11

1.6K 126 12
                                    

Aku lagi mencari-cari namaku, di setiap daftar kelas yang tertempel di mading sekolah. Meskipun kata Pak Hakim namaku ada di kelas 2.5, tapi tetap saja aku tidak begitu percaya dengannya...

Semangatku tiba-tiba hilang, ketika melihat namaku memang benar ada di kelas itu. Mataku rasanya berkunang-kunang. Membayangkan kalau aku akan satu kelas dengan 'mereka'.

'DOR!'

"Iky ---"

"Kita satu kelas kan?"

Aku menelan ludah. "Kamu di kelas 2.5 juga?"

Iky mengangguk. "Iya. Hheehee.." dia menjulurkan tangannya. "Teman baru..?"

Aku pun menjawab uluran tangannya itu dengan sedikit keraguan. Meski Iky orang yang baik, tapi tetap saja --- aku akan bertemu dengan 'mereka' selama satu tahun ke depan.

Aku dan Iky berjalan-jalan santai menelusuri tiap lorong sekolah. Sambil memperhatikan siswa-siswa baru yang sedang mendapat 'bimbingan' dari kakak-kakak kelasnya.

"Coba kalau misalnya kita masih jadi panitia, pasti kita gak bakalan bisa santai-santai gini."

Yang dikatakan Iky memang benar. Kalau kami masih jadi panitia, pasti kami sudah datang pagi-pagi sekali, dan sibuk sekali tentunya, mengurus ini dan itu.

"Juan, Kak Ben gimana?"

"Iky ---"

Aku melihat Kak Ben dan kedua sahabatnya itu sedang berdiri tak jauh dari barisan siswa-siswa baru. Aku baru sadar, kalau sifat ketiga cowok itu sangat berbeda sekali ketika sedang di sekolah dan saat sedang bermain game di kosannya Kak Ben.

"Beli minum yuk. Haus nih ---"

"Ayo, Iky."

Kantin di sekolahku memang sangat besar dan luas. Meskipun kelihatannya sangat ramai, tapi tetap saja masih banyak bangku kosong yang tersedia disini.

"Kamu mau minum apa, Juan?"

"Kamu apa?" aku balik tanya.

"Jus jambu kayaknya enak."

"Aku jus mangga aja kalau gitu."

Aku dan Iky harus sedikit bersabar karena kondisi si bapak penjual jus buah yang cukup ramai. Mungkin karena cuaca pagi ini cukup terik, jadi banyak yang ingin menikmati minuman dingin dan segar.

"Mas mau pesan apa?" Bapak penjual jus itu tiba-tiba menghampiri kami.

"Bukannya antri, pak?" tanya Iky.

"Gak papa, biar bapak catet dulu pesanannya."

"Jus mangga satu, sama jus jambu satu." jelas Iky.

"Ditunggu ya, mas. Duduk aja dulu."

Aku dan Iky kemudian memilih tempat duduk. Semua siswa yang ada di kantin saat ini, pasti bukanlah siswa yang masuk ke dalam organisasi OSIS, dewan siswa, maupun rohis. Karena saat ini, pasti mereka lagi sibuk menggojlok siswa-siswa baru di depan sana. Bukannya bersantai dan leyeh-leyeh di kantin, seperti kami berdua.

Hapeku berdering. Panggilan masuk dari Disty rupanya.

'Dimana, sayang?'

Karena suara Disty yang terdengar nyaring, Iky sampai menatapku tak berkedip.

"Di kantin, lagi minum ---"

"JUANNN...!!"

Aku menyengir kikuk, saat Disty berteriak memanggil namaku sambil melambaikan tangannya.

"Aduhh, panas banget ya ternyata sekolah ini --"

"Bukan sekolahnya, tapi udara Jakarta yang memang panas." aku tersenyum padanya.

Like Father Like SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang