27

289 36 8
                                    



'...untuk pengobatan kanker sendiri bergantung pada kondisi dan seberapa parah kanker yang dialami pasien...'

Wonwoo melihat layar televisi yang menampilkan Mingyu dengan seragam dokternya sedang menjelaskan tentang kanker dan tetek bengeknya. Wajah pemuda itu terlihat begitu serius tapi bukan serius yang membuat semua orang sungkan untuk mendekat, melainkan sebaliknya. Pemuda itu terlihat begitu menarik dengan cara bicaranya yang terdengar cerdas namun tidak menunjukkan kesombongan.

Tapi bukan itu yang menjadi fokus Wonwoo melainkan kondisi si dokter itu sendiri.

"Apa menjadi dokter memang sesibuk itu? Kelihatannya dia sudah lupa makan selama bertahun-tahun." gumamnya.




Seulgi, Jeonghan, Jun, Soonyoung dan Seungcheol kini berbaris dengan tatapan terarah pada pemuda yang duduk bersandar di kepala ranjang. Pemuda yang menjadi objek tatapan lima orang itu justru mengalihkan matanya ke arah lain, tidak sanggup menahan gempuran tatapan tajam penuh intimidasi yang diarahkan padanya.

"Aku harus istirahat. Jadi bisakah kalian pulang?" tanya Mingyu sesopan mungkin agar mereka tidak sadar kalau dia sedang mengusir kelimanya dengan cara halus.

Tapi hanya keheningan yang ia dapatkan.

"Sampai kapan kalian akan berdiri disana dan menatapku seperti itu?"

Lagi-lagi hanya hening.

"Setidaknya berkedip, mata kalian akan kering kalau terus terbuka seperti itu!" Mingyu masih mencoba berkelakar dengan harapan menurunkan tensi yang ada di ruangan itu. Tapi nihil. Kelakarnya hanya dibalas dengan tatapan yang lebih dingin.

Mingyu menghela nafas kemudian mengangkat kedua tangannya tanda menyerah, "Baik! Aku menyerah! Aku salah dan aku minta maaf. Jadi berhenti menatapku seolah aku tersangka pembunuhan seperti itu!"

"Kau memang berniat membunuh dirimu sendiri!" Mingyu bersyukur akhirnya ada yang menanggapi kalimatnya meskipun itu berupa kalimat bernada sarkas.

"Kenapa bisa seperti ini lagi?" kali ini Jeonghan yang bersuara. Dari nadanya dia terdengar seperti siap memakan Mingyu hidup-hidup.

"Aku hanya terlalu sibuk, oke? Aku tidak bisa menolak jika ada pasien yang harus operasi saat itu juga. Bagaimana kalau nyawa mereka tidak tertolong? Itu akan membuatku merasa bersalah seumur hidup." Mingyu mulai mengoceh menyampaikan alasannya.

"Kau bukan satu-satunya dokter disana, Kim Mingyu! Jangan bicara seolah kau satu-satunya orang yang bisa melakukan itu semua." tukas Seulgi.

"Tapi mereka sibuk." Mingyu masih belum menyerah beralasan.

"Jangan membual! Jelas-jelas mereka sudah menawarkan diri untuk menggantikanmu tapi kau justru menolak!" kali ini Seungcheol yang angkat bicara.

"Bukankah sudah kubilang kau tidak boleh mati kecuali aku yang membunuhmu?" cerca Seulgi sambil melemparkan bantal ke arah wajah Mingyu membuat pemuda itu mengaduh.

"Aku pasien kalau kau lupa, Jeon Seulgi." rutuknya.

"Iya, kah? Setahuku kau dokter bodoh yang berbaring di ranjang yang seharusnya menjadi tempat pasien."

"Aku tidak mengerti. Entah berapa kali lagi kau harus rawat inap terlepas dari kami sudah berulang kali memperingatimu untuk tidak melakukan hal bodoh. Kau kenapa? Jangan katakan karena kau khawatir pada Wonwoo. Kami juga merasakan hal yang sama tapi kami tidak cukup bodoh untuk menyakiti diri sendiri." rutuk Seulgi panjang lebar.

SequoiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang