Sekian lama Azhar memendam perasaannya pada Ana, akhirnya dia berbulat tekad untuk mengungkapkan segala yang dirasakan. Rasa cintanya tidak mungkin dia bendung lagi. Seiring berjalannya waktu, komunikasi, dan pertemuan-pertemuannya dengan Ana membuat perasaan di hatinya terus meletup-letup. Azhar inginkan Ana lebih dari sekedar teman, tapi menjadikannya seorang istri.
"Asalamualaikum, Dek, maaf apa aku ganggu waktunya?" Tanya Azhar melalui saluran telepon di sela-sela waktu kerjanya.
"Walaikumsalam, Nggak Mas. Kebetulan aku baru aja sampai rumah nih dari tempat kerja. Ada apa ya?"
"Nanti setelah isya, boleh aku mampir ke rumah? Ada hal yang perlu disampaikan?"
"Oh begitu, iya Mas ke rumah saja. Aku ada di rumah kok. Ada apa memangnya ya kalau boleh tau?"
"Hmm, nanti aja ya aku jelaskan. Agak susah kalau lewat telepon."
"Yasudah Mas. Gak apa-apa. Ditunggu ya!"
"Iya, Dek. Makasih ya!"
Azhar menutup teleponnya. Sore itu, dia kembali menuntaskan pekerjaannya dengan semangat pantang mundur.
Jam pun berputar terus tanpa pandang bulu. Akhirnya pekerjaan hari itu selesai juga. Sepulangnya Azhar dari kantor, bergegas ia menuju mes untuk membersikan diri dari keringat dan peluh yang menghinggapinya seharian. Pekerjaannya yang kini sebagai pengelola jaringan IT membuatnya mengerahkan seluruh pikiran dan raga.
Saat waktu yang ditunggu-tunggunya tiba, Azhar lekas mengganti pakaian yang lebih rapi. Minyak wangi di botol kaleng putih bertulis casablanca ia semprotkan di sekujur kaus Hammer biru berkerah yang ia kenakan malam itu. Setelah siap, ia pergi menuju rumah Ana menggunakan sepeda motor kesayangannya, menembus kegelapan.
Jangankan Azhar yang perjalanan dari mesnya ke rumah Ana terbilang lancar dengan jalan-jalan yang landai tak berlubang. Bagi orang yang jatuh cinta, jalan seterjal apapun akan dilewati. Hutan-hutan belantara diarungi. Samudera diselami.
Dari dulu memang begitulah cinta, setiap zat-zat yang terkandung dalam cinta membuat hormon oxytocin dalam tubuh manusia terproduksi berlipat-lipat. Hal itulah penyebab orang yang mengidap cinta kerap jadi pemberani bukan kepalang. Seperti para prajurit perang yang tidak takut mati saat melawan musuh-musuhnya.
***
Setibanya di kediaman Ana. Azhar diterima dan dijamu dengan baik. Dia duduk di kursi tamu teras rumah. Udara malam itu sejuk. Sangat pas untuk bersenda gurau di tengah keheningan. Memang, suasana di sekitar rumah Ana selalu sepi saat langit beranjak gelap.
"Wah, ada tamu. Gak di dalam saja Nak Azhar duduknya? Di luar banyak nyamuk!" Ucap Bu Yani sambil menyalami Azhar.
"Terima kasih, Bu. Di sini aja, adem soalnya." Jawab Azhar, tangannya menyambut tangan Bu Yani dan menciumnya mengenai hidung dan bibir. Seperti itu memang adab dan cara mencium tangan orang yang lebih tua. Tidak seperti anak zaman sekarang yang mencium tangan orang tua justru dikenakan ke bagian kening. Yang lebih parah, malah ada yang dikenakan ke pipi. Bahkan yang lebih miris lagi, tangan orang tua justru tidak tersentuh wajah penciumnya sama sekali, cuma didekatkan.
Bu Yani mempersilakan Azhar melanjutkan keperluannya. Tak lama kemudian, Ana datang menghampiri Azhar sambil membawa secangkir kopi hitam.
"Silakan Mas."
"Terima kasih, Dek!"
Azhar menerima kopi itu dan langsung menyeruputnya sedikit. Setelah itu, dia meletakkan cangkir kopi tersebut di atas meja. Ana duduk di hadapannya. Mereka hanya dihalangi oleh sebuah meja tamu yang di atasnya terdapat beberapa suguhan makanan kecil. Mereka mulai membuka perbincangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FARMAKOLOVA
RomancePada akhirnya Ana harus menunggu pujaan hatinya pergi ke negeri orang untuk melakukan penelitian guna menemukan obat kanker. Tetapi, lelaki itu lantas menghilang tanpa kabar. Janji Ana pada pertemuan terakhir membuatnya terbelenggu, akan menunggu...