37

300 41 2
                                    

Spoiler Alert!!!!!!

Chapter ini isinya ringan. Cuma ada momen Mingyu sama Wonwoo. Di bilang Fluffy juga ngga, sih. Tapi ada sedikit R rated. Jadi tolong bijak dalam memilih bacaan. Apa yang ditulis disini bukan untuk ditiru. Terima kasih.








‘Aku merindukanmu. Bisakah aku datang kesana?’ 

“Aku tidak pernah melarangmu datang selama kau tidak menelantarkan pekerjaanmu hanya untuk menemuiku.”

Wonwoo bisa mendengar helaan nafas di seberang sana dan itu membuatnya tidak bisa menahan senyum. Sebenarnya sejak tadi dia sudah tersenyum, tepatnya sejak pertama dia menerima telepon di pagi hari saat dia bersiap untuk membuka kafe.

‘Tapi liburku masih lama dan aku sudah mengambil semua jatah cutiku. Bahkan ayah juga tidak membantu…’ Mingyu berhenti bicara seolah menyadari sesuatu.

“Jadi kau bermaksud menyalahgunakan kekuasaan ayahmu?”

‘Tidak! Jelas tidak! Mana mungkin aku melakukan itu?! Mustahil! Aku sudah melakukan sumpah dokter. Tidak mungkin aku begitu, sangat tidak mungkin.’

“Aku memperingatkanmu, Kim Mingyu! Untuk sekarang anggap saja aku percaya padamu.” Setelah sedikit perdebatan itu mereka mulai membicarakan tentang kegiatan yang sedang dan akan mereka lakukan hari ini kemudian dilanjutkan dengan topik random lain. Telepon itu berakhir saat tiba waktunya untuk Mingyu bekerja.

“Ekhem.. Bukannya belakangan ini ada terlalu banyak kabut merah jambu di udara? Aku takut alergi dibuatnya.” seru Haechan keras saat Wonwoo menurunkan ponsel dari telinganya.

“Benar sekali. Terkadang aku sampai kesulitan bernafas dan mual dibuatnya. Hati-hati, Haechan-ah.” timpal Taeri.

“Padahal hanya Jungkook Hyung saja sudah menyakiti mata, sekarang ada satu lagi yang bermesraan tidak kenal tempat dan waktu. Apa salahku sampai harus dihadapkan dengan hal semacam ini, Tuhan?” ratap Haechan dramatis.

“Harapanku hanya kabut merah jambu ini tidak membuat Mingyu Hyung kehilangan fokus dan menulis nama seseorang di organ pasiennya saat operasi.” kali ini Jaemin yang menjawab.

Haechan melihat temannya itu dengan horor, “Bayanganmu menyeramkan sekali, Jaemin-ah.” Jaemin hanya menanggapinya dengan senyum dan alis yang naik turun.

“Harapanku adalah semoga kabut merah jambu ini membuatku gelap mata dan memotong gaji semua karyawanku.”

Tiga anak manusia itu langsung diam dan kembali ke pekerjaan masing-masing tanpa mengatakan apa-apa lagi.


Hampir sebulan berlalu sejak terakhir kali Mingyu dan Wonwoo bertemu secara langsung. Selama itu pula Wonwoo harus terus mendengar keluhan Mingyu tentang dia yang merindukannya dan ingin bertemu. Karena keadaan yang masih tidak memungkinkan untuk Mingyu datang mengunjunginya, maka dia memutuskan untuk memberi kejutan dengan mendatangi pemuda itu di tempat kerjanya.

“Ini bukan karena aku merindukannya, tapi karena aku bosan mendengar rengekannya.” adalah template jawaban yang diberikan Wonwoo setiap kali ditanya alasan kenapa dia memutuskan untuk mengunjungi Mingyu. Meski akhirnya dibalas dengan cibiran tidak percaya, Wonwoo acuh saja.

“Dengan siapa Hyung berangkat?” tanya Jaemin saat bertemu Wonwoo yang sudah siap dengan tas punggung besarnya.

“Aku ke bandara dengan YiBo yang juga akan terbang ke China.” Wonwoo mengernyit bingung melihat Jaemin yang menjatuhkan kain di tangannya, “Kau kenapa?”

“YiBo Hyung sudah akan kembali ke China?” tanyanya. Matanya sudah terlihat berkaca-kaca, “Kenapa tidak memberitahu? Jahat sekali.”

Wonwoo buru-buru meralat, “Bukan, bukan. Dia hanya perlu menemui CEO agensi dan melakukan syuting iklan disana. Setelah itu dia akan kembali kesini sampai acara pertunangan Jungkook diadakan.”

SequoiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang