Dini lalu emosi di dalam kamar begitu mencolok dengan kesedihan yang dihului oleh Cia dan kebahagiaan yang dihului oleh Chalis. Hingga petang ini emosi tersebut masih berlaku.
"Is it true, sejak kapan Cia-ku jadi manja begini?" Chalis menatapi awak molek yang dia bopong.
"Aku tidak pernah ingin digendong olehmu," sewot Cia. "Turunkan aku!" Menggebuki dada bidang Chalis.
"Oke. Setelah kita mandi bersama."
"Apa! Tidak mau."
"Apa! Setelah seharian tadi, kamu tidak mau mandi," timpal Chalis meniru nada bicara Cia.
"Maksudnya aku bisa mandi sendiri, aku tidak mau mandi bersamamu."
"Kita sudah menikah."
"Tidak, aku tidak pernah setuju. Pernikahan ini tidak sah!"
Chalis mengantar Cia masuk ke ruang mandi, tak mempedulikan segala bentuk rontaan apapun dari gadis itu.
***
Gemericik air tawar terjun dengan bebas dari langit yang mendung abu-abu. Tampak embun di bayangan bingkai beling yang berwujud vertikal alias persegi panjang.
Bersamaan juga merebaklah air mata, meluluh seirama dari kornea perak yang sedu lebam-lebam.
Kreeek...
Cia gelisah, ia menjunjung selimut sampai menutupi tubuh bagian atas. Ia terpental di tempat menangkap kontraksi sesaat.
Chalis membanting tubuhnya menyandingi Cia, ia mengulur tangan.
Cia menahan gigi yang gemeretak. Dengan cepat menepis tangan kekar. Kini tangisnya kembali meradang.
Chalis mengangkat tulang ekor untuk mendekati Cia satu dudukkan.
Dan dibalas satu hindaran pula oleh Cia.
Hari ini Chalis sengaja datang lebih awal. "Aku merindukanmu," desahnya sambil menjilat bibir bawah.
Cia melorok dengan otak yang riuh.
Tik, tik, tik, tik...
"Lihat! Cuacanya juga mendukung." Chalis melirik dinding kaca.
Cia mengikutinya.
Tak sabar, Chalis menatap dengan tajam manik kusut tersebut. "Merebahlah!" Ia mendorong tubuh Cia secara paksa.
"Aku tidak mau!" Cia melawan.
Seketika suasana kamar yang membatu berubah rusuh.
Chalis melepas dasi panjangnya dan diikat ke pergelangan Cia.
Masih kalap pikiran oleh insiden mandi bersama. Terulang adegan serupa bak semalam, Chalis merenggut malam pertamanya dari Cia.
Semampu mungkin Cia menangkal serta melindungi diri, akan tetapi jelas tidak ada apa-apa jika kekuatannya diadu dengan pria berperawakan tinggi tegap.
***
"Jangan sentuh aku!" Memburu napas. "Jangan sentuh aku!" Membuang muka gerah ke kanan dan ke kiri. "Jangan. Aaa.....!" Jerit Cia terduduk dari tidur.
Gladakk...
Suara guntur menyambar.
Cia terjaga, ia menyeka dahi.
Meriuh hujan lebat yang tengah mengguyur di luar jendela.
"Sssh..." Cia meraih kedua lutut, bibir mungilnya menggigil. Terputar memori saat skandal kemarin. Setitik kristal beningnya terjatuh. "Bagaimana jika dia kembali? Bagaimana jika pria itu kembali?" Cia merinding, ia mengintip jam bandul. "Dia sebentar lagi datang!" Risaunya kebingungan sendiri.
Kreeek...
"Tidak, jangan!" Panik Cia. "Jangan mendekat! Jangan mendekat, tidak! Tidak..!" Mendadak pandangan gadis tersebut menggelap.
***
Hadeh... meresahkan Chalis🙄
Bayarkan sumbangan gratis yaitu berupa, vote dan komen! Karena semangat author adalah dukungan dari kalian.
#Salam untuk para readerku🌹🧡🧡

KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESI SANG PENCULIK [End]
RomantizmAda berlian yang diculik. Berlian itu ada di mata perak seorang gadis sederhana bernama Cia Banara. Menjadi korban akibat kelicikan tuan sekaligus calon pengantinnya membuat Cia hidup bersama seorang penculik sekaligus pria kaya raya yang memperlaku...