Apa kalian pernah ngerasain, gimana capeknya setelah rapat persiapan MOS seharian penuh di sekolah, pulang basah kuyup kehujanan, dan sampai kosan --- mendapati seluruh kamar kosan basah dan tergenang air, karena plafon kamar yang jebol akibat sudah lapuk dan tua....?
Aku mengadu kepada si pemilik kosan, tapi dia pun gak bisa berbuat banyak.
Kamar ini memang kudapatkan dengan harga murah. Tapi, kalau akhirnya aku mengalami kejadian seperti ini --- lebih baik, aku tinggal di gudang sekolah aja.
Si pemilik kosan mengembalikan uang sewa yang sudah kubayar untuk bulan ini. Meski tidak penuh, aku pun tidak bisa protes padanya.
Dengan menitipkan barang-barangku di teras rumahnya, malam ini juga aku berkeliling untuk mencari kamar kosan kosong yang bisa kutempati. Agak mahal sedikit gak masalah, karena akupun hanya sementara saja menempatinya.
Aku mampir sebentar ke minimarket untuk membeli air mineral. Sambil hitung-hitung mengistirahatkan kakiku yang pegal.
Sambil memijat-mijat kakiku, aku memperhatikan hujan yang tidak kunjung mereda. Sekarang sudah hampir jam sepuluh malam. Kemana lagi, aku harus mencari kosan...?
"Baru pulang atau kabur nih...?"
Seketika aku menoleh. Rupanya orang yang mengajakku bicara itu adalah mas-mas penjaga minimarket.
"Baru pulang, mas."
Dia memberikanku secup latte hangat. "Jam segini kok masih keluyuran?"
"Tadi, habis rapat MOS di sekolah."
Dia balik lagi menuju meja kasir. Lalu mengambil sesuatu, yang entah itu apa.
Uap harum dari latte hangat yang ia berikan itu, malah membuatku mengantuk. Besok, aku harus ke sekolah lagi untuk rapat. Meski aku cuma ditunjuk sebagai seksi pembantu umum, tapi --- bisa dibilang, pekerjaankulah yang paling banyak dan melelahkan.
Dia tiba-tiba melepas topi putih yang kupakai. Lalu, dia mengeringkan kepalaku dengan handuk kecil yang dibawanya.
"Bisa masuk angin nanti."
Aneh kupikir. Padahal kami belum saling mengenal. Tapi, kenapa dia memperlakukanku seperti ini ya...?
Dia terlihat seperti orang baik-baik. Gerak-geriknya juga tidak mencurigakan.
"Benny." dia memperkenalkan dirinya.
"Juan." balasku pelan.
Dia menepuk-nepuk pundakku. "Udah malem. Lebih baik kamu pulang."
Aku pun bangkit dengan perasaan mengambang. Setelah keluar dari minimarket ini, aku lantas akan kemana...?
"Juan --"
"Iya, kak?"
"Kamu ada masalah?"
"Errnnggg ---" aku bingung sekali menjawabnya.
"Lagi ribut sama orang tua?"
Aku menggeleng. Jangankan ribut dengan mereka, makan malam bersama sambil tertawa saja aku sudah lupa bagaimana rasanya.
"Kak Benny tahu gak kosan yang murah?"
"Kosan?" Dahinya berkerut.
Aku menggaruk pipi. "Iya. Kosanku plafonnya ambrol. Kasur dan yang lainnya jadi pada basah."
Kak Benny melihat jam tangannya. "Aku closing jam sebelas. Nanti kamu balik lagi aja kesini."
"Kakak tahu ---"
"Sekarang kamu ambil semua barang-barangmu, sana..."
"Iya, kak!"
Rasa kantuk dan lelah yang sesadari tadi menyergapku, seolah lenyap begitu saja. Aku berjalan di bawah guyuran hujan, dan malam yang semakin larut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Like Father Like Son
Teen FictionIni adalah kisah kehidupanku, yang seharusnya tidak pernah kuceritakan kepada siapapun... Ketika satu-satunya orang kumiliki, berlaku sangat tidak adil kepadaku... Hai, selamat datang di duniaku...