"Kamu siang ini langsung pulang kan?" tanya Om Pram saat kami semua sedang menikmati sarapan di meja makan.
"Iya, pi."
"Berangkat bareng, pulang juga harus bareng." Ujar Om Rico.
"Beres, pa."
Di depan Om Rico dan Om Pram, sifat Adnan sangat berbanding terbalik sekali. Dia begitu riang, ceria, dan --- terus menatapku dengan senyum di wajahnya.
"Cabut yuk --" Adnan bicara padaku. "Berangkat dulu ya, pa -- pi.."
"Dadah, akak...!!" Tapi anehnya, si kecil Junior tidak melambaikan tangan dan memberikan senyum pada Adnan. Melainkan padaku.
"Aku berangkat dulu, om. Selamat pagi."
"Hati-hati. Gak usah ngebut ya, Ad...!?" pesan Om Rico yang hanya dibalas sebuah jempol oleh Adnan.
Di dalam lift, kami tidak bicara apa-apa. Kuharap ini akan terus berlanjut sampai nanti kami tiba di sekolah.
Ting!
Pintu lift terbuka. Sesosok pria tinggi dengan kemeja putih dan celana hitamnya, berdiri di depan pintu lift, menatapku dengan satu alis terangkat.
Kualihkan pandanganku ke arah lain. Kini suasana dalam lift lebih mencekam dari sebelumnya. Aku merasa sangat sesak, dan bahkan nyaris kehabisan nafas.
Ting!
Akhirnya aku sampai juga di parkiran basement. Aku berjalan mengekor di belakang Adnan menuju mobilnya. Kuharap orang tadi tidak mengikutiku terus. Sebab, aku punya firasat tidak enak tentangnya.
Adnan menekan kunci mobilnya. Lampu depan mini cooper biru tua itu berkedip dua kali. Aku memang pernah lihat Adnan membawa mobil itu ke sekolah.
Hal di luar dugaanku terjadi. Ketika Aku sedang menunggu Adnan membukakan pintu untukku, tahu-tahu mobil itu langsung melesat meninggalkanku seorang diri di basement apartemen yang tidak kuketahui ini.
"Adnan ---" aku menghela lesu.
Sejauh mataku memandang, aku cuma melihat deretan mobil-mobil saja yang sedang terparkir. Tidak ada satupun tanda-tanda jalan keluar berupa cahaya matahari.
Mungkin, aku kembali saja naik lift tadi, dan ---
Tinnn...!
Sebuah lamborghini aventador kuning, berhenti menghadang jalanku. Sesosok pria keluar dari dalam mobil mahal itu.
Pria itu adalah pria yang tadi berada dalam satu lift yang sama denganku.
Dengan suara hak sepatunya yang terdengar jelas, dia berjalan mendekatiku.
Aku harus cepat-cepat pergi, sebelum sesuatu yang buruk terjadi ---
"Kamu dikecewakan lagi?"
Aku menghela sambil memutar bola mataku. "Uncle jangan sok tahu deh!"
"Dia naik mobilnya, lalu meninggalkanmu sendiri disini --- sebentar ---" dia menatapku curiga. "Mobil siapa yang dinaiki anak itu?"
"Ya mobil dia, uncle! Masa mobil presiden?!"
Tangan orang itu menjulur. "Lehermu --- apa yang terjadi?"
"Dicekik!" ujarku sambil menepis tangannya.
"Apa dia yang melakukannya?"
"Kenapa uncle bisa ada di apartemen ini?"
"Bagaimana denganmu, 'Tuan Muda Nakal'..?"
"Akak...!!"
"Gawat!" aku mendesis.
"Juan, kok masih disini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Like Father Like Son
Teen FictionIni adalah kisah kehidupanku, yang seharusnya tidak pernah kuceritakan kepada siapapun... Ketika satu-satunya orang kumiliki, berlaku sangat tidak adil kepadaku... Hai, selamat datang di duniaku...