Lucifer menahan keinginannya untuk mendatangi cafe itu lagi.
Gadis pelayan cafe itu, di luar dugaannya sungguh sangat menarik perhatiannya. Apalagi setelah kejadian di jalan raya itu, yang membuat gadis itu hampir tertabrak mobilnya. Entah kenapa membuatnya ingin melihatnya setiap hari.
Lucifer sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya dia rasakan kepada gadis pelayan itu.
Dia berhati dingin, jiwanya yang kejam adalah pembawaannya, sehingga dia cenderung tidak peduli kepada orang lain.
Tapi entah kenapa dia peduli pada gadis itu, ingin memastikan dia baik-baik saja.
Lucifer bertanya-tanya apakah gadis itu punya keluarga atau orang lain yang mengurusnya.
Tiba-tiba Lucifer tersadar...
Kenapa dia terus menerus memikirkan gadis itu?
Dengan marah Lucifer meremas kertas yang berisi angka-angka yang dari tadi tidak bisa di selesaikannya, dia menatap nanar ke arah bawah, ke arah pemandangan kota yang tidak pernah tidur dari jendela penthouse-nya.
Lucifer melirik jam yang berada di meja kerjanya, tiba-tiba bertanya-tanya dalam hatinya, sudah satu minggu dia tidak mengunjungi cafe tempat gadis pelayan itu bekerja, ini sudah hampir jam enam pagi, bukankah biasanya shift gadis itu selesai jam enam pagi?
Lucifer tahu karena dia selalu berada di cafe antara jam dua sampai jam enam pagi, dan ketika sudah menjelang jam enam pagi, selalu terjadi pergantian shift pelayan.
Dia berpikir sejenak, kemudian dengan gerakan cepat. Lucifer meraih jaketnya dan melangkah keluar dari penthouse-nya.
ღ ღ ღ ღ ღ
Arabella merasakan kepalanya pening, dia menghela napas panjang. Gawat sepertinya virus fotografer di pemotretan dua hari lalu telah menularinya. Atau mungkin saja udaranya memang sedang tidak bagus.
Karena daya tahan tubuh Arabella sedang lemah sehingga dia mudah tertular. Sekarang selain pening di kepalanya, di bagian matanya terasa berdenyut-denyut dan seluruh permukaan kepalanya terasa nyeri.
Untung saja siang ini dia tidak ada jadwal pemotretan. Karena memang tidak setiap hari Arabella menjadi model. Mungkin seminggu hanya dua atau tiga kali dia di jadwalkan untuk pemotretan. Maka dari itu dia harus mencari pekerjaan tambahan.
Arabella berjalan dengan lunglai menuju stasiun subway. Udara pagi hari yang dingin terasa menerpa kulitnya, menyiksanya karena terasa menusuk sampai ke tulang.
Arabella merapatkan jaketnya yang terbuat dari bahan wol, jaket itu sudah menipis karena terlalu sering dipakai dan dicuci sehingga tidak membantunya mengatasi hawa dingin.
Dia berjalan di tepi jalan yang masih lengang itu, hanya ada beberapa kendaraan pribadi yang lalu lalang, dan taxi yang beberapa di antaranya memberi isyarat pada Arabella, membuat Arabella harus menggelengkan kepalanya.
Dia tidak mampu pulang dengan naik taxi, ongkosnya cukup mahal. Bisa berkali-kali lipat jika di bandingkan dengan menggunakan subway atau bus. Sedangkan dia harus menghemat uangnya sebisa mungkin.
Oh ya ampun, dan dia harus berjalan sekitar dua ratus meter lagi untuk sampai di stasiun subway terdekat. Arabella juga harus siap berdesak-desakan dengan para pekerja yang baru pergi bekerja atau baru pulang seperti dirinya, sementara dia sudah merasa ingin pingsan.
Dengan langkah tertatih, Arabella berjalan menuju ke tempat duduk terdekat yang ada di pinggir jalan, dia sudah tidak tahan lagi.
Demamnya makin terasa, membuatnya hampir limbung, dan Arabella merasa cemas. Dia tidak boleh sakit, mungkin saja dia bisa kehilangan pekerjaannya karena hal itu....
Mata Arabella mulai berkunang-kunang membuatnya berpegangan pada salah satu tiang penyebrangan jalan yang berada di dekatnya, menyandarkan tubuhnya di sana. Sampai kemudian sebuah tangan yang terasa kuat menyentuh pundaknya, membuat Arabella hampir terloncat karena kaget.
"Kau tampak tidak sehat."
Itu adalah kata-kata terakhir yang didengar Arabella sebelum dia limbung dan kehilangan kesadarannya.
ღ ღ ღ ღ ღ
Terimakasih sudah membaca.
Love KRN