Imam Syafii, Radiallau'anhum, pernah berkata, "Merantaulah ke banyak negeri untuk mencari kemuliaan. Bepergianlah, dalam bepergian itu ada lima manfaat yang akan didapat: hilangnya kesusahan, mendapatkan penghidupan, mendapatkan ilmu, tatakrama, dan mendapat teman-teman yang mulia.".
Pernyataan beliau tersebut tentunya mengandung hikmah yang begitu besar. Siapa pun, yang berani melangkahkan kakinya untuk bepergian dan merantau di alam bumi ini, maka baginya akan dibukakan jalan dari segala kesulitan. Salah satunya termasuk kesulitan dalam menjalani hidup di era yang sangat kompetitif ini.
Tidak sedikit masyarakat di Indonesia meninggalkan kampung halamannya untuk mencari penghidupan baru. Jauh dari orang tua, jauh dari saudara, jauh dari teman-teman sepermainan, dan meninggalkan kenangan masa kecil nan indah. Semua dilakukan demi menggapai cita-cita, dan akan kembali ke kampung halaman setelah semua harapannya terwujud di perantauan.
Siang itu, matahari sangat tidak bersahabat bagi siapa saja yang secara nekat menantangnya bulat-bulat di luar ruangan. Terlebih, di Ibu Kota Jakarta. Panasnya cuaca seakan membakar setiap sel-sel kulit hingga mengering. Hanya orang-orang dengan desakan tertentu yang mau menabrak panas matahari siang itu. Salah satunya adalah Azhar.
Sinar ultraviolet dipancarkan di tengah hari yang membara, seakan berubah menjadi sinar laser. Panasnya bagai lightsaber dalam film Star Wars, dapat membakar apapun yang disentuhnya. Sedangkan Azhar, dalam posisi itu, dia sama sekali bukan keturunan Skywalker hingga sabetan-sabetan lightsaber tidak kuasa dia tepis. Dia juga bukan murid dari Sensei Yoda, sehingga tidak dibekali senjata canggih untuk berlindung dari sinar-sinar mengerikan itu saat berkendara di siang hari. Yang dia miliki hanya jaket kulit cokelat setengah kusam kesayangannya, dibantu sarung tangan motor jari telanjang yang celah-celahnya menjadi bulan-bulanan si ultraviolet, sang lightsaber. Walhasil, tangannya nampak belang-belang.
Azhar, sarjana komputer itu, telah dua tahun belakangan ini bekerja secara serabutan. Tidak sesuai dengan bidang keahliannya pun tidak mengapa, asalkan dia mampu membayar uang kontrakan dan makan sehari-hari, sambil menunggu panggilan kerja yang sesuai dengan bidangnya.
Azhar adalah seorang perantauan. Sejak kuliah jurusan Ilmu Komputer di Jakarta hingga menjadi sarjana, dia memutuskan untuk tidak kembali lagi ke kampung halamannya. Dia bertekad akan mencari pekerjaan di Jakarta, dan kalau bisa pun, memiliki rumah sendiri di Jakarta.
Untunglah, semalam dia mendapat kabar dari temannya bahwa sebuah perusahaan baru membutuhkan teknisi komputer lulusan S1. Tentu itu sesuai dengan latar belakangnya sebagai sarjana ilmu komputer. Penyerahan berkas lamaran sekaligus wawancara beberapa jam lagi akan ditutup. Azhar, dengan mengendarai motor matic merah kesayangan pemberian orang tuanya itu, berjalan perlahan sambil menengok ke kiri dan ke kanan, mencari alamat yang dimaksud. Jaket kulit berwarna cokelat itu nampak kering tersorot matahari, hampir tercium bau kulit terbakar saking lamanya ia di jalan, terpanggang.
Menyusuri jalanan Ibu kota dengan kecepatan yang tidak lebih dari 30 kilometer per jam, membuat Azhar seperti pemula yang baru belajar mengendarai motor. Ia hanya takut alamat kantor yang ditujunya itu terlewat. Batas waktu penyerahan berkas secara langsung dan sesi wawancara akan segera ditutup. Tidak lebih dari dua jam lagi.
Setelah cukup lama Azhar berputar-putar di wilayah Jakarta Timur, dia memutuskan untuk berhenti. Dia menelepon seseorang.
"Sob, yang mana sih kantornya? Gue udah muter-muter dari tadi gak ketemu-ketemu!" tanya Azar pada orang yang ditelponnya. Suaranya agak dikeraskan karena berbenturan dengan kebisingan lalu lintas.
"Lu sekarang ada di mana? Cari aja dulu LP Cipinang. Patokannya gak jauh dari situ, ada nama PT nya. Lu dari LP itu nanti ke arah Jakarta, jangan ke arah Bekasi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
FARMAKOLOVA
RomancePada akhirnya Ana harus menunggu pujaan hatinya pergi ke negeri orang untuk melakukan penelitian guna menemukan obat kanker. Tetapi, lelaki itu lantas menghilang tanpa kabar. Janji Ana pada pertemuan terakhir membuatnya terbelenggu, akan menunggu...