36. Ulang Tahun Jaehwan

343 96 8
                                    

Agendanya, Jaehwan akan pulang menjelang berbuka puasa nanti sore. Uzma pun semangat memasak menu buka puasa spesial untuk Jaehwan.

Nasi briyani menjadi pilihan tertepat Uzma dalam memilih menu, soalnya pas di buka puasa pertama, suaminya itu memesan makanan khas India ini untuk menu buka puasa di hari kedua, yang mana belum sempat ia makbulkan.

Omong-omong, membuat nasi briyani cukup sulit, apalagi ini adalah kali pertamanya Uzma membuat. Namun, itu bukan masalah, dan yang terpenting Jaehwan akan menyukainya nanti, itu sudah lebih dari cukup membuatnya bersemangat.

Uzma sedang bergelut di dapur bersama Jihan Ahjumma membuat nasi briyani. Ia sedang menanak beras basmati yang dicampurinya dengan air lemon, garam, dan mentega. Aduk-aduk hingga rata, kemudian tinggal menunggu matang.

Sedangkan Jihan Ahjumma menumis irisan bawang merah di wajan, aromanya harum, lalu memasukan potongan ayam yang sudah dicampuri bumbu tertentu dan telah didiamkan selama 4 jam di kulkas sebelumnya, aduk-aduk hingga kuahnya mengental.

Masakan beras basmati Uzma sudah matang menjadi nasi aron, ia memasukkan satu sendok teh larutan saffron, aduk-aduk hingga rata.

Di sela-sela memasak nasi briyani, ponsel Uzma berdering. Ia pun beringsut mengambil ponsel, tertera nama Jingmi di layar. Ia mengangkat telepon itu, beringsut ke ruang keluarga.

"Apakah Jaehwan sudah pulang?" tanya Jingmi setelah menyapa dengan yoboseyo.

"Belum. Dia akan pulang menjelang berbuka puasa nanti. Sepertinya sorean dia pulang," jelas Uzma sembari menyeka poni rambutnya yang beringsut, pantatnya ia daratkan ke sofa.

"Oh, baiklah. Aku menguntitinya kemarin, ternyata selama ini dia tinggal di rumah Zahid Hyeong." Nada bariton Jingmi dalam telepon lebih jelas mengatakan itu.

"Oh, syukurlah, jika dia tinggal di sana selama ini," ujar Uzma sembari membenahi letak kaca matanya yang agak melorot di cuping hidungnya.

"Hmm. Sudah kuduga dia tidak akan pernah jauh dan Zahid Hyeong adalah salah satu orang yang selalu dipercayainya. Wajar saja jika dia tinggal di situ untuk sementara," ungkap Jingmi.

"Hmm ...."

"Uzma-ya ...."

"Iya. Ada apa?"

"Aku percaya padamu. Dan kau juga harus memercayaiku ...."

Bukan menjawab, Uzma memilih bergeming sejenak, lalu baru menimpal, "Jangan khawatir. Aku memercayaimu ...."

"Baiklah. Aku sudah lega, jika kau juga mau percaya padaku. Gomawo. Aku telepon hanya untuk memastikan semua ini. Sampai bertemu besok malam."

"Iya. Terima kasih kembali ...."

Sambungan telepon terputus.

Uzma menghembuskan napas panjang. Ada rasa bahagia yang tetiba menjalari sanubarinya. Telepon Jingmi barusan sungguh menjadikannya bertambah lega. Dan sesuatu itu ... semoga bisa terealisasikan dengan baik sesuai rencana. Ia sungguh sudah tidak sabar menunggu momen itu datang nanti, membayangkannya saja sudah cukup membuatnya tersenyum tanpa sadar. Bibirnya melengkung apik. Kedua bola matanya berpendar pancarona. Semuanya akan segera berakhir. Sungguh akan segera berakhir.

"Terima kasih, Oppa ...," gumam Uzma sebelum beringsut pergi ke dapur lagi, lantas melangkah ringan, meneruskan memasak nasi briyani untuk Yusuf-nya.

***

Untuk menyambut kepulangan Jaehwan, Uzma berdandan secantik mungkin. Ia pun mengenakan set abaya dan hijab khas Turki warna hitam dengan bordir warna cokelat muda--yang dibelikan Jaehwan kemarin saat di Istanbul.

KontrasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang