Sambil berharap kondisi Rendra baik-baik saja di Amerika nan jauh di sana, Ana sadar, bahwa hidupnya harus dilanjutkan, dengan atau tanpa kabar dari Rendra sekali pun. Sidang skripsi yang tinggal beberapa bulan lagi akan berlangsung, membuat Ana harus terus menatap ke depan, melanjutkan penelitiannya yang masih belum rampung.
Ana bertekad untuk melanjutkan semangat pantang mundurnya agar bisa sidang, dan diwisuda pada bulan Desember di tahun yang sama. Ana berpikir jangan sampai skripsinya tertunda. Jika skripsinya tertunda, artinya dia harus kembali membayar uang kuliah yang pasti membebani kembali orang tuanya. Ana harus bisa lulus tepat waktu agar bisa bekerja dan membantu orang tuanya yang masih harus menyekolahkan dua anak lagi.
Dari hari ke hari, selesai salat subuh Ana langsung membuka laptopnya, membariskan buku-buku referensi, dan membuka catatan-catatan laboratorium yang sudah dia rekap sejak dari kampus. Jika ternyata hasil asistensi dengan dosen pembimbingnya kurang baik, Ana rela begadang tidur larut malam dan bangun lebih dini agar segala macam revisi bisa diselesaikannya secepat mungkin dan segera mendapat ACC.
Pepatah mengatakan, memang proses tidak pernah mengkhianati hasil. Susah payah Ana fokus mengerjakan skripsinya, sedikit demi sedikit karya tulisnya itu semakin mendekati selesai.
Seluruh mahasiswa farmasi di tempat Ana kuliah melakukan penelitian skripsi secara dua tahap. Tahap pertama adalah penelitian di laboratorium, sedangkan tahap kedua adalah deskripsi hasil laboratorium. Karena penelitian laboratorium telah rampung. Ana harus membayar sejumlah uang penyewaan alat-alat laboratorium yang sudah dia pakai-yang nominalnya kurang lebih delapan juta rupiah. Pembayaran harus segera dibereskan sebagai syarat untuk mengikuti sidang akhir.
Ana sempat kaget dengan tagihan dari pihak lab tersebut. Dia tidak menyangka dan tidak juga mengecek besaran tagihan karena saking fokusnya pada riset. Meskipun ragu menjelaskan pada orang tuanya, akhirnya dia beranikan diri untuk berbicara terus terang langsung pada ayahnya. Untungnya, Pak Zainal bilang kondisi kedai rotinya sedang ramai dan sering dapat orderan banyak untuk acara besar. Jadi, tagihan penyewaan alat-alat lab itu bisa langsung dibayarkan lunas beberapa hari kemudian.
Sejak penelitian di laboratorium selesai, Ana memutuskan untuk menghentikan indekosnya. Ini karena dia tinggal membuat analisis dan deskripsi hasil penelitian saja, yang artinya segala urusan hanya tinggal dia dengan laptop dan dosen pembimbing. Karena pertemuan dengan pembimbing hanya seminggu sekali, Ana berpikir bahwa ke kampus pun hanya seminggu sekali. Itu berarti tidak perlu lagi tinggal di rumah kos, dia bisa bolak-balik rumah-kampus asalkan mau berangkat lebih awal.
Dan pada sore itu, dia kembali berkutat di depan laptopnya. Segelas es teh manis menemani hari panas dan skripsinya. Ana duduk di kursi teras rumah dengan buku-buku yang berserakan di atas meja. Jari-jemarinya lincah menekan-nekan tombol keyboard laptop 10 inci itu. Seakan, setiap jarinya sudah memiliki mata sendiri hingga tanpa perlu melihat ke arah keyboard, jari-jari itu sudah tahu harus bergerak ke arah mana. Mata Ana hanya fokus pada layar laptop dan sesekali melihat ke arah salah satu buku referensi yang dia buka di samping laptopnya.
Saat itu, tiba-tiba, dari kejauhan terdengar sayup-sayup suara sepeda motor yang berjalan menyusuri gang rumah Ana. Tak lama kemudian muncul dua orang berboncengan. Yang membawa motor tak bisa dikenali karena memakai helm full face, sedangkan yang diboncengi tidak asing, yaitu Bu Yani, ibu Ana.
Melihat ibunya membawa berplastik-plastik barang belanja selepas pulang dari pasar itu, Ana berdiri meninggalkan semua pekerjaan dan langsung berjalan menghampiri ibunya. Motor itu pun berhenti tepat di depan teras rumah Ana
Ana menyambut barang bawaan ibunya satu per satu yang nampak cukup berat. Bu Yani yang langsung turun dari motor itu tidak langsung masuk, malah berdiri di samping si pengemudi motor yang membantu menurunkan belanjaan yang digantung di sela-sela sayap motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
FARMAKOLOVA
RomancePada akhirnya Ana harus menunggu pujaan hatinya pergi ke negeri orang untuk melakukan penelitian guna menemukan obat kanker. Tetapi, lelaki itu lantas menghilang tanpa kabar. Janji Ana pada pertemuan terakhir membuatnya terbelenggu, akan menunggu...