"Sore, om ---"
Om Pram dan Om Rico cuma mengulas senyum tipis sambil memintaku untuk ikut duduk di ruang tengah.
Aku deg-degan sekali. Semoga saja mereka tidak curiga, apalagi sampai melihat bekas tanda kecupan Kak Idam dan Dria yang tertinggal di leherku.
"Juan ---" suara Om Rico terdengar pelan sekali. Gak seperti biasanya.
Apa mungkin, mereka tahu kalau aku sebenarnya gak menginap di rumah Pak Hakim?
"Junior ---"
"Junior sudah pergi, Juan."
Kalimat Om Rico itu membuatku keheranan. "Pergi --- maksudnya, om?"
"Junior tidak akan kembali lagi kesini."
"Kenapa, om...?!"
Ternyata firasatku saat itu memang benar. Bahwa mungkin, aku tidak akan pernah lagi bertemu dengan Junior yang polos dan menggemaskan itu.
Saat kepalaku menegak, aku melihat seperti ada sesuatu yang hilang di ruang tengah ini.
"Juan ---" Om Pram menyentuh tanganku.
"Apa ini semua karena aku, om?" Kusingkirkan tangan Om Pram dari pahaku. "Pertama, Adnan. Lalu Kak Benny. Dan sekarang, Junior. Kemana sebenarnya mereka, om...?"
Om Pram menitikkan air mata. Namun dia berusaha menyembunyikannya dariku.
"Juan ---" Om Rico menyodorkanku sebuah amplop putih.
"Apa ini, om?"
"Buka dan lihatlah sendiri ---"
Tanganku menjulur, meraih amplop putih itu. Dadaku terasa amat sesak. Memikirkan Kak Benny dan Junior, yang pergi dengan tiba-tiba.
"Anakku ---"
Kugulirkan bola mataku ke arah Om Pram. Kulihat tangis Om Pram makin menjadi. Tanpa kuduga, dia langsung memelukku dan --- memanggilku dengan sebuah panggilan yang...
"Anakku --- anakku --- anakku..."
"A ---"
Kurasakan tubuh Om Pram yang bergemetar hebat. Bahkan air matanya pun sampai mengalir jatuh ke pipiku.
Om Rico mengangguk dengan wajah tenang dan seulas senyum yang tak bisa kupahami makna dibaliknya.
"Hasil tes DNA ini membuktikan, kalau kamu --- adalah anak kandung dari --- Pram.."
"Pa ---"
'Akak, apip juga punya kotak musik yang seperti ini...'
'Hihi..., Akak Juan sama apip masa sama-sama gak suka kacang merah ya, apap...?'
'Kalau kamu ada masalah, cerita aja sama om. Jangan malah dipendam sendiri...'
'Om tidak keberatan kalau kamu dan Benny saling menyukai. Hanya saja, kalian ini kan statusnya masih pelajar. Perjalanan kalian masih panjang...'
'Gak ada, maaf-maaf!! Juan itu masih kecil! Gak sepantasnya kamu -- pacaran apalagi sampai berhubungan seks dengannya! Kalau sampai om lihat kamu macam-macam sama Juan, om usir kamu dari apartemen ini!'
"Karena aku, jadi kalian mengusir mereka?"
Om Pram melepaskan pelukkannya. Dengan sorot matanya yang sayu namun teduh, dia menatapku.
"Maafkan papa, Juan..."
"Aku sudah biasa hidup sendiri. Aku gak keberatan, kalau harus tinggal di kamar yang sempit dan gerah. Tapi, bagaimana dengan mereka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Like Father Like Son
Roman pour AdolescentsIni adalah kisah kehidupanku, yang seharusnya tidak pernah kuceritakan kepada siapapun... Ketika satu-satunya orang kumiliki, berlaku sangat tidak adil kepadaku... Hai, selamat datang di duniaku...