6. Hancurnya Kepercayaan

360 29 49
                                    

"I broke my rules for you, but you broke me."

~Algarish Prawiranegara~

♡As Long As Live♡

Perihal cinta hanya mereka yang benar-benar mengenal kebencian yang akan bisa memahami betapa dahsyatnya cinta itu. Perihal bahagia hanya mereka yang benar-benar mengenal luka yang akan bisa mensyukuri betapa indahnya bahagia. Sama halnya dengan manis dan pahit. Bagaimana kau akan memahami nikmatnya manis bila kau tidak pernah mengecap pahit. Karena itulah cinta dan benci adalah satu kesatuan. Karena itu jugalah derita dan bahagia tak pernah terpisahkan. Namun Alga sangat memahami bahwa daripada bahagia, derita jauh lebih setia. Karenanya deritanya selama delapan belas tahun tak kunjung terbalaskan bahagia.

Alga menghela napas setelah menghentikan motornya. Lalu dengan langkah lebar dia pun menaiki setiap anak tangga dan mulai memasuki istananya. Ya, istananya. Sejak sebulan yang lalu Alga memang sudah tidak lagi tinggal bersama kakeknya. Melainkan ia tinggal di rumahnya sendiri. Rumah yang ia bangun setahun yang lalu. Alga tidak menggunakan uang kakeknya untuk membangun rumah itu. Tidak! Rumah itu ia bangun dengan hasil keringatnya sendiri. Alga memang sudah bekerja di perusahaan keluarganya sejak berusia enam belas tahun. Hanya saja Alga mengerjakan segalanya dari rumah. Baginya itu lebih mudah. Lagi pula dia jadi punya banyak waktu untuk bersenang-senang.

Sepasang kaki jenjangnya masih setia melangkah. Hingga saat tiba di ruang tamu dia dikejutkan dengan keberadaan Zack dan seorang perempuan di sana. Kalau tidak salah perempuan itu adalah dokter Mia. Tidak! Bukan keberadaan mereka yang membuat Alga terkejut. Melainkan yang membuat Alga terkejut adalah posisi mereka yang terbilang cukup intim. Mereka berdua duduk di sofa dengan Zack yang hampir menindih dokter Mia. Oh, bukankah itu posisi yang cukup berbahaya?

"Ekhem!" Alga berdehem. Ada kekesalan dalam suaranya yang serak dan mendebarkan. Bisa-bisanya sofa yang ia beli dengan harga jutaan malah dijadikan tempat untuk bermesraan. Sementara itu, Zack dan dokter Mia seketika terkesiap kala mendengar suara Alga. Lalu dengan segera keduanya membenarkan posisi mereka.

"Tuan Muda ini ... ini tidak seperti yang Tuan Muda pikirkan. Kami ... kami tidak-"

"Gue enggak peduli!" Alga memotong ucapan Zack dengan dingin. Sepasang matanya menatap tajam pada mereka berdua. "Apa pun yang terjadi di antara kalian itu bukan urusan gue! Tapi jangan pernah selesaikan urusan kalian di rumah gue!"

"Maaf Tuan Muda." Zack menundukkan kepalanya yang membuat Alga berdecak seketika itu juga. Namun daripada marah dan membentak pada mereka Alga lebih memilih untuk mengambil buku yang ada di dekat TV lalu ikut duduk di sofa. Sebenarnya dia kesal. Namun untuk saat ini dia sedang malas berteriak dan membentak orang lain. Lagi pula dia ingin melanjutkan membaca salah satu koleksi novelnya. Alhasil dia memilih untuk tidak menghiraukan kedua orang itu.

Sementara itu, dokter Mia memperhatikan setiap pergerakan Alga. Dan kini ia terfokus pada buku yang laki-laki itu baca. Sampulnya berwarna kecokelatan dan tampak usang. Sepertinya itu buku lama. Dan itu tidak tampak seperti karya salah satu penulis Indonesia. Wuthering Heights, itulah judulnya. Dokter Mia begitu asing akan buku itu. Namun dia tahu bahwa itu adalah salah satu romansa klasik.

"Kamu suka novel klasik?" Dokter Mia bertanya. Dan itu mengambil alih seluruh atensi Alga dengan segera.

"Iya." Alga menjawab. Nada bicaranya memang terkesan datar. Namun dokter Mia tahu bahwa ada antusiasme di balik ucapannya.

"Wow! Itu luar biasa!" Tepat kala dokter Mia melemparkan pujian itu padanya kedua bola mata Alga berbinar. Dan itu adalah untuk pertama kalinya dokter Mia melihat sinar di dalam bola mata hitam pekat itu. Alga mulai tertarik.

ALGA : As Long As Live Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang