Tut.. Tutt...!
Ban alit menggesek landasan ril besi. Menjedul secara menggeluncur dari lubang terowongan bata.
Dalam sarana ekspres agen berkumis artsy menggantung tangan pada handle kuning. Netranya menjuru keluar kaca. Berpindah ia lungguh di kursi penumpang. Ditariknya peta lipat dari kantong jaket panjangnya, kemudian disimbul centang dengan bolpoin merah satu titik pada denah.
Sepasang pintu gerbong terpisah. Pantofel casual anjlok dari sana. Enyah akan stasiun, kaki itu menyelusuri hamparan jalan kota yang padat. Menopang tubuh bersama misi muslihat tanpa ada seorang pun yang mengidahkannya.
***
Di atas ranjang Chalis menyangga kepala, ia menghembuskan nafas. Awan abu-abu rokok mengembul dari mulutnya. Hitungan menit terlewati, tak berpaling mata hitam menggandrungi raut terkatup dengan bulu mata yang terteduh. Chalis mengulur tangan kekar, merasai lembut pipi Cia yang terlunjur di sampingnya. "Ada apa?"
Cia menoleh, ia memadukan dahi. "Aku rindu Ayah."
Seketika tatapan hangat Chalis berubah muram.
"Ibu, dan adikku." Menahan dada yang sesak. "Kira-kira, mereka mencariku atau tidak ya?" Cia menafsir pada dirinya sendiri.
Chalis meremas sprei mendengar ucapan yang menurutnya tidak srek di telinga, tapi sebisa mungkin disembunyikan dari Cia. Chalis merengkuh tubuh rentan tersebut dan mengelus rambut. Tercium aroma rose yang manjur meredakan egoismenya. "Mereka tidak perlu khawatir, Cia-ku aman bersamaku."
Timbul trik mengalih baikkan perasaan Cia di pikiran Chalis. "Mau bermain monopoli?"
"Em... Boleh." Mendapat hiburan gadis itu menyetujui.
Malam yang kelabu ini selanjutnya mereka dayagunakan untuk melakoni pion ditatakan papan triplek. Awalnya permainan berjalan dengan normal dan sportif, hingga lambat laun.
"Aku sudah bilang, tanahku adalah tanahmu. Kau tidak usah membayar uang sewa!"
"Tapi itu sudah peraturannya, Chalis."
"Lupakan aturannya, ikuti aturanku!"
"Ha..?" Cia mencerapi dengan melongo.
Begitulah berjalan lebih jauh, Chalis selalu mempengaruhi Cia untuk menerapkan ketentuan main yang di buat olehnya sepihak. Ntah resmi dikategorikan sebagai tindakan curang atau tidak, sebab hasil akhirnya berjaya dimenangkan Cia.
"Ah... Shit!" Chalis mengacak rambutnya gerah.
Cia terkikih, tak ada rasa bangga akan dirinya. Sebab, ia paham bahwa ini merupakan taktik sengaja Chalis. Cia melipat kedua tangan. "Ehem. Hem... Apa, ya hukuman yang enak bagi pecundang ini?" Tingkahnya dengan pura-pura sombong. "Baiklah, karena aku seorang juara dan keadaan hatiku juga sedang senang sekarang. Maka, aku tidak jadi menghukummu. Sebagai gantinya, kau boleh menempatkan pionku ke kotak mana saja yang kamu mau."
Chalis menaikkan sebelah alis. Ia tersenyum misterius. "Oke. Kalau begitu, tutup matamu!"
Cia mengernyit. "Hem?"
"Tutup matamu!"
Cia buru-buru membutakan pandangannya.
Chalis menggeser posisi pion milik Cia ke gambar bidang yang bertulis, 'penjara'.
"Kluk..!"
Refleks Cia membuka mata. Ia membelalak, sebuah moncong pistol memusat di pertengahan keningnya. "Pi-pistol itu!" Tergagap, Cia berkeringat. "Glup..!"
"Pak Polisi, tolong jebloskan gadis cantik ini ke penjara. Dia telah mencuri sesuatu yang sangat berharga di dalam sini." Chalis menepuk dada kanannya. "Satu, dua, tiga, dan..."
Dorr...
***
Kuy vote dan komen! Karena semangat author adalah dukungan dari kalian.
#Salam untuk para readerku🌹🧡🧡
![](https://img.wattpad.com/cover/260221563-288-k286776.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESI SANG PENCULIK [End]
RomanceAda berlian yang diculik. Berlian itu ada di mata perak seorang gadis sederhana bernama Cia Banara. Menjadi korban akibat kelicikan tuan sekaligus calon pengantinnya membuat Cia hidup bersama seorang penculik sekaligus pria kaya raya yang memperlaku...