14. Baretan Aksara Hanguel

334 90 4
                                    

"De-dengan teman," jawab Uzma, agak terbata. Ia segera menangkup ponselnya dengan kedua tangan. Cemas akan Jaehwan yang bisa saja tetiba menunduk untuk membaca pesannya dengan Helwa.

"Lelaki?" selidik Jaehwan sembari menautkan kedua alis, menatap dalam wajah Uzma dengan dingin.

"Bukan," sanggah Uzma cepat.

"Jika bukan kenapa gestur tubuhmu cemas begitu, hmm? Kau sedang berkirim pesan dengan lelaki, 'kan? Siapa?" Jaehwan terus menyelidik dengan punggung yang masih dibungkukkannya.

Uzma meneguk ludah akan sikap Jaehwan yang justru berprasangka dirinya berkirim pesan dengan lelaki lain. Ini dengan Helwa, tapi jika menunjukkan chat-nya ke Jaehwan, jelaslah tidak bisa dirinya lakukan karena beresiko besar. Terlalu besar malah, bukan hanya diletak barusan membahas Changyi, sebab chat-nya dengan Helwa hampir selalu membahas sosok yang disebut Yusuf. Bisa-bisa kalau diberitahukan kepada Jaehwan, lelaki itu justru akan membacanya lebih jauh dari sekedar chat barusan, hingga ke titik dirinya belum bisa mencintai suaminya sampai yang ternyata ia adalah sosok Ray. Gawat sekali.

"Baik. Lihatlah, Suamiku yang manis," ucap Uzma seraya memamerkan layar ponsel ke wajah Jaehwan yang masih membungkuk di hadapannya. Memamerkan kolom chat-nya dengan Helwa dengan menutupi percakapan yang ada dengan telapak tangannya, melihatkan nama akun Helwa yang tertera.

"Jangan ditutupi, aku ingin membacanya, Istriku yang imut," cicit Jaehwan seraya menyipitkan netra untuk mencuri lihat chat Uzma.

"Tidak boleh. Ini urusan perempuan. Lelaki dilarang tahu!" sanggah Uzma seraya gesit memasukkan ponsel ke sling bag yang berada di sampingnya.

Jaehwan mendengkus. Mengangkat punggungnya yang membungkuk.

"Baiklah." Memilih mengalah.

"Dia penggemarku, ya? Profilnya fotoku," lanjutnya.

Uzma mengangguk.

"Apa yang kalian bahas? Kuprediksi, kau dengannya membahas tentangku barusan," ungkap Jaehwan. Bibir kenyalnya mengulas senyum jemawa.

Uzma mendengkus. "Bukan. Tidak berfaedah sekali membahas tentangmu. Aku kan sudah bilang ini tentang masalah perempuan," ocehnya dengan meraut sebal. Membenahi pucuk hijab cokelat susunya.

Jaehwan berbalik mendengkus. "Dasar Jenong!"

"Berhentilah meledek!" sungut Uzma, ingin berbalik mencaci Telinga Yoda, tapi ia tahan. Memilih mengambil botol air mineralnya, menenggak perlahan.

Jaehwan tertawa ringan mendapati Uzma bersungut. Menepuk kepala Uzma yang terbalut hijab cokelat susu.

"Mari kita pulang," ajak Jaehwan kemudian seraya mengulurkan sebelah tangan kekarnya.

Bukan otomatis memberikan sebelah tangannya pada uluran tangan Jaehwan, Uzma justru mengernyit. "Kau menyempatkan ke sini hanya untuk mengajakku pulang?"

"Iya. Ayo pulang," jelas Jaehwan. Sebelah tangannya masih mengulur.

"Bisakah sebentar lagi, aku masih betah di sini, Yeobo," tolak Uzma dengan halus. Wajahnya mengaura sungkan dengan rikuh. Tetap mengabaikan uluran tangan Jaehwan.

"Tidak bisa. Soalnya suamimu yang manis ini akan mengajak ke Daegu," sanggah Jaehwan, membawa-bawa sebutan barunya dari Uzma perihal suami yang manis.

Uzma mencicit. "Mwo? Suami yang manis?"

Jaehwan mengangguk mantap. "Kau yang menyebutku seperti itu barusan," belanya, "Suamiku yang manis." Mempraktikan bagaimana cara Uzma barusan menyebutnya. Tak tertinggal dengan ulasan senyum berlesung pipit.

KontrasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang