39. 24/7

402 101 4
                                    

"Ji-jingmi-ya ...." Jaehwan menyapa Jingmi dengan tergagap, buruk sekali. Masih saja belum percaya itu Jingmi, takut semua ini justru mimpi.

Jingmi yang sudah memerhatikan Jaehwan di tempat duduknya dari sepersekian detik lalu, tersenyum simetris. Mengangkat tubuhnya untuk menyambut kedatangan tuan rumah.

Jaehwan semakin linglung menatap senyum itu. Sebuah senyum tulus yang akhirnya direkahkan untuknya, setelah sekian lama.

"Jaehwan-ah ...."

Lagi. Jaehwan bertambah linglung saja mendengar nada bariton itu akhirnya juga mau menyebut namanya di belakang publik, setelah sepersekian tahun, tanpa drama pura-pura hubungan mereka baik-baik saja.

Membisu. Bukan menyapa lebih baik pada Jingmi, Jaehwan justru menoleh ke arah Uzma, bertanya dengan tatapan mata.

'Sungguhkah Jingmi tamu spesial kita malam ini, Yeobo?'

Uzma yang langsung paham kebingungan suaminya, tersenyum mengiyakan, diakuratkan dengan anggukan pelan.

"Jaehwan-ah ...." Suara bariton Jingmi menyebut nama Jaehwan lagi.

Fokus Jaehwan kembali pada Jingmi. Kedua bibir kenyalnya hendak mengatakan sesuatu, tetapi tertahan dengan polah Jingmi yang beringsut merangkulnya.

"Mianhae, jeongmal mianhae ...," maaf Jingmi. Rangkulannya pada Jaehwan semakin erat.

Jaehwan tetap bungkam. Masih sempat-sempatnya menerka-nerka dalam senyap. 'Ini nyata?'

"Maaf, atas hukuman adu panco kemarin. Dan maaf, aku sangat mendzolimimu selama ini. Sungguh maafkan aku, Jaehwan-ah ...."

".... Karena keegoisanku, aku menyalahkanmu. Karena kegoisanku, aku mengutukimu dengan kejam. Kau tidak bersalah, Jaehwan-ah, kau sungguh tidak bersalah. Akulah yang bersalah. Akulah muara kematian Changyi. Dia tertekan karena aku terlalu keras padanya. Dia depresi sebab terapi konversi yang aku paksakan. Aku sungguh telah membuatnya menderita, aku tidak benar-benar mendukungnya saat di masa sulitnya, yang ada hanyalah laku tidak ikhlas oleh bara api sebab kecewa, dengan memaksakan pengobatan-pengobatan itu."

".... Aku terlalu menekannya untuk bisa cepat sembuh, melupakan bagaimana sulitnya berproses untuk keluar dari lubang itu. Aku sungguh melupakan bagaimana diriku juga berproses dengan sangat sulit ... dari sebuah lubang kesalahan saat awal kita debut dulu itu." Jingmi mengatupkan kedua belah bibirnya. Rasa ngilu di dadanya semakin menyakitkan. Bukan hanya tentang penyesalannya pada Changyi dan Jaehwan saja kini, tetapi pada dirinya; tentang kenapa bisa melupakan proses maha sulit di masa lalu.

Sebuah proses untuk bisa keluar dari lubang penyimpangan yang dulu menjeratinya, saat awal debut Dazzle, sebab tercandu narkoba.

Proses melelahkanpun dilakoninya dengan penuh kehati-hatian agar tidak tercium agensi, apalagi publik. Yang jika terkuak tercandu narkoba, bukan hanya dirinya yang hancur, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk Dazzle yang populernya belum segemilang kini, bakalan tamat.

Dan pada akhirnya, ia pun lolos dari jerat itu dengan usaha lewat rehabilitasi outpatient treatment--perawatan rawat jalan. Tak luput dukungan member Dazzle lain, terutama Jaehwan.

Ah, kenapa bisa lupa?

Setelah tragedi Jaehwan mabuk, Jingmi yakin sekali semua itu akan menjadi masalah bagi istri Jaehwan. Membuatnya setelah pulang dari rumah, pertanyaan itu menggaungi kepala; 'kenapa bisa lupa?' yang berkelindan dengan problematika bersama Jaehwan.

Sebuah pertanyaan sederhana, tetapi begitu terasa menusuk, hadir menyadarkannya. Menyadarkan tentang proses itu yang sulit dan tidak bisa instan, layaknya Changyi. Seharusnya ia dulu harus maklum dalam berprosesnya Changyi yang tidak bisa berubah dengan cepat, terus mendukungnya dengan wajar, tidak terlalu keras seperti dulu.

KontrasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang