Aku memperhatikan dari lantai atas, saat Pak Hakim dan keponakkannya itu lagi bicara berdua di sofa bawah yang biasa dijadikan tempat tidur bagi Pak Hakim.
Sikap dan tingkah cewek itu menurutku agak sedikit aneh. Kadang, dia terus melihat ke arahku. Malahan, tanpa malu dia lagi-lagi mengambil fotoku dengan kamera mahalnya itu.
Sepertinya apa yang sedang mereka berdua bicarakan itu, sangatlah seru sekali. Hanya saja, kenapa kedua orang itu bicaranya berbisik-bisik...?
Kalau dipikir-pikir, tidak ada kamar lain di rumah ini. Kalaupun Disty akan tinggal dan menetap di rumah ini, dimana nanti dia akan tidur...?
Pak Hakim beranjak dari kursinya, menuju lantai atas. Aku sudah siap dengan apa yang ia katakan. Aku sempat lihat, kalau Disty mengikuti di belakangnya, namun Pak Hakim malah menyuruhnya turun kembali dengan mata memelotot dan wajah seperti orang yang sedang marah.
Tapi anehnya, sikap Disty malah biasa saja. Dari bawah, dia malah dadah-dadah kepadaku.
"Juan ---"
"Maaf kalau aku sudah merepotkan bapak."
"Kamu tidak akan kemana-mana."
Aku kembali melihat Disty yang kini lagi mengatur sofa di bawah, dengan selimut dan beberapa boneka yang dibawanya.
"Yaaa, aku gak keberatan kok tidur dimana aja! Hhhiihii...!"
"Saya bisa jamin, kalau anak itu paling lama gak sampai seminggu bertahan di rumah ini."
"Om, aku mau order pizza ya...!?"
Pak Hakim turun lagi ke bawah. Dengan raut masam, dia mengambil tas ransel, dan barang-barang miliknya, lalu kembali lagi naik ke atas.
"Awas kamu, jangan sekali-kali berani naik ke atas!" Ujar Pak Hakim yang terdengar seperti sebuah nada ancaman kepada cewek itu.
Disty mengacungkan jempol kanannya, dengan mata yang terus tertuju pada layar laptopnya.
"Memang menyusahkan --" Pak Hakim bergumam.
"Maaf, pak."
"Bukan kamu, tapi anak itu."
Pak Hakim menggelar karpet, lalu mengatur bantalan, dan selimutnya.
"Bapak tidur di kasur aja. Biar aku yang di bawah."
"Jangan, Juan. Kamu aja yang di kasur."
"Tapi --- kasur ini masih cukup untuk kita berdua." aku tidak keberatan kalau Pak Hakim tidur denganku. Lagipula, ini kan rumahnya. Dan aku, hanya menumpang saja disini.
Pak Hakim sekarang sudah sibuk dengan laptop dan kerjaannya. Begitu juga dengan Disty di bawah sana. Karena aku gak ada kerjaan, aku memutuskan untuk meminjam salah satu buku eksiklopedianya Pak Hakim untuk dibaca.
"Hhhuhhh...!! Gak ngerti banget, orang lagi tanggung sih...!?"
Aku melihat ke bawah. Rupanya Disty lagi beranjak ke pintu depan. Entah, dia akan pergi kemana.
Syyuutt...
Aku agak terkejut, karena tahu-tahu kepala Pak Hakim bersandar di pahaku, dengan kedua matanya yang memejam dan jemari tangannya yang masih berada di atas keyboard laptopnya.
Sepertinya Pak Hakim sudah terlalu capek. Tadi saja dia pulang sudah hampir maghrib. Begitu sampai rumah pun, dia langsung membuka laptop dan mengerjakan pekerjaannya.
"Arrrgghhhh...!!"
Kali ini aku benar-benar kaget saat Disty berteriak dari tengah anak tangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Like Father Like Son
Teen FictionIni adalah kisah kehidupanku, yang seharusnya tidak pernah kuceritakan kepada siapapun... Ketika satu-satunya orang kumiliki, berlaku sangat tidak adil kepadaku... Hai, selamat datang di duniaku...