Oke, sudah sebulan lebih semenjak Zea Arabella dan Janu Haidar bertemu. Hubungan mereka baik-baik saja. Tapi siapa yang tau? Diam-diam Zea menangis sendirian.
Mama yang tak pernah Zea bayangkan akan seperti ini, ternyata telah memiliki pacar. Bukan maksud apa, tapi mama jadi lebih fokus pada lelaki itu.
Setiap Zea mau minta uang atau bicara apapun, mama selalu marah karena merasa terganggu sedang bertelfon. Mama jadi sering keluar, bahkan tidak masak karena sudah makan saat pergi tadi.
Gadis ini sadar, dirinya harus mulai belajar masak untuk masa depan. Tapi untuk saat ini tidak bisa. Pagi, Zea berangkat sekolah sampai jam satu. Pulang sekolah langsung kerja sampai sore. Tiba di rumah sudah capek.
Belum lagi tugas sekolahnya yang kadang tidak manusiawi. Ulangan harian, ulangan tengah semester, tugas menulis, mengetik, video. Semuanya Zea yang kerjakan.
Ia ingin cerita, tapi ke siapa? Janu yang biasanya menjadi tempat Zea curhat sudah hilang atensi. Untuk sekedar menjawab 'how's your day?' saja menunggu dua jam baru dibalas.
Mau menangis berlarut juga apa gunanya? Kalau sekedar menangis lalu berhenti, itu wajar. Zea menahan bebannya sendiri tanpa ikut campur orang.
Dalam tangisnya, Zea selalu meyakinkan diri sendiri bahwa ini hari yang buruk, bukan hidup yang buruk. Hari yang buruk akan hilang bersamaan dengan terbenamnya matahari. Atau paling tidak ketika 00.00 dan semuanya akan kembali baik.
Tapi bagaimana? Jelas-jelas ketika Zea membuka matanya bersiap menyambut hari, keadaannya masih sama. Mama yang sibuk sendiri, Janu yang slow respon. Kapan berakhir?
"Ze, mama pinjam uang kamu dong .." ucap wanita baya itu ketika Zea baru pulang dari kerja.
"buat apa, ma?"
"itu, mama mau pergi besok sama Om Dani .. buat bekel .." ucapnya ringan.
Ya, Om Dani itu pacar mama. Selain jadi jarang masak, mama juga sudah tidak pernah jualan lagi. Bilangnya nanti dikasi uang sama 'pacarnya' itu. Padahal juga masih tetap minta Zea.
"kan kemarin mama udah minjem .." dengan wajah letihnya, Zea menjawab.
"iya pinjem lagi .. nanti gampang deh mama gantinya, hitung aja berapa .."
Bukannya gimana, Zea kerja untuk kebutuhannya yang tidak mama penuhi. Kenapa sekarang kebalik? Walaupun mama bilang akan ganti, tapi Zea tidak enak kalau harus meminta uangnya yang mama pinjam.
Tapi kalau tidak diminta, gabakal dibalikin.
"Zea belum pegang uang, ma .. belum dikasi sama Kak Sisi .."
Lie. Mom, forgive me ..
"masa ga megang? Biasanya ada tabungan, kan?"
"ya itu kan tabungan buat Zea .. kalau mama pinjem, Zea pake apa dong?"
"gapapa .. lagian mama balikin kok pasti .. mau beli apa emang? Nanti sekalian mama beliin .."
Gadis dengan kemeja putih itu terdiam menarik nafasnya dalam-dalam. Ia menatap asal dengan kosong kemudian mengangguk kecil. Zea memang senaif itu.
"benta ya, ma .." ucapnya pelan.
Mata Zea sudah bergetar mau menumpahkan kekesalannya mengapa terlahir dengan dominan sifat ayah. Tidak enakan, hanya bisa berkata ia, tidak profesional dalam menolak dan semuanya yang justru itu menyakitinya sendiri.
"ini, ma .." Zea menyodorkan 3 lembar uang seratus ribu.
"Cuma ada segini?"
Kepalanya terangguk kecil. Bohong lagi. Dosakah jika dia berbohong seperti ini? Sudah berapa kebohongan yang Zea buat demi melindungi uangnya lenyap?
KAMU SEDANG MEMBACA
Loveable (Sinhope)
Romance"kak, kok tiap Zea ajak keluar gamau? Jawab chat juga ga secepet dulu .. kakak ilfeel, ya?" "eh? lo siapa?!" "Zea kak .. ini Zea,, masa lupa, sih?" Padahal Zea suka sama Kak Janu, tapi kok dianya gtu? - Zea Arabella Clarissa