6. Saat itu 2

11K 803 4
                                    

~Happy reading~

***

Derap langkah kaki mengalihkan atensi Sean dan adik-adiknya. Dilihat seluruh keluarganya berlari dengan raut penuh kekhawatiran. Sean, Daniel, Arka dan Kenzo berdiri dengan kepala tertunduk.

Arletta berjalan menghampiri putra sulungnya, mencengkeram lengan kemeja Sean erat. "Kenapa bisa begini bang? Cia ... Cia ... kenapa? Hiks ... Apa yang terjadi hiks," tanyanya diiringi isak tangis.

"Ini salah Sean, maaf Mah," ungkap Sean pilu. Ketiga adiknya menatap abang mereka sendu, ini semua salah mereka bukan hanya abangnya.

"Ini salah kita semua bukan cuma bang Sean," sahut semua adiknya bersamaan. Alex mengernyitkan dahinya bingung lantas ia berjalan mendekati seluruh putranya.

"Jelaskan," pintanya tegas. Sean mendongak dan ia mulai menceritakan semuanya. Di mana mereka yang baru pulang disuguhkan Cia yang mendorong Lola, lalu memarahi adiknya dan menghukum diderasnya hujan dengan berakhir Cia yang tertabrak karena dirinya usir.

"SIALAN!" bentak Steve marah, mencengkeram kuat kerah Sean. "MAKSUD ABANG APA?"

Bugh

Satu pukulan Sean dapat dari adik sepupunya. Steve tidak peduli jika yang ia pukul Abangnya dan dia juga tak peduli harus melanggar tata krama dalam keluarganya. Yang jelas Steve marah pada Sean yang mudah percaya pada gadis licik bernama Lola. Steve dan adik-adiknya memang tidak pernah menyukai Lola di awal mereka bertemu, entah mengapa insting mereka menyatakan bahwa Lola adalah gadis yang penuh kelicikan. Namun mereka harus menelan ke tidak sukaannya demi melihat Patricia bahagia. Itu pun hanya di depan Cia selebihnya Steve selalu menujukan tatapan dingin pada Lola.

"Ini yang Steve takutin dari awal, kalian bakal ke makan tipu muslihat gadis licik itu," desis Steve

"Tapi Lola gak licik Bang," bantah Kenzo. Alfan yang mendengarnya naik pitam dia berjalan menuju Kenzo mencengkeram leher adiknya sampai tubuh lelaki itu menghantam dinding rumah sakit.

Mereka yang melihatnya membulatkan mata terkejut, berusaha untuk melepaskan cengkeraman Alfan dari leher Kenzo. Namun, bukan dilepaskan Alfan semakin kuat mencekiknya. Daniel mendorong tubuh Alfan, saat melihat Kenzo benar-benar sulit untuk bernapas.

"APA? ABANG GAK SUKA ALFAN CEKIK BOCAH SIALAN INI!" murka Alfan. Alex dan Robert tidak berusaha untuk menengahi anak-anak mereka. Karena setelahnya anak-anaknya ini akan mendapatkan hukuman yang jelas sudah melanggar peraturan keluarga mereka. Lain dengan Arletta dan Rossa yang terus menangis dengan pikiran kacau.

"Kenzo bisa mati Alfan," balas Daniel tajam.

Alfan mendecih sinis, "Terus abang gak mikir? CIA BISA MATI BANG! DAN ITU KARENA KALIAN!" marah Alfan di akhir ucapannya.

"Gue tanya sama lo Kenzo, apa yang buat lo yakin kalau Lola gak licik!" tunjuk Alfan tepat di depan wajah Kenzo.

Kenzo menghempas kasar tangan Alfan mencengkeram balik kerah baju Abang sepupunya itu. "Karena gue yang selalu di rumah. Dan gue tau apa yang selalu dilakuin Lola dan Cia!" tutur Kenzo marah.

Malvin terkekeh sinis mendorong Kenzo yang masih mencengkeram kerah Abangnya. "Gue kasih tau sama lo, gue harap lo gak lupa siapa Opa," ucapnya sambil menepuk bahu Kenzo. Malvin berharap Kakeknya segera datang dan melihat apa yang dilakukan cucu bodohnya itu.

Dua jam sudah mereka menunggu, namun tidak ada tanda-tanda dokter akan keluar. Bahkan Arletta dan Rossa hanya bisa terduduk dengan lemas di pelukan suami mereka masing-masing dengan masih setia menunggu pintu di depan itu terbuka.

Sorry Little SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang