JAMINAN KESEHATAN

293 12 0
                                        

Sambil memanggul tas sekolah bergambar Saint Seiya, seorang anak kecil memberhentikan laju mikrolet biru untuk menuju ke suatu tempat, tepat dari depan gang rumahnya. Tubuh anak itu gemuk gempal, rambut dicukur tipis berdiri, sekalian dengan kulit kecokelatan khas anak-anak yang sering main berlari-lari di lapangan.

Dengan uang dua belas ribu yang dikantonginya di saku sebelah kanan celana pendek, dia yakin bisa pulang kembali ke rumah asal tanpa beli makan dan minum di tempat tujuannya. Satu hal yang paling penting, misi yang diberikan ibunya hari itu dapat diselesaikan dengan baik.

Duduklah anak gempal itu di mikrolet kursi bagian belakang. Di pojok, bersebelahan dengan kaca mobil yang menyuguhkan pemandangan jalan.

Dalam pemberhentian di depan sebuah minimarket, mikrolet itu berhenti, ngetem. Beberapa menit kendaraan itu menunggu penumpang, dari mulai kosong, hingga lama kelamaan penumpang terus naik satu per satu sampai penuh. Seperti biasa, formasi enam-empat, ditambah satu penumpang yang duduk di kursi kayu sebelah pintu masuk membuat isi mikrolet penuh berdempet-dempetan.

Anak itu pun tetap setia menunggu sambil melihat-lihat mobil-mobil pribadi yang membuat wajahnya terdecak kagum.

Merasa kendaraan sudah terisi penuh, calo penumpang menepuk-nepuk bodi kendaraan itu dari luar sebagai tanda harus segera melanjutkan perjalanan. Akhirnya, mikrolet itu melaju menyelusuri trayek operasinya hingga pemberhentian terakhir.

Belasan menit berselang, anak itu melihat-lihat ke depan dan ke samping. Macet kota membuat mikrolet tetap melaju dengan lambat. Jarak yang harusnya bisa ditempuh sekian menit, menjadi melantur sesuka macetnya.

Merasa pemberhentiannya sudah sampai, anak itu menyeru ke sopir di depan, "Kiri...!!!" mikrolet itu pun memasang lampu sein kiri dan segera menepi.

"Misi...misi..." seru anak kecil itu pada para penumpang lain seraya menuju keluar pintu mobil.

Lantas, ia merogoh kantong saku kanannya dan mengeluarkan sejumlah uang dalam kepalannya. Uang itu, kumel terkepal. Melihat selembar uang sepuluh ribuan dan selembar lagi dua ribuan, anak itu menyerahkan uang yang sepuluh ribu. Sopir mengembalikan lima ribu sebagai uang kembalian. Kembali anak itu mengepalkan uangnya dan memasukkannya ke dalam saku.

Anak itu menengadahkan kepalanya ke atas melihat plang besar di suatu gerbang masuk yang bertuliskan "Apotek Mariana Farma". Dia melebarkan senyumnya dan langsung berjalan masuk.

Tepat di depan pintu masuk gedung apotek itu, si anak merasa ragu. Dia melihat ke kiri dan ke kanan. Dia mempelajari dulu apa saja yang perlu dilakukan di tempat itu. Dia lihat orang-orang lain yang datang dan memperhatikan mereka dengan saksama.

Setelah beberapa saat, anak itu memberanikan diri menghampiri seorang penjaga apotek yang menunggu di meja terdepan. Meja itu bahkan lebih tinggi dari si anak.

"Ada yang bisa dibantu, Dek?" Tanya wanita muda penjaga sebuah meja bertuliskan 'Tempat Penukaran Resep'.

"Aku mau ambil obat, Mbak. Buat mama." Jawab anak itu pada penjaga apotek sambil mengeluarkan beberapa carik kertas dari dalam tas yang rupanya adalah resep obat-obatan.

"Sini coba kakak liat dulu resepnya..." pinta petugas itu sambil mengulurkan tangannya. Selekas itu, resep pun berpindah tangan.

"Oh, BPJS ya... yaudah tunggu dulu sana, duduk dulu, nanti nama mamanya dipanggil ya... Kalau nama mamanya dipanggil, adek datang ke situ tuh yang ada tulisan 'pengambilan obat'... Siapa nama mamanya?" Tanya petugas itu sambil menunjuk ke salah satu loket di dalam ruangan apotek. Nadanya dimodifikasi seramah mungkin karena menghadapi anak-anak. Intonasinya diperjelas dan kecepatan suaranya diperlambat.

FARMAKOLOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang