7

2.2K 147 7
                                    

Ada dua tangan yang sama-sama menjulur pada sebuah gantungan kunci berbentuk bola kristal, yang kalau digoyang-goyang bisa berubah warnanya.

Ketika tangannya yang besar dan hangat itu menutupi tanganku. Bodohnya aku, bukannya menarik tanganku, tapi malah memperhatikan wajahnya yang tegas dan ramah itu.

Dia tersenyum padaku sambil menarik tangannya. "Ternyata keduluan."

Aku tahu harga gantungan kunci itu sangat mahal. Tidak mungkin juga aku bisa membelinya dengan uangku.

"Aku cuma mau lihat, om. Permisi." kataku sambil mengangguk dan berlalu meninggalkannya.

Aku mencari-cari keberadaan Disty yang entah lagi dimana. Lorong demi lorong aku telusuri, sampai kemudian aku melihat dia lagi mengobrol dengan mas-mas penjaga toko asesoris ini.

"Bagus kan ya lampunya? Kalo malem bisa kelap-kelip kayak lampu disko nih.."

"Yang ini ya, kak?"

"Awas...!!" Disty refleks berteriak. Dan aku refleks menangkap tubuh mas-mas itu yang miring ke belakang.

Sebuah peristiwa memalukan pun terjadi. Bagaimana mungkin bisa, posisi aku yang menahan tubuhnya, dan malah harus berakhir dengan posisi bibirku yang mendarat tepat di pipi sebelah kanannya!?

Bahkan hanya beberapa senti lagi saja, bibirku dan bibirnya mas-mas spb itu akan bisa saling bersentuhan.

"Maaf, kak --" kata mas-mas itu dengan salah tingkah.

"Untung banget ada sodaraku, mas! Coba kalo misalkanya si masnya jatoh, terus kepalanya nancep di rak pajangan itu. Hhiiii, pasti darahnya muncrat kemana-mana. Dan mas akan masuk liputan berita kriminal terkini!"

Apa yang dikatakan Disty menurutku sangat berlebihan. Mana bisa kepala orang menancap di rak pajangan, padahal rak itu aja penuh oleh boneka.

Begitu mas-mas itu pergi, Disty langsung berbisik-bisik.

"Oke juga sih. Tapi --- agak-agak ngondek ya?"

"Ngondek?" aku balik menatap Disty dengan dahi mengerenyit.

"Titip ya, aku mau cari jam dulu."

Disty membeli banyak sekali barang. Ada sandal bulu dengan kepala berbentuk kepala hewan, bingkai foto, bandana, ikat pinggang, jepitan rambut, mug bermotif pelangi, dan masih banyak lagi yang lainnya.

"Kak ---"

"Astaga!" aku melompat kaget.

"Maaf, kak. Maaf."

"Iya, gak papa, mas."

Mas-mas itu kembali mendatangiku. "Terima kasih untuk yang tadi."

"Iya, mas."

"Kalau berkenan, ini untuk kakak --"

"Jangan, mas. Aku ---"

"Gak papa, kak. Sebagai tanda ucapan terima kasih."

Dengan kikuk, aku menerima hadiah berupa parfum di botol kaca berukuran kecil itu.

"Gak usah dibayar lagi ya, kak. Terima kasih untuk yang tadi. Permisi."

Aku sampai tak berkedip saat mas-mas itu mengedipkan sebelah matanya padaku.

"Psssttss ---"

"Disty ---"

"Cieee yang dapet hadiah."

"Ini parfum mahal, kan?"

"Mahal apanya?! Orang cuma delapan puluh ribuan..!" Disty kembali menggandeng tanganku. "Btw, kok kayaknya dia pas lagi bicara sama kamu beda banget ya?"

Like Father Like SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang