05. Tinkerbell

584 122 13
                                    

Mata cokelat tua Uzma yang mengenakan kaca mata cat eye membulat ketika menangkap penampakan di hadapannya adalah Jaehwan. Terkejut tak kepalang, sama halnya dengan kejadian di masa lampau. Sekitar tiga tahun lalu saat ia masih mengenyam ilmu di Seoul. Tepatnya di suatu malam, di tangga jalan Masjid Pusat Seoul, saat ia memberikan masker mulut warna hitam seseorang yang terjatuh--Jaehwan si pemilik masker itu.

"Yusuf Oppa ...."

Pun sama. Gumaman menyebut nama Yusuf terlesat lirih dari bibir kenyal Uzma seperti tiga tahun lalu. Bedanya, dulu mereka berdua sama-sama terkejut, tapi kini tidak dengan Jaehwan. Lelaki itu tak tersenyum manis dengan lebar seperti dulu hingga menampak sempurna lesung pipit yang dimiliki, tapi hanya ulasan senyum tipis. Wajah tegas ovalnya mengaura sendu, seolah-olah tengah tahu benar jika situasi bahagia bukanlah saat yang tepat di sini. Di rumah Uzma. Tegal, Jawa Tengah, Indonesia.

Benar. Bukan suasana bahagia yang tengah meraup penghuni rumah Uzma. Melainkan sedih sebab keadaan kehilangan yang sudah mencapai pada puncaknya. Ayah Uzma baru tadi malam meninggal, menjelang salat isha.

'Ini pasti mimpi. Cuman ilusi atau malah delusi, 'kan?' Mulutnya yang bergeming lagi, Uzma bertanya-tanya dalam benak.

"Annyeong."

Bongkahan terkaan Uzma hancur sudah oleh bibir kenyal Jaehwan yang menggerak, menyuara dengan nada bass khasnya. Ini membuat Uzma yang sedang duduk berhadapan dengan Jaehwan di sofa tiga seater ruang tamu, tersekat meja kayu, mengepalkan kedua tangannya yang terlampir di atas paha berbalut celana kulot putih.

Masih saja bergeming menatap sosok Jaehwan di hadapannya yang duduk berdampingan dengan sosok wanita umuran 50 dengan memakai hijab instan warna hitam. Nyonya Beom Noura, ibu Jaehwan yang bersebelahan duduk dengan anak perempuannya pula, Ahn Yoon Ah. Hingga gemingannya surut ketika sentuhan tangan hangat sosok Mama menangkup kepalan tangan Uzma. Membuatnya sadar agar jangan bersikap apatis.

"Hmm, annyeong, Oppa," sahut Uzma dengan canggung. Senyum tipis terulas di bibir.

Semua ini sungguh sesuatu yang berada di luar nalar Uzma. Pasalnya semua ini bukanlah hanya akan menjadi pertemuan biasa. Sekedar bertamu antar teman karib menyambung silaturrahmi. Bukan sesederhana itu. Melainkan perjodohan.

Malah bukan hanya sekedar perjodohan yang Uzma masih bisa mengelak untuk tidak mengindahkan, tapi lebih ke arah perjodohan mutlak yang tak bisa dirinya sangkal untuk mengatakan "tidak". Ia harus segera menikah pagi ini sebelum jazad ayahnya dimakamkan. Dengan anak lelaki dari sahabat Mama seperkuliahan dulu di Korsel. Sahabat Mama yang baru diketahui Uzma beberapa menit di belakang yang ternyata adalah ibu kandung dari Jaehwan. Sosok yang akan menjadi suaminya di bawah waktu satu jam ke depan.

Rasanya aneh sekali. Dunia terasa maha sempit seketika, tak seluas yang Uzma bayangkan sebelumnya. Tak seluas bagaimana dulu di tiga tahun lalu, saat memberikan masker mulut milik Jaehwan di balokan tangga jalan Masjid Pusat Seoul, lelaki berperawakan bongsor itu mengambilnya cepat, berterima kasih, lalu lesap. Membuat Uzma sadar jika dirinya tetaplah bukanlah apa-apa bagi sosok Jaehwan sekalipun bisa membuat alasan tetap menjadi penting karena ia adalah sosok fan. Namun, nyatanya itu tetaplah terasa semu. Dunia itu luas, sosok fan tetaplah tak bisa menggapai lebih dari sekedar posisi fan itu sendiri.

Sungguh, dunia ini sempit dengan kekuasaan-Nya, semua persepsi Uzma sebelumnya luntur dengan apa yang tengah terjadi di waktu setelah subuh. Ketika mentari mulai naik dari ufuk timur, menjelang dhuha. Saat kabut pagi mulai menghilang perlahan. Saat embun masih bermanja menggelayut di pucuk dedaunan.

Tamu spesial dan sosok lelaki yang akan dinikahkan dengan Uzma akhirnya datang sudah. Dialah Ahn Yusuf Jaehwan. Sosok idol yang akan menikahi fan-nya.

KontrasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang