19. Chapter [S]

1.6K 85 3
                                    

Mengulur tangan. "Panggil saja, Agen artsy. Karena Saya merupakan anggota pendeteksi kejahatan."

Iris hitam memekik.

Agen berkumis artsy menarik bibir mengeja ekspresi dari pria tinggi tegap.

Membesuk arloji. "Saya buru-buru. Sekali lagi terimakasih, Agen artsy." Pria tinggi tegap meninggalkan lembaran rupiah di atas meja resepsionis. Ia hengkang melalaikan expressonya yang bahkan masih di racik oleh barista.

***

Kreeek...

"Kluk..!"

Chalis menunjukkan bungkusan kantung.

Alis sabit terangkat, dengan bibir delima yang berseri Cia menyambar bungkusan kantung. Ia memiting donat vanilla dan langsung menggigitnya.

Chalis mengelus kemudian mencecapi aroma rose di rambut Cia. "Apa Cia-ku senang?"

Mengangguk kuat. "Iya."

Panganan manis tersebut sudah ludes. Cia mengusap perut. Tak tau apa yang mengeraskan tekatnya saat dini tadi untuk meminta Chalis menyangkingkan donat vanilla. Juga baru kali ini ia berani blak-blakan meminta sesuatu pada pria itu.

"Guk, guk."

"Kenapa, Nden, kamu lapar?"

Nde-nden bertingkah agresif, ia memberi arti pada bungkusan kantung.

Cia memeriksa. "Apa ini?" Dijumputnya. Lensa perak dan lensa lalat berseteru. Keduanya seakan memantulkan ilustrasi. Cia teraneh-aneh dan membolak-balik benda tersebut. Menaikkan bahu. "Entahlah!" Dia membuangnya ke sembarang arah.

"Guk, guk." Nde-nden telat menangkapnya. Indra penciumannya mengendus-endus kolong ranjang.

***

Kobaran matahari lingsir, menuluskan masyhur kepada purnama juwita yang menuntut untuk mempertontonkan derma. Melupakan segala gelagat yang pudar disilih elemen masa. Di cakrawala melintang objek semesta melampirkan diri menyertai angkasa yang dingin.

Tampak seekor anak anjing melacaki kolong ranjang.

"Hus... Nden!" Chalis mengusir dengan mata kakinya.

"Chalis!" Menegur pria itu.

"Cia..." Chalis meraih pinggang ramping, diburui aroma rose dari rambut terurai coklat.

Dijauhkan perlahan tubuh tinggi tegap oleh Cia.

Seolah tak rela jika tubuh molek lepas Chalis mengaitkan dengan erat tangan kekar satunya.

Bila waktu terang bersama Nde-nden kini waktu gelap biar menjadi jatah Chalis untuk beroman bersama Cia.

Chalis menggerayahi punggung mulus.

Ruyuh-ruyuh Cia terbius akan jamahan. Cia buru-buru pulih dari gairahnya. "Hentikan!" Risihnya khilaf.

Tangan Chalis setia mendempet pinggang Cia di perut atletisnya. Ia meneliti secara jeli paras gadis yang menjaga jarak tersebut. Mengusap bibir delima. "Apa itu dibelakangmu?"

Cia mengernyit. "Hem?"

Chalis melempar pandangan ke belakang Cia.

Kornea perak menelusuri ke arah situ juga. Cia tak mengerti, ia memutar kepala. "Ap-"

Cup..!

Kecupan tanpa aba-aba mendarat tepat di bibir mungil delima.

"Ups... aku tidak sengaja!"

Cia menggosok bibirnya cuat. "Emm... Menyebalkan!"

Chalis terkekeh. "Apa itu dibelakangmu?"

"Tidak mau!" Angkuhnya.

Terkekeh. "Hei!"

Cia tak mengidahkan.

"Kluk..!"

Manik perak melerok ke sumber suara. "Kenapa kamu selalu memanggilku seperti itu?" Heran, Cia pun menirukan bunyi. "Ck, ah... tidak bisa! Bagaimana sih?" Mencoba dan lagi-lagi nihil.

"Perhatikan mulutku!"

Cia menyimak lidah dan rahang atas Chalis yang bertautan, terdengar.

"Kluk..!"

Dengan sukar Cia berupaya mengulangi. "Ah, tidak bisa, Chalis!"

"Biar kulihat lidahmu!"

Cia mangap.

"Letakkan lidahmu di sini!" Chalis mencontohkan.

"Begini?" Cia menunjukkan.

Dengan tatapan memangsa Chalis mencermati Cia yang masih menganga. "Yah..!"

Brakk...

"Jangan bergerak!"

Sepasang kornea hitam dan sepasang kornea perak terbelalak. Lima buah moncong pistol tertuju kepada mereka.

Celaka! Kemana para pengawal dan pelayan? Bagaimana mereka bisa menerobos tanpa seizin dari sang tuan rumah.

***

Siapa tuh? Ganggu bae nih orang🙄 Jawaban ada dichapter berikutnya😅😅

Ayo vote dan komen! Karena semangat author adalah dukungan dari kalian.

#Salam untuk para readerku🌹🧡🧡

OBSESI SANG PENCULIK [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang