32. Azas Praduga

979 131 1
                                    

Apabila kita mulai mencintai seseorang, itu berarti kita telah membuka lembaran baru untuk dua hal besar, yakni antara berbahagia dan tersakiti.
Nana mulai sadar bahwa ia sudah mulai membuka hatinya untuk Jeno setelah ucapan selamat ulang tahun yang ia utarakan hari ini. Risiko yang harus ia hadapi sekarang adalah, Lee Jeno jadi semakin menaruh harapan padanya, sementara Nana sendiri tak yakin akan bisa memenuhi harapan pria itu.

Nana sangat tahu diri dengan kondisinya sendiri. Ia berada di posisi yang tak bisa memberi dan hanya bisa menerima. Ia tak bisa mengungkapkan tapi hanya bisa melakukan semuanya sesuai dengan nalurinya. Walau sebenarnya Jeno sendiri tak terlalu memikirkan tentang hal itu.

Jeno mengalungkan syal yang Nana buatkan di lehernya. Itu terlihat penuh dan hangat di lehernya. Dengan senyuman dari kelopak mata dan pucuk hidungnya yang merah, tanpa ragu Jeno membelai pucuk kepala Nana.

"Ini hangat sekali, Na. Mungkin aku akan menyimpan ini saja, agar syal ini tidak rusak dan aku bisa menyimpan selamanya."

Sebenarnya Nana merasa sangat tersanjung dengan perkataan itu, namun sepertinya Jeno belum menyadari hal apa yang Nana pikirkan sekarang. Tidak, Nana tidak bisa membiarkan Jeno menjadikan syal pemberiannya hanya sebagai kenangan. Akhirnya Nana pun mengambil ponselnya.

Jangan hanya menyimpannya. Aku ingin oppa memakainya. Kalau itu rusak, aku bisa membuatkannya lagi. Karena...kenang-kenangan itu hanya untuk dua orang yang akan berpisah nantinya.

Jeno tidak pernah menyangka kalau Nana akan memikirkan tentang hal seperti itu, karena selama ini Nana hanya diam dan kelihatan tak memiliki rasa sama sekali padanya. Tapi ternyata dia salah. Nana sudah tak membencinya, dan Nana juga tak lagi menganggapnya orang asing yang mengasihaninya, namun gadis itu sudah membuka hatinya untuk Jeno. Bahkan sampai berpikir demikian.

Entah sudah berapa banyak air mata kebahagiaan yang Jeno teteskan hari ini. Tapi hari ini benar-benar hari yang paling indah untuknya, sampai rasanya ia ingin memeluk dan mencium Nana untuk meluapkan segala rasa terima kasihnya.

"Jadi, itu berarti kau berharap kalau kita tidak akan pernah berpisah, maka dari itu kau mau membuatkan banyak syal untukku di kemudian hari-hari kita nanti? Apakah itu berarti kalau kau sudah tidak membenciku atau menganggapku orang asing lagi?"

Mengangguk pelan, setelah itu Nana menundukkan kepalanya. Ia sendiri bingung, tentang apa yang sudah ia lakukan sekarang. Berharap? Atau hanya mimpi? Walau ini terlalu muluk untuknya, tapi hatinya selalu berbisik kalau melakukan hal seperti ini pun tidak salah. Ia ingin merasakan kebahagiaan ditengah goncangan dalam hidupnya, karena Nana juga berhak untuk mendapatkannya.

Dengan mantap Jeno memegangi kedua bahu kecil Nana, mengambil dagu Nana untuk mensejajarkan pandangan mereka. "Baiklah, aku akan selalu memakain syal itu dan menjaganya. Karena walaupun rusak atau usam, masih ada kau di sisiku yang akan selalu membuatkan syal hangat untukku."
Dalam ketertundukannya Nana tersenyum samar dan hatinya seperti berbunga-bunga.

Suatu hari nanti, aku janji, akan mengucapkan terima kasih padamu dengan senyumanku.

Batin Nana.




•••

1 jam kemudian, semua orang sudah menunggu Jeno di meja makan. Di sana sudah ada Mark, Haechan, dan Taeyong. Mereka rencananya akan mengadakan perayaan kecil-kecilan untuk ulang tahun Jeno.

"Jeno-yaaa! Turunlah! Ayo makan sup rumput lautmu!" Seru Mark dari lantai bawah. Sejak tadi pria itu sudah menggerutu karena Jeno belum juga turun untuk sarapan, padahal ini sudah pukul 8.

Obssesion //Nomin GS Version✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang