Sejak menjadi penanggung jawab kelas pada mata kuliah Kimia Medisinal, Ana sering jadi sasaran teman-temannya jika ada hal yang perlu ditanyakan pada Rendra. Mulai dari mengonfirmasi kehadiran, menanyakan tugas, dan hal lain yang terkait dengan perkuliahan.
Hal itu menyebabkan komunikasi antara Ana dan Rendra terjadi cukup intensif. Bahkan, saat ada urusan tugas kelompok yang belum jelas, Ana dipaksa untuk menjadi perantara guna bertanya pada Rendra. Padahal, Ana bukan bagian dari kelompok tersebut. Namun dengan segala kerendahan hati, Ana tidak sungkan membantu teman-temannya. Terlebih lagi, Rendra selalu bersikap ramah ketika mahasiswa bertanya, baik melalui telepon langsung, maupun melalui media pesan di Whatsapp.
Perkuliahan di semester tujuh dari hari ke hari semakin berjalan seperti biasanya. Waktu terus melesat seperti anak panah yang dilontarkan dari busurnya, secara sengaja atau pun tidak, diinginkan atau pun tidak diinginkan. Hingga tanpa terasa, Ana dan teman-teman lainnya telah berada di Minggu ketiga. Uji laboratorium, pembuatan makalah, memburu artikel ilmiah dan membuat sintesisnya, sudah menjadi makanan sehari-hari para mahasiswa di kampus itu.
Fera sedang tidak masuk kampus hari itu. Acara pernikahan kakak pertama membuatnya izin dari perkuliahan selama beberapa hari karena harus pergi ke luar kota. Ana yang biasanya kemana-mana kadang bersama Fera, saat itu lebih menyendiri. Tapi memang sebenarnya dia lebih suka sendiri. Mengerjakan tugas sendiri, ke perpustakaan sendiri, dan makan siang pun lebih sering sendiri, kecuali sedang dalam pengerjaan tugas berkelompok.
Selepas perkuliahan, Ana menuju ke kantin untuk makan siang. Menu alakadarnya ala pesanan anak kos pun disiapkan oleh ibu-ibu kantin kampus. Nasi putih, sayur kacang panjang dan tempe goreng bagi Ana sudah sangat cukup untuk menemani makan siangnya. Hal itu dia lakukan guna mengirit pengeluaran. Jangan sampai lebih besar pasak daripada tiang.
Dalam seminggu, Ana dikirimkan uang pegangan tidak pernah lebih dari dua ratus lima puluh ribu rupiah. Uang pegangan itu harus cukup semuanya: makan, peralatan mandi, fotokopi, peralatan merawat diri, transportasi untuk pulang ke rumah, serta pernak-pernik kecil dan camilan, semua ditumpukan pada uang pegangan yang tidak besar itu.
Jika dibagi tujuh hari, berarti Ana harus bisa mengatur uangnya tidak lebih dari tiga puluh lima ribu rupiah dalam sehari. Ana lebih sering memilih untuk tidak makan pagi atau malam. Ironisnya, jika memang sangat lapar dan kondisi keuangan sedang memburuk, Ana sering memasak mie instan tanpa telur.
Menu yang dipesan tadi, sayur kacang panjang dan tempe goreng, sudah termasuk yang paling murah. Ana cukup membayar enam ribu lima ratus rupiah, makanan bisa didapat dan perut terganjal cukup lama sampai rasa lapar yang berikutnya datang. Ajaibnya, Ana selalu bisa menyisihkan uangnya hingga dia bisa membeli peralatan merawat diri di akhir bulan. Bahkan, kadang dia membawa kue-kue saat pulang ke rumah di akhir pekan.
Sambil menunggu pesanan diantarkan oleh ibu kantin, Ana pun membaca-baca kembali materi yang dia catat di buku. Lembar demi lembar dia balik sambil sesekali mendorong kacamata yang mengendur di pangkal hidungnya.
Saat Ana sedang serius membaca,
"Boleh saya duduk di sini, Ana?" pinta seorang pria yang tiba-tiba berdiri di depan meja yang Ana tempati. Tangan kirinya masuk ke saku celana dengan santai. Tangan kanannya memegang tali tas selempang yang dia sangkutkan di bahu kanan.
Ana menoleh ke samping tempat lelaki itu berdiri. Dia mengenal orang itu.
"Oh... Pak Rendra. Boleh, Pak, silakan. Maaf saya pikir siapa."
Rendra pun duduk tepat di hadapan Ana. Tas yang tadi menyangkut di bahu kanannya dia simpan pelan-pelan di sampingnya, di atas kursi panjang di mana dia duduk juga. Sebuah meja makan panjang ala kantin membatasi mereka berdua.

KAMU SEDANG MEMBACA
FARMAKOLOVA
RomansaPada akhirnya Ana harus menunggu pujaan hatinya pergi ke negeri orang untuk melakukan penelitian guna menemukan obat kanker. Tetapi, lelaki itu lantas menghilang tanpa kabar. Janji Ana pada pertemuan terakhir membuatnya terbelenggu, akan menunggu...