Egois ..

59 14 8
                                    

- Happy reading -


Sebulan lebih telah berlalu. Keadaan seketika berubah. Walaupun tidak benar-benar berubah 180 derajat, tapi cukup membuat Zea kaget dengan gaya hidup yang harus serba di hemat.

Mama yang awalnya hanya sebagai ibu rumah tangga, kini coba menjual makanan kecil lewat sosial media. Entah itu salad, corndog, atau sejenis makanan modern yang sedang marak.

Lokasi sekolah pun jaraknya sedikit lebih jauh dari sebelumnya, jadi Zea harus bawa motor ke sekolah. Itu membuat Zea yang kini diberi bekal pas-pasan harus bisa mengatur uang untuk membeli bensin.

Tidak bisa menabung.

Kadang ketika perlu sesuatu, Zea berpikir dua kali untuk membelinya. Mama punya uang atau tidak? Masih bisa di skip atau sangat butuh? Dan banyak pertanyaan lain yang membuat Zea akhirnya mengurungkan niatnya.

Dia tidak lagi punya skincare untuk sekedar membasmi jerawat bulanan yang selalu hadir. Walaupun tidak sebanyak dan serempong orang lain, tapi Zea juga seorang gadis yang memperhatikan penampilannya cukup baik.

"ma .." Zea memanggil dengan sopan mamanya yang sedang menghitung uang hasil penjualan. Tidak banyak sekali, tapi cukup kalau untuk bayar kos dan kebutuhan sehari-hari.

"iya?"

"adek mau beli masker muka .." ucapnya takut-takut.

"masker apa lagi?"

Zea menggigit bibir bawahnya gugup. Padahal semenjak kepindahan mereka kesini, Zea tidak pernah meminta beli masker wajah untuhnya. Tapi kata 'lagi' membuat Zea terdengar seolah-olah selalu menodong mama untuk membelikannya benda tersebut.

"masker yang biasa adek pake pas di rumah lama .."

"ga bisa diskip dulu?" tanya mama yang buat Zea terdiam.

Bukannya mau bagaimana, tapi wajah Zea sedang berada di titik terendah sekarang. Jerawat dimana-mana membuat gadis tersebut bahkan malu untuk berbicara di depan kelas.

Meski Bino selalu menenangkannya dengan kalimat, "masih cantik kok, Ze .." tapi itu tidak mempan. Bagi Zea, bagaimanapun orang menilai, selama di matanya buruk maka akan tetap begitu.

Zea tau, yang menilai diri kita adalah orang lain. Tapi kalian paham kata insecure, kan? Ya, Zea selalu insecure ketika tidak mendapati dirinya dalam keadaan baik secara fisik.

"tapi muka adek udah gini banget, ma .. ga tahan .." gelengan kecil dengan suara yang sama kecilnya Zea lempar sebagai balasan.

"adek ngerti dulu ya .. uangnya buat bayar kos bulan ini .." jawaban mama berhasil membuat Zea yang sudah dalam keadaan mood buruk menjadi semakin tidak nyaman.

Gadis tersebut tidak menjawab. Hanya menjilat bibir keringnya dan diam tidak tau mau merespon apa.

"hm? Gimana? Diskip dulu ya?" tanya mama lagi.

"ya udah, sih .. kalau mama ga ngasi adek harus apa?" tanyanya mengangkat bahu acuh lalu beranjak pergi.

Baiklah, mungkin terlihat egois dan sebagainya. Tapi selama ini, Zea selalu melihat keadaan mama. Apakah bisa untuk sekedar membelikannya masker yang tak sampai lima puluh ribu itu atau tidak.

Bagi Zea sepertinya sangat bisa, benar-benar bisa. Mama masih sering pergi dengan alasan 'ketemu temen-temen mama' yang artinya ada uang hanya untuk sekedar bermain-main.

Why is nothing to me?

Zea sudah mencoba mengerti dan memikirkan keadaan dengan berbagai perhitungan. Ia mengganti sabun cuci muka, mengganti parfum, mengganti pelembab, dan sebagainya yang sekiranya bisa menekan pengeluaran lebih sedikit.

But mama too selfish to me.

Gadis tersebut menutup pintu kamar kosnya dan langsung menenggelamkan kepalanya masuk ke dalam bantal. Awalnya Zea memendam kekesalannya sendiri. Berniat dengan dia diam, keadaan akan mendingin.

Tapi setan merasuki.

Di kepalanya hanya terputar bagaimana tawa mama yang terlihat excited menerima tawaran jalan-jalan temannya tanpa beban. Bukan salah, tapi bagaimana mama bisa terlihat seringan itu sedangkan untuk Zea tidak ada?

Gue ga pernah tau ternyata mama begini ..

Selama ini mungkin karena semua kebutuhan mama sudah terpenuhi oleh papa. Bersenang-senang, belanja, arisan, dan lain-lain. Jadi sifat aslinya tidak terlihat.

Air mata mengalir tanpa sadar. Zea memiringkan tidurnya dan membiarkan kristal cair itu turun melalui pelipisnya membentuk pulau-pulau kecil di sarung bantal Zea.

It is too hurt when I remember that this is about my mom. Zea tidak mungkin menceritakan keburukan mama ke Kak Janu. Membuatnya harus kembali terlihat baik-baik saja dan berchat ria seolah semua normal.

Dunia memang tempatnya kepalsuan.

Bahkan sampai saat ini mama tidak datang ke kamar untuk membujuknya. Meski dalam bayangan Zea seandainya mama datang, dia juga pasti tidak akan suka dan mengusir mama entah apakah itu bisa dibilang secara halus atau tidak. Maybe, no.

Tapi Zea juga tidak mau didiamkan seperti ini. Seolah mama benar-benar tidak peduli dengannya yang mencoba mengerti, tapi justru di kecewakan.

Ma, understand me, please! Im your daughter.

Terus menangis tanpa suara terasa amat sangat dan sungguh menyakitkan. Zea tidak pernah menangis selama mendiang ayah masih hidup, terakhir menangis saat kematian beliau sebelumnya satu setengah bulan yang lalu.

Ia menarik nafasnya dalam-dalam dan duduk mencoba menetralkan keadaan jantung yang berdegup tak beraturan. Zea mengusap matanya sendiri berusaha menutupi kesedihan matanya.

Kakinya ia jalankan menuju dapur mengambil minum. Semoga pikirannya bisa kembali dingin dan kembali 'memahami' keadaan yang bukan untuk berfoya-foya. Walaupun kenyataannya tidak begitu.

***

"haii Zea .." sapa seseorang dari dalam sebuah kafe di pinggir jalan.

Niatnya Zea sedang membeli bensin di pertamini yang ada, karena kalau mau ke pom bensin terlalu jauh. Takut nanti malah mati di tengah jalan.

Kemarin, motornya baru dipakai mama pergi. Tapi tidak diisi bensin lagi, padahal saat berangkat sekolah tadi sudah hanya sisa satu strip. Dan sekarang berkedip.

"eh, kakak .."

Itu Sisi. Kakak kelas Zea saat dia masih kelas sepuluh kemarin, tepatnya alumni sekolah. Mereka cukup dekat, karena ketika awal masuk sekolah dulu, Kak Sisi yang yang menjadi koordinator Zea saat bersih-bersih perpustakaan.

Semenjak saat itu, Kak Sisi jadi sering menyapa.

"ngapain?" gadis berpostur tubuh tinggi bagai model itu datang menghampiri.

"oh sekarang Zea naik motor? Bukannya dulu sering jalan kaki, ya?"

"iya, kak .. Zea pindah rumah agak jauhan .."

Sisi mengangguk kecil sambil ber-oh ria. "oiya, sini mampir dulu yuk .." ajaknya menunjuk kafe tempat gadis tersebut keluar.

"ini kafe usahaku sama pacarku .. berdua gitu modalnya .."

Kepala Zea spontan memiring berusaha melihat objek dibelakang Sisi yang membuat gadis itu bergeser sedikit memberi ruang. Senyumnya cantik seperti biasa. Setau Zea, pacar Kak Sisi anak sekolah lain dan setahun lebih tua darinya.

"kakak sendiri?"

"sekarang masih sendiri .. nanti agak sorean Jihad ikut kesini abis kerjaannya kelar .." balasnya ramah seperti biasa. Mungkin Jihad pacarnya yang dulu itu, Zea juga tidak tau.

"kak .. ga buka lowongan kerja?" tanya Zea tiba-tiba membuat Sisi menaikkan kedua alisnya berpikir.

Siapa tau ada, bisa tambah-tambah uang jajan ..

Tbc ..
Thank you buat yang baca .. makasii .. stay safe ya kalian .. cuaca lagi ga bagus, istirahat yang cukup sama jangan makan yang aneh2 .. love u

Loveable (Sinhope)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang