38. Tamu Spesial

351 102 6
                                    

Jaehwan sudah tidak sabaran menunggu siapa sosok tamu spesial itu. Ia barusan diberi clue oleh Uzma; jika tamu spesialnya malam ini adalah seseorang yang tidak pernah terpikir akan bertamu olehnya. Saat ditanya, apakah sosok itu aku kenal? Uzma malah menyebalkan menjawab, itu rahasia dan jangan banyak bertanya lagi, itu salah satu hukumanku untukmu. Alhasil, ia munurut sudah untuk tidak menanyakan apa pun lagi.

Setelah salat isha dan tarawih berjamaah, Uzma mengajar mengaji Sarah dan Amala. Selama bulan puasa, jadwal mengaji mereka berdua diganti; yang awalnya sehabis maghrib menjadi sehabis isha. Setelah habis mengaji dan Sarah-Amala sudah pulang, Uzma melongok Jaehwan yang masih duduk bersila di atas sajadah di musala rumah, nderes al-Quran.

Rasanya adem mendengar suaminya itu membaca kalam-kalam-Nya. Ia pun tergerak untuk lebih mendengar khidmat. Melangkah pelan tanpa suara. Duduk di belakang Jaehwan--tanpa disadari Jaehwan karena saking khusuknya. Mendengar suara dalam itu membaca surah Maryam dengan tartil.

Uzma pun memilih tetap duduk diam di belakang Jaehwan, hingga suaminya selesai tadarus.

"Sejak kapan kau di situ, Yeobo?" selidik Jaehwan tatkala beringsut meletakkan mushafnya ke lemari kayu yang ada, di bagan atas.

Uzma merekahkan senyum mendapati Jaehwan yang sedang berbalik hendak manaruh mushaf di lemari belakangnya. Menimpal, "Sejak tadi."

"Kenapa duduk di belakang dan tidak memberitahuku kau datang, hmm? Sarah dan Amala sudah pulang?" tanya Jaehwan, lalu beringsut menaruh mushafnya ke lemari, melepas peci miki hat abu-abu yang senada dengan kemeja lengan panjang yang dipakainya.

"Sengaja agar kau tidak tahu. Jugaan aku sungkan mengganggumu yang sedang nderes. Dan ya, Sarah dan Amala baru saja pulang bersama ibunya."

Jaehwan tampak mengangguk pelan, kemudian berjalan keluar musala rumah berdampingan dengan Uzma.

"Apakah tamunya sudah datang?"

"Belum. Kayaknya sebentar lagi."

"Baiklah, mari kita menunggunya."

Jaehwan menyempatkan mengganti pakaian dengan sweater rajut gradasi hitam-silver. Sedangkan Uzma melangkah ke dapur, membuat teh lemon dan menggoreng cireng yang adonannya sudah dibuatnya saat sore.

Fokus Jaehwan yang sedang membaca sebuah buku di ruang keluarga teralihkan ketika Uzma datang. Istrinya membawa sebuah nampan kayu yang diisi dengan teko keramik berisi teh lemon, 2 gelas cangkir keramik, sepiring cireng, dan semangkuk saus rujak.

"Wah, kau membawakan apa, Yeobo? Hidungku sudah dicumbui bau-bau gurih lezat saja," komentar Jaehwan tatkala Uzma meletakkan nampan ke meja kayu.

"Aku kan sudah bilang sebelumnya, jika aku membuat salah satu makanan Indonesia, namanya cireng," jelas Uzma sembari meletakkan sepiring cireng yang masih panas ke bagan meja hadapan Jaehwan.

Muka Jaehwan tampak serius mengamat makanan putih gepeng di piring. Meletakan buku yang barusan dibacanya ke meja. Langsung mencomot cireng saat Uzma menuangkan teh lemon panas ke 2 cangkir.

"Bagaimana rasanya?" tanya Uzma setelah duduk di samping Jaehwan.

Jaehwan menyempatkan menelan kunyahan cireng tanpa saus rujak yang ia makan.

"Wah, enak sekali. Gurih asin, krenyes tapi juga lembut. Pokoknya apa pun yang dimasak oleh istriku selalu terbaik." Jaehwan menjawabnya dengan antusias sembari memamerkan jempolan pada Uzma. Lalu mencocolkan cireng ke saus rujak.

Uzma merekah senyum dengan polah Jaehwan yang selalu berlebihan memujinya. Ikut memakan cireng dengan mencocolkannya ke saus rujak.

***

KontrasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang