11. Trauma

9.7K 704 27
                                    

~Happy reading~

***
Oke sebelumnya aku mau ngucapin makasih banget buat kalian yang udah Vote, dan aku juga gak nyangka kalo yang baca jadi naik gini hehehehe. Thanks banget pokoknya. Tetep dukung aku buat Vote yah.

"Iiih bukan begitu Liooo!" teriakan nyaring itu membuat seseorang yang namanya disebutkan merenggut kesal.

"Gimana lagi sih Cia?" keluh lelaki gemuk itu kesal.

"Kamu mah salah terus!" kesal balik Cia.

"Ck! Dari tadi kamu cuma bilang salah salah salah terus!" marah Lio tak terima.

"Ya kamu emang salah!"

Kata mutlak dari Cia, membuat lelaki itu menghela napasnya kasar. Sedari tadi mereka tengah membuat rumah Barbie milik Cia. Sudah satu jam namun rumah ala kadarnya itu belum juga jadi dan selama itu hanya diisi dengan perdebatan antara si cerewet dan si sabar.

Taman rumah sakit adalah tempat yang pas untuk mereka bermain, dikarenakan Cia yang kakinya masih belum pulih Arletta menyarankan agar mereka bermain boneka milik Cia. Saat itu Lio ingin sekali menolak, bayangkan saja dirinya lelaki, namun mengapa harus main dengan boneka cantik yang sayangnya seram dimalam hari.

Masih teringat dengan jelas di otak Lio saat di mana kakaknya Bela hanya bisa menahan tawa ketika dirinya dipaksa untuk mau bermain Barbie dan parahnya dia tak bisa menolak lantaran tatapan melas dari Cia yang membuatnya hanya mengangguk pasrah.

Jangan salahkan Lio jika membuat rumah Barbie saja tak bisa, kalian harus salahkan Cia yang memiliki rumah-rumahan Barbie yang sangat besar bahkan bisa dimasuki kedua remaja tersebut. Dan yang membuat Lio tambah kesal adalah mengapa rumah Barbie itu harus mereka susun terlebih dahulu? Bisa kalian bayangkan perasaan Lio bagaimana sekarang?

"Aku cape, kamu aja deh. Dari tadi nyuruh doang, aku kan gak pernah main kayak gitu jadi gak tau nyusun nya gimana!" jelas Lio sambil mengusap keningnya yang sudah penuh dengan keringat.

"Iiih makannya itu aku ajarin Lio!" sergah Cio, dengan peduli dia mengambil tisu dan mengusap ke dahi temannya.

"Kamu mah bukan ngajarin, tapi nyuruh-nyuruh terus! Udah marah-marah lagi," bantah Lio.

"Aku gak marah-marah!" kesal Cia tak terima.

"Itu marah,"

"Enggak!"

"Iyah!"

"Enggak!"

"Iyah!"

"Enggak Lio,"

"Iyah Cia,"

"Kamu ngeselin!"

"Kamu nyebelin!

Dua remaja itu terus berdebat, tak sadar dari arah kejauhan seseorang memandang mereka bingung.

"Lio kenapa?" gumam Bela pelan. Membuat seseorang di samping menengok ke arahnya.

"Ada apa?" tanya lelaki itu dengan raut bingungnya.

"Dokter, maaf mungkin pembicaraan kita sampai sini dulu, ada hal penting yang harus saya lakukan sekarang," ucap Bela saat melihat adiknya yang masih berdebat.

"Kenapa? Ada hal serius?" tanya Zainal, dokter ahli saraf.

Bela tak menjawab matanya terus menatap dua sejoli itu dengan bingung. Lio sama siapa? Pikir Bela, karena yang menjadi lawan bicara Lio membelakangi Bela sehingga dirinya tak bisa untuk melihat wajah itu. "Dokter maaf saya pamit, permisi." Setelah mengatakan itu Bela berlari menghampiri adiknya.

Sorry Little SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang