12. Usaha

8.3K 646 118
                                    

~Happy reading~

***


Bela sadar setelah kejadian di taman dua hari itu, Cia lebih sering memperhatikan sekitarnya. Entah apa yang gadis kecil itu lihat, matanya seperti mengawasi sesuatu yang berbahaya. Rasanya Bela benar-benar penasaran apa yang telah terjadi pada gadis kecil itu dimasa lalu. Tapi dirinya sadar diri, siapa Bela ini? Hanya orang asing yang kebetulan bisa dekat dengan mereka.

"Ck! Gak bisa gak bisa! Aku harus tanya ke siapa Tuhan?" Bela menghempaskan tubuhnya pada kursi kerja di ruangannya. Pusing memikirkan sesuatu yang membuatnya penasaran setengah mati.

"ARRGGHH Benci banget asta-"

"Permisi?"

"Eh?" Mata Bela membulat terkejut saat melihat siapa orang yang datang ke ruangannya, dia menutup mulutnya yang menganga lebar, memperbaiki duduknya yang memalukan. "Maaf?" Bela berdiri saat seseorang di depannya tak kunjung duduk.

"Se-sebelumnya dok-dokter ada keperluan apa yah?" tanya Bela gugup. Orang itu terkekeh kecil dan menggelengkan kepalanya.

"Tidak, saya hanya ingin berkunjung," balas orang itu. Kakinya melangkah pada jendela dalam ruangan Bela.

Bela mengernyitkan dahi bingung. Aneh, pikirnya.

Lama mereka terdiam, Bela yang sibuk mengurus berkas-berkas pasiennya sedangkan tamu yang tak diundang itu sibuk dengan acara melamunnya. Tapi sungguh dari seratus persen Bela hanya fokus nol koma lima persen dari pekerjaannya ini. Matanya gatal sekali ingin melirik apa yang dilakukan orang itu. Sampai tiba-tiba-

Brak!!!

Bela menggebrak meja kerjanya kuat sampai seseorang yang berada sama di dalam ruangan itu terkejut. "Ada apa?" tanya orang itu menghampiri Bela.

Bela menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, sebelum membalas pertanyaan orang di depannya ini Bela melebarkan senyumnya. "Eh? Hahahaha, tidak ada apa-apa. Saya ... saya hanya merasa terlalu ... terlalu ... terlalu bersemangat, yah! Bersemangat hehehe," kekeh Bela canggung. Demi Tuhan Bela menyumpah serapahi dirinya yang bodoh ini, benar-benar memalukan.

Orang itu mengangguk ingin kembali pada tempat semulanya tadi, namun belum sempat melangkah Bela sudah lebih dulu mencegahnya.

"Dokter Daniel sebenarnya ada keperluan apa?" tanya Bela cepat, mengesampingkan malu dan takutnya.

"Kamu kenal saya?" Bela menatap tak percaya orang di depannya ini.

"Hah?" tawa Bela pecah dengan keras. Sungguh? Orang ini bertanya apa dirinya mengenalnya?

Brak!!!

Lagi-lagi Bela menggebrak meja keras, menatap serius Daniel di depannya. "Tidak, saya tidak mengenal Anda, kalau begitu dengan berat hati saya katakan silakan keluar dokter." Bela tersenyum paksa menatap orang di depannya, walau Bela benar-benar penasaran maksud tujuan orang itu ke ruangannya, tapi ini lebih baik daripada dokter pujaan kaum hawa itu hanya berdiam diri seperti orang bodoh. Oh atau dirinya yang bodoh?

Daniel tak menjawab, dia mengangkat satu alisnya menatap Bela seolah tak percaya apa yang gadis itu ucapkan. Bela tertawa remeh, hah benar-benar. "Ya! Saya mengenal Anda dokter, lagi pula siapa yang tidak mengenal dokter dengan apresiasi yang tinggi ini? Hanya orang bodoh di sini yang tidak mengenal Anda, bukan?" tekan Bela.

"Dan dokter tau? Sudah banyak perkataan yang saya ucapkan dengan tidak sopan. Dokter tau karena apa?" Daniel menggeleng diam.

"Karena Anda benar-benar membuat saya penasaran, sedari Anda masuk lalu melamun di jendela dengan waktu yang cukup lama, dan hanya berdiam diri tanpa mengatakan apa-apa. Apa sepayah itu rumah sakit ini sampai Anda tidak bekerja? Atau pasien rumah sakit ini sudah sehat semua? Oh Tuhan, sebe-"

Sorry Little SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang