Cia terperanjat memantaunya. Dan mengkerat usai pria tersebut menjadi tiang di depannya.
Chalis menjulurkan tangan. "Kemarilah, akan kuantar ke ruang makan!" Merendahkan suara.
Cia menatapi dengan sejuta pertanyaan di penalarannya.
"Pelayan sudah menyiapkan hidangan malam di sana. Ayo, jangan mubazir makanan!"
Dengan segan-segan Cia mencapai telapak kekar.
***
Warna oranye tersemburat dari pesisir barat. Mengarak penat berserentak tertutupnya pintu bersosi.
Kreeek...
Chalis berjalan mendatangi Cia yang meringkuk di atas ranjang.
Kornea perak kukuh mengamatinya.
Chalis tau gadis itu menarik ujung bibir, walau nyaris tak nampak. Chalis menyebelahi Cia, terserbak aroma rose. "Cia-ku sudah mandi?"
Cia menyimaki raut Chalis, ia memangut lemah. "Sudah." Satu jawaban lirih yang membuah lega di benak pria tersebut.
Chalis memberikan bungkusan kantung.
Cia menilik dengan tak yakin.
"Aku membelikannya untukmu."
Dibuka oleh Cia, terdapat satu buah donat vanilla.
"Habiskan, setelah itu kita ke ruang makan!" Chalis merangkul Cia, dapat dia rasakan suhu badan yang berangsur siuman.
Akhirnya, kalimat yang di angan-angankan Cia tercetus juga. Chalis akan mengajaknya melonggar dari kamar, meski hanya untuk makan malam.
***
Di bawah iringan lengan Chalis Cia memindai ke kanan dan ke kiri. Berawang-awang mencari rute jalan untuk keluar, tapi yang mana? Banyak sekali belokan. Di setiap sudut beberapa pengawal dan pelayan terlihat berlalu-lalang. Mustahil baginya dapat melarikan diri.
Memang tempat ini megah menjulang bak istana fantasi. Para pelayan juga memperlakukan Cia selayaknya seorang ratu. Ratu yang menyinggahsanai pikiran tuan rumah ini. Namun meski demikian, di sini ia merasa asing.
Pintu kamar menganga, Chalis hendak masuk ke dalamnya.
Tetapi, Cia justru tersendat memundurkan kaki.
"Kenapa?"
Gadis tersebut hanya diam.
Chalis pun mengurungkan niat.
Di sebuah indoor kaca beralas rerumputan dan dihidupi lentera taman Chalis mengarahkan Cia.
Mengamati rimbun mawar-mawaran di sana Cia terkesima, ia menampilkan senyum.
"Cia-ku suka mawar." Chalis menjabarkan.
Cia mengangguk.
Chalis mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. "Apa Cia-ku senang?"
Cia mengangguk.
"Kalau begitu ini milikmu."
Cia menengok Chalis. "Benarkah?" lirihnya.
"Aku memang membangun ini untukmu."
"Bagaimana kamu tau aku suka mawar?"
"Aku sudah belajar banyak tentangmu." Chalis terkekeh. "Kenapa Cia-ku suka mawar?"
Cia menyentuh kelopak bunga. "Mereka ibarat wanita."
Chalis memiringkan kepala tak paham.
"Mereka cantik, tapi berduri. Tidak gampang untuk memetiknya. Wanita itu cantik, tapi harus bisa menjaga diri. Agar tidak gampang dilecehkan oleh pria."
Chalis meruduk, mencerna perkataan.
Lahir dianugerahi paras yang cantik menggetirkan traumatis bagi Cia. Kerap mengalami pelecehan dari sejumlah pria sebelum berstatus menjadi calon pengantin tuannya berdampak ia teramat menjaga harga dirinya sebagai wanita.
"Chalis?"
***
Lanjut chapter berikutnya, cekibr0t... (Btw, bener gitukan tulisannya?)😬
Silahkan vote dan komen! Karena semangat author adalah dukungan dari kalian.
#Salam untuk para readerku🌹🧡🧡
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESI SANG PENCULIK [End]
Любовные романыAda berlian yang diculik. Berlian itu ada di mata perak seorang gadis sederhana bernama Cia Banara. Menjadi korban akibat kelicikan tuan sekaligus calon pengantinnya membuat Cia hidup bersama seorang penculik sekaligus pria kaya raya yang memperlaku...