Bim.. Bim..!
Seseorang berjas turun, membukakan pintu penumpang. "Silahkan masuk, Nona Cia!" Menunggu gadis yang diagihkan tersebut tercengang, ia meyakinkan."Tuan Chalis yang mengutus Saya kemari."
Benar saja, Cia mengingatnya itu adalah pria berjuluk tangan kanan Chalis. Cemerlang, segera dia hampiri.
"Guk, guk." Menggonggonglah anak anjing dari kursi penumpang depan.
"Nde-nden!"
Melesat dengan elegan Crossover car di bawah siluet rembulan sabit. Sesabit alis gadis yang mengumbar haru bercampur kebahagiaan, mensyukuri bentuk nikmat berupa pertolongan yang tak pernah di sangka-sangka hadirnya. "Tuhan... Bagaimana aku harus berterima kasih pada-Mu!"
Tibalah sosok-sosok yang diangkut ke sebuah rumah megah menjulang.
Seluruh pengawal dan pelayan tertunduk menyambut rujuknya gadis yang akurat mereka nobatkan sebagai Nona rumah ini.
Canggung akan seting formal para penghuni, serempak ketiga badan yang mengekori Cia mematung di tempat.
Cia meneguhkan. "Ayo, Ayah, Ibu, Adik! Tidak pa-pa, mereka yang ada di sini baik," ia menyatakan.
Ada perasaan bangga pada ayah dan malu pada ibu tiri Cia saat menatap raut berkat anak gadis mereka. Dengan kikuk tiga pasang kaki itu menjejak.
Pria berjuluk tangan kanan menunjukkan kamar peristirahatan yang sengaja disiapkan untuk ketiga anggota anyar, yaitu ayah, ibu tiri, adik laki-laki tiri Cia.
***
"Cup..! 63, Cup..! 64, Cup..! 65, Cup..! 66, Cup..! 67..."
Sepasang tangan kekar menyangga di atas ranjang raksasa, tubuh atletis meneduhi tubuh molek yang berada di bawah kekangannya. "Bagaimana, masih kuat?"
Mengingat-ingat. "Em... Masih."
Datangnya kedua mahkota jiwa kini telah merubah suasana kamar lebar yang sebelumnya pasif menjadi aktif, mati menjadi bernyawa, sepi menjadi bising, beku menjadi cair.
Berotasinya Cia dari keterpurukan disusul oleh Chalis. Lewat restu keluarga Banara tercabutlah fase hukuman pria tinggi tegap tersebut.
Sebetulnya, ada yang membuat penasaran Cia semenjak kejadian malam pertama lalu. "Chalis?"
Chalis menanggapi dengan mengkerutkan dahi.
"Sejak kapan kamu punya ini?" Mengusap aksara hitam bergores 'Cia' di dada kanan telanjang Chalis.
Chalis membekam telapak tangan melepuh. "Ever since there is an eternal 'Cia' here. Sejak ada 'Cia' yang kekal di sini."
Cia tersipu.
"Kluk..!"
"Aku ngantuk, sudah puas atau belum?" Mengalihkan omongan.
"Belum."
Cia mendengus jenuh. "Lalu sampai kapan?"
"Menurutmu!"
"Em... 50 kali lagi!" Asal menerka, Cia terkekeh.
"Oke. Apapun untuk Cia-ku." Chalis mengabulkan, ia mengambil ancang-ancang push-up dengan perkasa. Aktivitasnya itu, sekalian guna menstabilkan otot-otot jasmani yang lama tak ia dilatih kala berposisi sebagai tawanan.
"Cup..! 68, Cup..! 69, Cup..! 70..." Lanjut Cia menghitung dalam hati.
***
Author: "Adem kamu, Cia uwu-uwuwan lagi."😄😄
Cia: "Iya nih, makasih Author yang baik."☺️
Author: "Sama-sama, cantik. Hahah..."😂
Tinggalkan vote dan komen! Karena semangat author adalah dukungan dari kalian.
#Salam untuk para readerku🌹🧡🧡
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESI SANG PENCULIK [End]
Roman d'amourAda berlian yang diculik. Berlian itu ada di mata perak seorang gadis sederhana bernama Cia Banara. Menjadi korban akibat kelicikan tuan sekaligus calon pengantinnya membuat Cia hidup bersama seorang penculik sekaligus pria kaya raya yang memperlaku...