MUHAMMAD RENDRA (TAMAT)

541 19 0
                                    

Lima bulan berselang, pagi itu, pukul 05.00 selepas subuh, Ana melahirkan bayi laki-laki lucu di rumah sakit secara normal. Rasa sakit luar biasa ketika melahirkan bayinya, terbayar lunas dengan kebahagiaan tiada tara. Hidungnya persis meniru ibunya, mancung lancip dengan sedikit menukik ke bawah. Bayi yang lahir dengan berat 3,6 kilogram dan panjang 52 cm itu menjadi pelengkap kebahagiaan Ana dan Azhar dalam bahtera rumah tangga yang masih sangat panjang.

Azhar mengumandangkan azan di telinga sebelah kanan putra pertamanya itu. Air mata mengalir dari sela-sela kelopak mata Ana, di kiri dan di kanan. Suara azan yang parau menunjukkan Azhar pun tidak dapat menahan luapan emosi haru dan bahagia. Air mata menetes mengiringi suara azannya yang merdu. Azhar lama memandang mata anaknya. Memandang mata anak, seperti memandang masa depan. Memandang jiwa baru yang nanti menjadi pengganti jiwa-jiwa yang lama. Seperti itu cara alam kehidupan berputar.

Bu Yani dan Pak Zainal menyaksikan langsung gerbang pembuka kebahagiaan anak dan menantu kesayangan mereka dari sebelah kanan Ranjang rumah sakit yang dinding-dindingnya bercat hijau, khas rumah sakit yang pekat dengan bau desinfektan untuk meminimalisir kuman yang menyebabkan infeksi nosokomial.

Selesai mengumandangkan azan, bayi itu diletakkan di samping Ana yang masih terkulai lemah. Azhar mendampinginya duduk di sebelah kiri. Kamar rumah sakit golongan kelas I itu memang tidak terlalu luas. Terdapat dua sekat dalam satu ruangan yang digunakan untuk dua pasien dalam sekamar. Salah satunya diisi oleh Ana. Suster yang membantu merawat Ana dan bayinya keluar kamar memberi waktu keluarga itu untuk meluapkan kebahagiaan mereka beberapa saat, sebelum harus kembali membawa bayi itu ke ruangan perawatan khusus bayi baru lahir.

"Mau dikasih nama siapa, Na?" Tanya ibu padanya.

Ana menatap ke arah Azhar. Azhar hanya tersenyum dan mengangguk. Tangannya mengusap-usap kepala istri yang sangat dicintainya itu.

"Looh, kok malah liat-liatan? Sudah ada namanya belum?" Selak Pak Zainal menegaskan pertanyaan.

"Sebelumnya Ana sama Mas Azhar sudah sepakat Bu, kalau anaknya laki-laki, kami akan beri nama dia, 'Muhammad Rendra'...".

***

Kelahiran anak pertama, bagi siapa pun, menjadi berkah tersendiri untuk ibu ayahnya. Pun demikian dengan kelahiran Rendra kecil yang membawa keberkahan dan kebahagiaan juga untuk orang tuanya, Ana dan Azhar.

Untungnya, kantor tempat Azhar bekerja memberikan cuti bagi siapa pun suami yang istrinya baru saja melahirkan. Cuti tersebut diberikan selama waktu sepuluh hari kerja. Dalam kurun waktu itu, cukuplah Azhar menemani Ana di rumah mengurus Rendra kecil sampai kondisi Ana cukup pulih pascamelahirkan.

Selepas cuti itu berakhir, berganti Bu Yani yang sering mengunjungi Ana yang tentu belum memiliki pengalaman banyak dalam mengurus bayi. Azhar yang kembali pada rutinitas pekerjaannya pun dapat meninggalkan Ana dengan tenang karena ada mertuanya yang sering datang membantu Ana yang belum pulih betul di rumah.

Kembali berbicara tentang keberkahan tadi, banyak teman-teman kuliah Ana, saudara-saudara, dan rekan kerja Azhar di kantor yang datang berkunjung membawa berbagai macam kado dan sempalan amplop berisi uang untuk turut membantu keluarga Azhar dan Ana dalam menjalani formasi baru mereka dalam sebuah rumah tangga yang lengkap dengan anak.

Jauh di luar ekspektasi, hampir seluruh kebutuhan bayi sudah sangat terpenuhi dari kado-kado hadiah tersebut.

Tapi siang itu, saat Ana sedang sendiri menggendong Rendra kecil di rumah, datang seorang kurir mengantarkan paket yang ketika dilihat, ukurannya cukup besar dibungkus kertas kado berwarna merah bunga-bunga.

Ana yang melihat kiriman kado itu heran. Dia kira, hadiah-hadiah dari teman-temannya sudah selesai. Rupanya, sampai saat itu masih ada. Bahkan kado satu itu paling besar dari hadiah sebelumnya.

FARMAKOLOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang