4. Sesal

12.6K 799 12
                                    

~Happy reading~

Vote dulu yah temen-temen sebelum baca😉

***


Aksa berjalan cepat menuju rooftop rumah sakit, langkahnya begitu lebar dengan emosi yang jelas tampak dari wajahnya.

Brak

Ia membuka pintu dengan kasar, berjalan menuju pembatas pagar tangannya mencengkeram kuat besi itu seakan meluapkan emosi dalam tubuhnya.

"AAAARRGG! BANGSAT! LO BEGO AKSA! LO BODOH!" teriak Aksa. Penjelasan dari Papahnya benar-benar menampar Aksa, dirinya hilang arah seakan hidupnya tidak punya tujuan. Pikiran buruk yang berusaha ia enyahkan malah benar-benar terjadi.

Kejadian dua tahun lalu, menyebabkan adik kalian mengalami rasa ketakutan dan kecemasan yang tinggi. Terakhir kali sebelum Cia mengalami koma, kalian yang dia lihat dan saat itu bersamaan juga dengan Cia yang berusaha membela dan melindungi dirinya sendiri dari bahaya.

Perkataan papahnya masih terus terngiang-ngiang dalam ingatannya. Tidak bisa menghilang dan itu benar-benar menyiksa Aksa.

Aksa marah pada Tuhan, apakah tidak cukup dua tahun sebagai hukuman atas perbuatan yang ia lakukan? Lalu kenapa? Kenapa setelah waktu yang ia tunggu-tunggu Tuhan seakan menambah lagi hukuman pada dirinya.

Dia memang bodoh dulu tapi kini Aksa ingin berubah. Ia tidak akan melakukan hal yang membuat dirinya tersiksa lagi. Aksa ingin membuka lembaran baru dalam hidupnya, tapi sepertinya Tuhan masih mencari waktu yang pas. Tuhan masih ingin menghukum dirinya.

Tubuhnya luruh begitu saja seiring air matanya jatuh. Dadanya bergemuruh ia benar-benar emosi dengan kejadian hari ini.

"BANGSAT!" Aksa menonjok kuat lantai rooftop itu berkali-kali mengabaikan darah yang keluar semakin banyak. Mungkin jari-jarinya akan patah jika seseorang dari arah belakang tidak menghentikan aksi gila Aksa. Dia menarik kerah belakang Aksa untuk bangun berdiri.

"LEPAS!" ronta Aksa.

Bugh

Satu pukulan Aksa dapat dari Alfan pada wajahnya.

"MAKSUD LO APA!!" bentak Aksa tajam.

"LO YANG APA!" balas Alfan tak kalah keras. Ia mencengkeram kuat kerah baju Aksa, menatap tajam adik sepupunya ini yang sekarang menjadi gila.

"Lo pikir dengan lo kaya gini, adek bakal berubah? Traumanya bakal ilang?" tanya Alfan tajam.

Aksa menghempas kasar tangan Alfan dari kerahnya, menunjuk tepat wajah Abangnya. "Lo bilang kaya gitu, karena lo gak tau rasanya jadi gue. Lo gak tau rasanya menjadi orang yang paling ditakutin adek sendiri . LO GAK PERNAH TAU BANG!" murka Aksa.

"IYA GUE GAK TAU DAN GUE GAK PERNAH TAU!" Alfan menarik kembali kerah baju Aksa, "Karena gue gak pernah ngelakuin hal bodoh kaya apa yang lo lakuin ke adek dulu." Tangannya menghempas kasar baju Aksa, membuat tubuh pria itu mundur beberapa langkah kebelakang.

Perkataan Alfan berhasil membuat Aksa membeku di tempat. Benar ini salah dirinya, adiknya takut juga karena dirinya sendiri. Ia yang membuat semua ini terjadi, membuat adiknya perlahan menjauh yang benar-benar menyiksa hidupnya.

"Seharusnya lo mikir gimana caranya buat adek gak takut lagi sama lo. Bukan malah nyiksa diri lo dengan alasan lo kecewa sama diri sendiri," murka Alfan pada Aksa yang masih diam membeku.

"Kecewa boleh tapi inget nyiksa diri sendiri adalah hal paling hina dalam keluarga kita," lanjut Alfan kali ini melembutkan suaranya. Dia berjalan mendekati Aksa memeluk tubuh rapuh itu. Alfan tahu apa yang dirasakan kini pada Aksa, ditakuti oleh adik sendiri adalah hal yang paling menyakitkan dalam hidup mereka terlebih seseorang itu sumber cahaya hidup mereka.

Sorry Little SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang