23

1.3K 149 6
                                    

NB : prepare your tissue 🌧️

"Eunghh.." Yuna melenguh ketika kesadarannya mulai kembali.

Drrrk

Kedua kaki Yuna dirantai besi. Menyadari itu, Yuna segera sadar sepenuhnya.

"Sialan! Delen, Reon!" Yuna membelalakkan matanya begitu menengok ke samping.

Yuna berlari menuju mereka, namun kakinya begitu lemas hingga ia terjatuh ke lantai.

"Eh, Nana kau jatuh? Oh ya, aku lupa mengatakan kalau aku tadi sempat menyuntikkan obat agar kakimu lemas. Maaf ya?" Delen menatap Yuna mengejek.

Shit!

Yuna akhirnya menyeret tubuhnya dengan kedua tangannya. Ia berusaha menghampiri kedua kakak gilanya.

"You jerk! Hentikan semua ini, dan lepaskan dia!!" Yuna menatap sengit pada Delen yang sedang menjambak rambut seseorang.

"Yuna, menjauhlah!" orang itu menatap Yuna iba. Walau kesakitan, melihat Yuna seperti itu, jauh lebih menyakitkan

"Tidak Sean! Sean kau harus pergi. Aku tidak ingin kau terluka." Yuna meneteskan air matanya. Walaupun Yuna selalu cuek pada Sean, namun hanya dia yang selama ini selalu ada untuknya.

Menatap interaksi Yuna dan Sean membuat Delen dan Reon semakin geram.

Delen menyeret Sean dan melemparkannya pada kursi besi yang sempat Yuna duduki. Ia juga mengikat seluruh tubuhnya.

"Tidak Delen, hentikan!" Yuna kembali mendekat, namun rantai di kakinya telah mencapai batas.

"Nana, bukankah kami sudah memperingatkanmu untuk menjauhi lelaki? Apa kau lupa bahwa Sean juga lelaki? Dan jangan bilang..." Delen menatap Sean sesaat lalu menatap Yuna.

"Kami bahkan melihatmu tersipu hanya karena dia memberikan perban di kakimu. Dan karena dia, kau memberontak dan pergi diam-diam bersamanya!" Ungkap Reon dengan emosi.

Mendengar itu Yuna terkejut, itu berarti keduanya selama ini mengetahui apa yang ia lakukan setiap detiknya.

"Kau menyukainya?" tanya Reon mengintimidasi.

Deg!

"Aku, aku tidak menyukainya. Karena itu lepaskan dia, ya?" Yuna menatap Sean yang terkejut.

Maaf Sean, ini untuk menyelamatkanmu.

"Aku hanya menyayangi kalian. Aku tidak pernah sebahagia dan tertawa begitu lepas jika bukan dengan kalian." Yuna berusaha meyakinkan Delen dan Reon. Ia bahkan mendekati kedua kaki mereka.

"Benarkah? Kalau begitu, mengapa setiap hari selalu bersama dengan bocah sialan ini. Kalian bahkan pernah berpelukan?" Delen mendekati Yuna dan mengelus pipinya.

Mendengar itu Reon mengambil sebilah pisau dari meja bedah Reon.

"Tidak Reon, dengarkan aku!!"

Srat!

"Arghh!" Reon menyayat wajah Sean melintang. Pisau itu mengenai matanya, hingga darah merembes dari mata Sean.

"Sean!!" Yuna menangis, ia akui kenyamanan yang ia rasakan ketika bersama Sean bukanlah nyaman yang sederhana. Sean. Yuna mencintainya.

"Ya, benar seperti itu. Menangislah untuk pangeran bodohmu ini." Reon menghujamkan tusukan demi tusukan pada paha Sean.

"AKHHHH!" Sean kesakitan, rasanya ia ingin segera mati saja.

"Hentikan Reon! Delen hentikan dia kumohon! Akan kulakukan apa yang kau mau!" seketika Delen menyuruh Reon menghentikan aksinya.

"Benarkah apapun?" Delen dengan seringai psycopath nya mengusap bibir Yuna.

You Know I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang