20. Telepon Larut Malam

310 86 0
                                    

Atmosfer mencekam menyusup ke sekitaran ruang keluarga apartemen Jingmi dalam larutan malam yang ada.

Kedua netra cokelat Jaehwan membulat.

Jantung Changyi mencelus setelah teriakan Jingmi, diiringi kedua netra cokelat Jaehwan yang membuka sempurna di hadapannya. Mendapati itu, ia menarik sebelah kaki yang tertekuk jongkok ke belakang, membuat jarak dengan Jaehwan, disusul sebelah kakinya lagi ke belakang hingga punggung bawahnya menabrak meja kayu yang ada.

"Apa yang akan kau lakukan, hah?! Jangan bilang kau ...," selidik Jingmi yang sudah berhasil melangkah mendekati mereka berdua, mencondongkan tubuh jangkungnya, menarik keras kerah hoodie hitam Changyi dengan sebelah tangan. Tak kuasa meneruskan kata berisi asumsinya akan tuduhan pada Changyi. Sebuah sangka menjijikan.

Jaehwan sudah berhasil mengangkat badannya, duduk. Menatap penuh curiga akan Changyi.

"Jangan menunduk, Pengecut!" cecar Jingmi penuh amarah. Lebih menarik kuat kerah hoodie Changyi hingga menyesak ke leher.

Changyi bergeming takut dengan menunduk. Rasa bersalah merundungnya. Membodohi dirinya sendiri akan sebuah niat yang barusan hendak dilakoninya.

"Apa yang akan kau lakukan padaku barusan, Changyi-ya?" Kini suara bass Jaehwan yang menanya. Menatap Changyi penuh selidik, curiganya bertambah besar. Sangka sudah bercokol di otaknya, tinggal mencari kebenaran, berharap sangkanya salah.

Bukan menjawab, Changyi malah semakin dalam menunduk. Ketakutannya memuncak hingga hidung mancungnya kembang kempis, napasnya berat, pendek-pendek.

"Angkat dagumu, heh!" perintah Jingmi sembari sebelah tangannya melayangkan satu pukulan ke kepala Changyi. Geram sekali.

Kali ini Jaehwan memilih diam menyaksikan perlakuan kasar Jingmi pada Changyi. Sangka yang tengah singgah di otaknya menjadikannya sungkan mencegah ulah Jingmi itu. Netranya terus mengilat penuh engkangan emosi.

"Katakan, apa yang akan kau lakukan padaku, Changyi-ya?" ujar Jaehwan.

Diawali meneguk ludah, akhirnya Changyi mengangkat dagu, memberanikan diri menatap balik Jaehwan yang tengah memperhatikan penuh ke arahnya.

Membisu sesaat dengan menatap Jaehwan penuh rasa bersalah yang semakin membesar saja, lalu bibir kenyal Changyi mulai membuka jawab, "Mianhae, Hyeong." Ucapan maaflah yang terlepas.

Kini tinggal jantung Jaehwan yang terasa mencelus, rahang kokohnya terasa ambruk ke lantai. Ia lemas mendapati permintaan maaf Changyi itu. Permintaan maaf yang akhirnya menjelaskan kebenaran sangkanya. Sebuah gerak bukan skinship pada sosok teman yang hendak Changyi lakukan padanya. Membuatnya seketika mual hanya dengan membayangkannya.

"Jeongmal mianhae, Hyeong," ulang Changyi sembari kedua tangannya meraih sebelah tangan Jaehwan untuk meminta maaf lebih khidmat.

Namun, Jaehwan segera mengalihkan kedua tangan Changyi itu yang menyentuhnya. Amarahnya sudah berhasil membakar perasaannya. Ia ingin segera pergi dari apartemen untuk meredakan panasnya amarah itu. Bergegas menyambar jaket semi parkanya yang terlampir di leher sofa. Keluar apartemen. Tak hirau akan Changyi terkena marah Jingmi lagi, entah dengan cara apa.

Malam semakin larut. Seiring dengan langkah panjang-panjang keluar dari apartemen Jingmi, perasaan rapper Dazzle itu pula kian berang.

***

Bukan skinship sebagai teman. Itulah yang membuat Jaehwan marah besar pada Changyi.

Ketika Jaehwan membuka mata, wajah Changyi begitu dekat dengan wajahnya yang sudah miring ke samping, membuatnya mengantensi jika Changyi hendak memberi kecupan di wajahnya. Ia sangat merasa terhina akan itu. Masygul berlebihan akan sikap tidak bisa menghargainya sebagai sosok normal.

KontrasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang