekspresi.
"Lo bisa panggil gue Wawan, Nim. Usia gue dan elo gak beda jauh."
Ia tak menghiraukan ucapan gue, perlahan tangannya meraih gagang cangkir teh yang masih terisi penuh, lalu diseruputnya sedikit. Selanjutnya ia ikut menghela napas panjang sama seperti apa yang gue lakukan tadi.
"Lo harusnya tahu siapa orang yang udah kasih tahu ke gue, sampai gue bisa nemuin lo di sana." imbuh gue kemudian.
"Gue udah nyangka, lo bakal sejauh itu ngikutin gue."
Gue terpaku sama omongannya. Kalau dipikir-pikir lagi, gue baru mengikuti dia dua kali. Pertama saat malam pembukaan pameran KAJ, dan yang kedua saat tadi siang menjelang konferensi pers GC.
"Sorry, Nim." Satu kata yang keluar dari mulut gue barusan berhasil membuatnya terperangah hingga menolehkan wajah ke arah gue.
"Hah? Sorry? Lo padahal udah nolongin gue, tapi lo bilang sorry?" Suaranya terdengar sedikit parau. Matanya mulai berair ketika hendak melanjutkan, "Bang, kenapa harus minta maaf?"
![](https://img.wattpad.com/cover/257426533-288-k675231.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[4] INVESTIGATE YOU - The Announcers Series ✔
General FictionPada awalnya Dewantara Wiryawan (Wawan) menganggap peserta populer di pelatihan jurnalistik bernama Nimas Gheafinka (Nimas) itu seperti biasa saja layaknya perempuan lain pada umumnya. Namun saat didapati informasi secara dasar melalui teman-temanny...