23. Chapter [W]

1.4K 71 6
                                    

Advice
||
Sebelum membaca perhatikan jarak mata dengan ponsel kamu, ya!
Jaga kesehatan mata

----HAPPY READING----

***

Chalis menguatkan rangkupan tangan kekarnya. "Kalau begitu, aku tidak akan melepaskanmu."

Cia menggoyak-goyakkan tangan melepuhnya, ia menelan saliva.

"Cepat, tidak ada yang melihat!"

Di antara jeriji sedingin es perlahan keduanya mempersempit jangka.

Cup..! Kaku, dan mulailah Chalis melahap seraya memainkan bibir mungil delima.

Tak sadar Cia ikut mengimbanginya secara payah. Mereka memutus ciuman, memautkan kening. Dengan masih tersengal Cia menepuk dada bidang pria di depannya. "Dasar menyebalkan." Ia tersipu.

Chalis terkekeh. "Kau bilang membenciku, Cia. Bahkan kau bisa membohongi dirimu sendiri, tapi tidak dengan Chalis." Membantin. "Apabila ada yang mengusik Cia-ku, mengadulah!"

Cia mengangguk, lalu mengerling ke gawang udara yang seakan mengumumkan senja.

Chalis meluruhkan genggamannya dengan berat. "Jaga dirimu baik-baik!"

Cia merenggut kedua telapak tangan tersebut. "Kamu juga!"

Mereganglah satu demi satu jari-jemari mereka. Cia memutar badan meninggalkan tempat, dengan langkah cepat ia memegang dada yang entah dari mana datang perihnya.

Chalis memandang dengan nanar punggung Cia yang kian lama kian menciut di mata hitamnya.

***

Hamparan pasir bercumbu polusi diporaki sukma tak kasat yakni angin. Kobaran mentari bak membakar gersangnya bumi. Awan kapas berjemur menjadi payung bagi situasi di latar pondok minimalis berdesain sederhana.

Sekelompok bodyguard menerobos di selang percakapan geger.

"Tolong jangan usir keluarga kami, Tuan Ryan!" Laki-laki berumur mengatup.

Wanita berkerabat ibu tiri menimpali. "Kalau Tuan mengusir, kami tinggal di mana?"

"Itu bukan urusanku." Singkat Ryan dengan congkak. "Hei, lekas kerjakan tugasmu!" Berteriak pada bodyguard.

Sementara yang di perintah pun mempergercap gerakan merampoki perkakas yang menurut mereka masih berbobot, seperti kursi, meja, lemari, dan sejenisnya. Dengan alasan pekarangan ini telah resmi di gilir kekuasaan dan bakal digusur.

Gadis bermata perak mengambil pijakan ke depan. "Saya mohon! Saya berkenan bekerja tanpa upah di kediaman keluarga Tuan, demi membayar seluruh jasa Tuan Ryan kepada keluarga kami."

Ryan terkekeh, membuang muka. "Seumur hidup, gajimu tidak akan mampu melunasinya." Menyanggah dagu gadis yang tampak murung itu. "Maafkan Saya, Cia." Mengetipkan sebelah mata usil, Ryan menyepelekan Cia. "Maaf, Tuan Banara. Menanti enam tahun membuat Saya sangat bosan. Durasi yang Saya peluangkan juga habis musnah. Sekarang, tidak ada toleran lagi."

Menggugat. "Tapi, Tu-"

"Jangan menghasut kemarahanku, Tuan Banara!" Meninggikan intonasi. "Keputusan sudah bulat, Saya beri kesempatan untuk mengemas barang-barang pribadi kalian, dan setelah itu enyah!"

Dengan tertindas keluarga Banara mengiyakan desakan dari Ryan. Sembari tak menduga bahwa Tuan yang berpuluh-puluh tahun dipercaya dan disegani secara tak bernurani tega mematahkan kesejatian mereka.

***

Sedekahkan vote dan komen! Karena semangat author adalah dukungan dari kalian.

#Salam untuk para readerku🌹🧡🧡

OBSESI SANG PENCULIK [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang