2

572 66 8
                                    




Wonwoo mengalihkan perhatian dari buku di tangannya ke arah pintu kamar yang menjeblak terbuka. Dia mengernyitkan kening melihat saudara kembarnya masuk dengan wajah merengut sebal.

“Ada apa, Noona? Kau ada masalah?” tanyanya. Dia meletakkan novel di tangannya ke atas nakas. Memberikan fokus penuh kearah saudaranya.

Seulgi mendengus sebal. Dia menatap Wonwoo dengan bibir mencebik.

“Aku tidak sekelas lagi denganmu.” Keluhnya. Wonwoo memasang wajah tidak percaya sebelum kemudian terkekeh.

“Hanya karena itu?”

Seulgi melempar guling ke arah Wonwoo yang tentunya berhasil ditangkap dengan mudah.

“Kau tidak bisa menganggap ini remeh, Jeon Wonwoo!” sentaknya, “Kita selalu sekelas sejak Elementary School sampai Middle School. Tidak sekelas denganmu rasanya sangat aneh. Aku sudah cukup menahannya selama kelas satu kemarin, aku tidak percaya aku harus melakukannya lagi di kelas dua.”

Noona, kita hanya tidak sekelas. Kita masih satu sekolah, jadi kita masih bisa bertemu. Jangan berlebihan!”
Seulgi lagi-lagi mendengus sebal.

“Kau hanya tidak menyayangiku sebanyak aku menyayangimu, karena itu kau merasa apa yang kurasakan ini berlebihan.” Rutuknya.

Mendengar itu, Wonwoo beringsut mendekati sang kakak dan mengusap kepalanya lembut.

Noona yang paling tahu mengenai itu.” belanya.

“Apa kita tidak bisa meminta Appa untuk memindahkanku ke kelasmu? Atau kau yang ke kelasku.” Rengeknya.

Wonwoo menghela nafas kemudian menggeleng tegas.

“Tidak! Noona tidak bisa masuk kelasku dan aku sendiri tidak ingin keluar dari kelasku.”

Waeee??”

Noona tau sendiri kelasku adalah kelas terbaik. Aku masuk kelas itu dengan usaha yang tidak mudah, aku tidak mungkin melepasnya begitu saja. Dan aku juga tidak ingin Noona mendapat cibiran karena menggunakan koneksi Appa untuk mendapatkan apa yang Noona mau.” Papar Wonwoo lembut.

Seulgi diam mendengar penjelasan Wonwoo sebelum menghela nafas.

“Kau benar. Kurasa aku bersikap tidak masuk akal lagi.” Dia menggenggam tangan Wonwoo yang ada di atas kepalanya, “Maafkan aku, Wonwoo-ya. Kurasa aku hanya tertekan karena peran utama untuk pentas seni tahunan nanti.” Keluh Seulgi.

“Kenapa? Bukankah itu yang Noona inginkan?”

“Memang. Hanya saja aku tidak bisa menahan diri untuk tidak berpikiran negatif tentang itu. Bagaimana jika aku mengacaukannya? Bagaimana jika aku pingsan saat di pentas? Bagaimana jika aku tersandung atau suaraku pecah? Bagaimana kalau aku tiba-tiba lupa dialog? Bagaimana jika aku lupa adegan? Bagaimana jika aku tidak memerankannya dengan baik? Bagai..” ocehannya terpaksa berhenti karena Wonwoo yang membungkam mulutnya dengan tangan.

“Cukup!” titah Wonwoo jengah. Dia melepaskan bekapan tangannya pada mulut Seulgi.

“Jangan berpikiran seperti itu. Pikiran seperti itu hanya akan menjatuhkan Noona nantinya.” Ujarnya, “Kapan pementasannya dilakukan?”

“Akhir tahun. Sehari setelah malam natal.”

“Astaga.. masih ada waktu sekitar empat bulan lebih. Noona masih bisa banyak berlatih.”

“Tapi..”

“Dengarkan aku, Jeon Seulgi! Kau adalah orang yang hebat. Kebanggaan keluarga Jeon. Jadi jangan sedikitpun ragu dengan dirimu. Tidak ada satu orangpun yang bisa mengalahkanmu. Kau mengerti?” sugesti Wonwoo.

SequoiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang