Chapter 1

1.8K 43 3
                                    

Lucifer meletakkan pulpennya, dan memutar kursinya ke arah jendela. Dia merenung menatap pemandangan di bawah sana, dari penthouse-nya yang terletak di lantai paling tinggi gedung itu, mobil-mobil di bawah hanyalah tampak bagaikan titik-titik berwarna-warni yang bergerak lalu lalang.

Pemandangan yang tidak menarik.

Lucifer mematikan rokoknya di asbak dan mendengus, hidup sungguh membosankan.

Dia memang bisa dikatakan lelaki yang sangat beruntung. Di usia tiga puluh dua, Lucifer bisa dikatakan sudah mencapai kesuksesan, sebagai seorang konsultan keuangan yang sangat jenius, dia tidak perlu mencari pendapatan, semua orang berlomba-lomba untuk menggunakan jasanya, bisa dikatakan dia hanya tinggal duduk dan uang akan datang kepadanya.

Dan tentu saja, yang lain akan mengikuti datang karena uang yang dia miliki.

Lucifer berdiri dari kursinya dan mengambil jaketnya, dia memutuskan akan keluar dan meminum beberapa cangkir kopi di cafe yang buka 24 jam di kawasan itu.

Insomnia ini seolah sudah menjadi sahabatnya, dan yang bisa dilakukannya hanyalah duduk merenung dalam kesendiriannya.

Begitu turun dari lift di lantai paling bawah, Lucifer melangkahkan kakinya di lobby, penjaga pintu di depan tersenyum kepadanya, dia sudah biasa melihat Lucifer keluar tengah malam, berjalan kaki menuju cafe terdekat dan baru pulang saat matahari mulai terlihat.

Dengan langkah tenang, sambil menyulut kembali rokoknya untuk melawan udara dingin yang langsung menyergapnya, Lucifer menuju ke cafe di ujung jalan yang selalu menjadi tempat favoritnya untuk merenung dan menyesap secangkir kopi, dia memilih tempat duduk favoritnya, di pojok yang sedikit tersembunyi, membuatnya leluasa duduk dan berpikir sepanjang malam sambil menyesap kopinya.

Seorang pelayan yang sudah sangat familiar dengan kedatangannya langsung mendekatinya dan menawarkan buku menu, meskipun dia sudah tahu apa yang akan dipesan oleh Lucifer, secangkir espresso yang kental dan menguarkan aroma kopi yang tajam.

Lucifer akan memesan setidaknya dua samapi tiga cangkir sampai dia meninggalkan cafe itu.

Lalu dia melihat gadis itu, sedang membersihkan sebuah meja berminyak sisa pengunjung sebelumnya.

Lucifer selama ini sering melihat gadis mungil itu mengambil shift malamnya sebagai pelayan cafe ini, sepertinya dia khusus di bagian bersih-bersih mengingat sebagaian besar pekerjaannya adalah membersihkan segala sesuatunya, piring kotor, meja, bahkan mengepel lantai.

Tanpa sadar Lucifer mengernyit, seberapa sulitkah hidup gadis itu sampai dia mengerjakan pekerjaan berat macam ini di shift malam pula?

Lucifer hampir tidak pernah merasakan hidup kekurangan, karena itulah dia merasa tidak bisa memahami apa yang terpampang di depannya.

Gadis itu mungil, jemarinya kelihatan rapuh untuk bekerja sekeras itu, dan tiba-tiba pikiran Lucifer berkelana ke masa lalunya, pada tubuh mungil yang dulu pernah mengisi hari-harinya, namun sekarang dia sudah tiada.

Benaknya menggelap dalam kemuraman, bayangan masa lalu itu adalah satu-satunya hal yang ingin dilupakannya sekarang.

Perhatiannya teralih lagi ketika melihat gadis itu membawa begitu banyak piring dan gelas dalam satu nampan, membuatnya sedikit oleng dan terhuyung-huyung.

Lucifer berdecak tak senang, menyadari bahwa pelayan lain, yang notabene laki-laki, tidak ada satupun yang bergerak untuk membantu gadis ini.

Dengan jengkel dia berdiri, dan kemudian dengan gerakan mulus, mengambil nampan itu dari tangan gadis itu.

"Kau akan menjatuhkan dan memecahkan semua piring dan gelas ini kalau kau membawanya sekaligus seperti itu."

Lucifer bergumam dingin, menatap ke bawah, ke arah gadis itu yang mendongak menatapnya sambil ternganga kaget.

Seorang pelayan pria yang melihat kejadian itu langsung  menghampiri, melemparkan tatapan marah kepada gadis itu, lalu mengambil nampan yang penuh itu dari tangan Lucifer sambil meminta maaf.

"Maafkan pelayan kami Tuan, merepotkan anda."

Lucifer melemparkan pandangan mencemooh ke arah pelayan pria itu, tanpa berniat mengeluarkan sepatah katapun.

Sebagai gantinya, dia kembali menatap gadis mungil yang menatapnya dengan gugup itu.

"Terimakasih," kata gadis itu terdengar pelan dan takut, seketika membangkitkan perasaan asing dalam benak Lucifer.

"Tidak masalah," gumamnya parau, lalu membalikkan badan dan kembali ke kursinya.

Dia bisa merasakan gadis itu masih menatapnya sebelum kemudian masuk ke bagian belakang cafe. Lucifer duduk lagi dan menyesap espressonya, merenung.

Malam ini terasa begitu panjang setelahnya.

ღ ღ ღ ღ ღ

Setelah akun lama sayaKRN13 di hapus sama wattpad karena kena copyright.

Akhirnya aku memutuskan untuk nulis cerita baru, karena cerita yang pernah di post di akun lama ga ada salinannya.

Semoga kalian suka, Happy Reading.

Love KRN

His LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang