Cia beringsut, tergopoh-gopoh menelantarkan bilik hangat yang dia hinggapi. Di lorong pengelanaan ia berpapasan dengan seorang pelayan. "Pakaian Chalis mau dibawa ke mana?"
"Ke depan, Nona. Tuan Chalis tidak bisa masuk karena pakaiannya basah."
"Biar aku saja yang antarkan!"
Berpenampilan poni semrawut yang menggerimis di kulit langsat. Dengan kemejanya yang kuyup, kancing atasnya tersingkap. Dasi panjang mengekspos bagian tengah dari dada bidang atletis.
Cia menyodorkan lipatan kain pada muka yang tertunduk dihadapannya.
"Hah, lelet! Apa kau tidak lihat aku sampai kedinginan begini," Chalis mengangkat kepala, memotong cacian. "Cia!" Seketika berubah manik usangnya menjadi binar. "Kau keluar untuk menyambutku? Bagaimana keadaan Cia-ku, apa sudah lebih baik?"
Cia mengangguk lirih. "Sudah."
Menghela nafas lega. "Syukurlah."
"Chalis, cepat ganti bajumu!"
Chalis terkekeh senang. "Kau perhatian padaku!"
"Em... Bu, bukan begitu. Lihat! Airnya menggenang di lantai."
Chalis melorotkan tatapan, ia tersimpul sepah.
Chalis mentas dari ruang mandi, dan dijemput oleh Cia. Chalis tersenyum, merangkul lengan gadis itu.
Di kursi makan Chalis berleha-leha sambil menghisap tangkai rokok.
"Chalis?"
Chalis menoleh.
Sungkan-sungkan Cia menyarankan. "Kamu baru kehujanan, tidak mau minum teh hangat daripada merokok?"
"Selain Cia-ku, benda ini yang bisa membuat tenang." Kutib Chalis dengan nyamannya
"Tapi kamu telah menghabiskan banyak rokok."
"That's normal."
***
Ting..!
Lonceng pintu kedai tergoyang.
Di bangku pengguna agen berkumis artsy menurunkan topi bundar cokelatnya. Ia mencocokkan dua buah kertas yakni, kertas hasil salinan sidik jari dengan karet rambut dan kertas hasil salinan sidik jari dengan cangkir kopi. Dia pastikan tidak ada perbedaan. Bukti yang sangat kuat untuk dapat mengklaim seseorang yang dicurigai ini sebagai sang pelaku. Tak mau jika mesti salah orang, tinggal satu rencana demi memastikan.
Pria berperawakan tinggi tegap masuk, ia menghadap meja resepsionis.
"Satu bungkus donat vanilla!" Agen berkumis artsy mendahuluinya. Dilayani oleh kepiawaian resepsionis barang yang di pesan pun diterima.
Ganti pria berperawakan tinggi tegap berinstruksi. "Seperti biasa!"
"Secangkir expresso dan satu bungkus donat vanilla?" Resepsionis mengkonfirmasikannya. "Em... Maaf, Tuan untuk donat vanilla tadi yang terakhir."
Pria tinggi tegap mendengus kecewa.
Agen berkumis artsy berinisiatif rundingan. "Maaf, Tuan kalau boleh tau siapa yang menginginkan panganan itu?"
"Calon anak Saya." Jawab pria berperawakan tinggi tegap.
Agen berkumis artsy mengernyit sejenak. "Oh... Saya mengerti." Ia mengikhlaskan bungkusan kantungnya. "Ambillah!"
"E, tapi..."
"Mana mungkin Saya serakah pada Ibu hamil."
Pria tinggi tegap terkekeh. "Terima kasih, Tuan..." Kalimatnya tergantung.
Memilin kumis artsynya, agen tersebut mengulur tangan. "Panggil saja, agen artsy. Karena Saya merupakan anggota pendeteksi kejahatan."
Iris hitam memekik.
***
Berikan vote dan komen! Karena semangat author adalah dukungan dari kalian.
#Salam untuk para readerku🌹🧡🧡
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESI SANG PENCULIK [End]
RomanceAda berlian yang diculik. Berlian itu ada di mata perak seorang gadis sederhana bernama Cia Banara. Menjadi korban akibat kelicikan tuan sekaligus calon pengantinnya membuat Cia hidup bersama seorang penculik sekaligus pria kaya raya yang memperlaku...