Bab 2. Dikecewakan Lelaki Lagi

1.4K 52 1
                                    

Ternyata lelaki yang datang itu teman dari calon suami Ningsih, memberitahukan kepada Ayu bahwa kakaknya tidak bisa mengambil motor nanti pulang soalnya dia diajak Hamdan dipastikan pulangnya akan diantar, mereka sedang pergi memilih baju pengantin. Mendengar penjelasan dari sosok lelaki yang bernama Ilham itu. Sebelum Ayu mengiyakan, Ilham menjelaskan lagi meminta agar dia diantarkan ke tempat kerja Ningsih oleh Ayu.

Karena dia datang hanya dengan satu motor. Lagian di desa terpencil masih asri dengan hutan sangat jarang namanya ojek. Terpaksa Ayu pun mengiyakan, tapi sebelum berangkat dia meminta Ilham menunggu di dalam rumah, mengingat Ayu belum melaksanakan solat duhur. Selesai solat dan berganti baju tanpa mandi, mereka segera ke luar. Tadinya Ayu yang siap mengendarai, tapi Ilham menolaknya biarkan dia yang membawa.

"Cewek mah duduk manis aja," katanya.

Sepanjang jalan Ilham orangnya asik, selalu menanyakan apa pun yang bisa Ayu jawab. Tidak jauh lagi mulai PDKT. Mendapati teman se-frekuensi Ayu terus meladeni guyonan lainnya. Hingga, motor matic butut itu berhasil melewati beberapa lubang jalanan tanah, sekitar setengah jam sebelum masuk jalan beraspal, memang desa pedalaman jalannya masih alami oleh tanah. Dipastikan jika hujan, akan licin dan lubang-lubang yang bertebaran akan diisi air hujan
.
Sampai di jalan beraspal Ayu mengembuskan napas lega. Ia jadi lebih kenal sosok Ilham sekarang, sebagai teman dekatnya Hamdan calon kakak iparnya. Tidak butuh waktu lama, mereka sampai di depan sebuah ruko tempat Ningsih bekerja. "Gua traktir mie ayam, kuy!" ajak Ilham, tidak ada salahnya Ayu menerima tawaran langka itu.

Kedatangan mereka berdua segera disambut ramah oleh tukang mie ayam yang terbiasa mangkal di sana. Ayu pun duduk di samping kanan Ilham, cuaca jelas menandakan tak lama lagi akan hujan, tapi Ayu tetap diam di tempat siap menunggu mie ayam gratisnya.

"Terus lu gitu aja mau disuruh nganterin motor?" tanya Ayu.

Ilham menoleh. "Ya gak masalah, walaupun gua tadi celingak-celinguk nyari rumah Ningsih yang mana."

"Udah deket banget kali, ya, sama siapa calon kakak ipar gua?"

"Hamdan."

"Iya, tuh!"

Dua mangkok mie ayam yang tak pernah Ayu nikmati sudah ada di depan mata. Aroma ayam dan bumbu khasnya membuat perut yang mampu diisi tempe dan ikan asin berjoget ria. Seketika Ayu mengingat ibu dan bapaknya. Kasian pasti makan sore mereka sama tempe lagi, tapi ini rezekinya. Jadi, dia harus menghabiskannya di sana. Setelah satu suapan sudah dikunyah di mulut, rasanya Ayu berasa ada di surga. Bayangkan! Dia tidak pernah makan cuma-cuma mie ayam yang entah berapa harganya karena belum pernah beli.

Ilham di sampingnya kebanyakan memainkan ponsel, mungkin main game kali, ya? Ayu terus menebak-nebak, sampai tatapannya tertuju menatap sebuah cincin melingkar di jari manis. Maksudnya apaan coba? Sebelum Ayu mulai kepo, dia segera menyuapkan beberapa mie ke mulutnya, lalu meneguk air teh cepat. "Eh, cincin apaan, tuh?" tanya Ayu, sambil menunjuk.

Ilham tesenyum kecil, lalu menjawab, "Cincin tunangan."

Dilepasnya cincin itu, lalu memperlihatkan goresan di dalamnya. I & I Ilham terkekeh lalu menjelaskan, itu singkatan dari Ilham dan Ika. Ayu tidak mampu membalas apa pun, untungnya Ilham langsung melanjutkan ucapannya. "Kemarin gua sama Hamdan, barengan lamar cewek yang disuka. Gua tuh udah ngalah loh nunggu dia sampe dapet cewek, mungkin lima bulan! Taulah, gimana deketnya gua ama dia sahabatan dari SD, sampe tunangan ama kawin aja harus sama!"

Panjang lebar Ilham menjelaskan. Ayu hanya mampu membalas dengan senyum menyakitkan. Jadi, maksudnya apa tadi mereka saling bertukar cerita? Nanyain hobi sama tipe masing-masing tentang pasangan? Rasanya Ayu memang harus melenyapkan rasa suka kepada semua laki-laki! Bodoamat mau dikira jomlo ngenes juga. Tak sempat ia menyela cerita yang lain, Ilham kembali melanjutkan indahnya bersama sang tunangan.

Sebelum Ayu pamit pulang karena muak mendengar ocehan Ilham, suara guntur menggelegar. Seketika rintik hujan datang beruntun, lebat! Ayu menyerah pasrah, harus terkurung di tenda tukang mie ayam dengan Ilham yang tak habisnya memuji calon istrinya.

"Dia juga mau nunggu, katanya gak masalah barengan sama sahabat gua nikahnya. Pokoknya gua makin sayang, tapi ya sekarang dia gak bisa ikut, soalnya masih harus kejar revisi skripsi."
Kuliah? Itu bukan Ayu namanya. "Gitu." Sekarang Ayu hanya merespon tanpa rasa semangat, menggelora seperti di perjalanan tadi.

Ilham kembali tersenyum. "Lo, kayaknya gak main hp mulu? Gak punya pacar apa?"

"Haha! Pacar gua jam segini lagi sibuk main basket, gua chattan-nya nanti malem palingan," balas Ayu menahan raut wajahnya agar kentara asli punya pacar, padahal dia 'kan jomlo.

"Wih, anak basket? Pantesan gak ngajak main apa gimana?"

Sial, Ayu ingin sekali menendang mulut tanpa filter itu. "Ya, gua mainnya palingan pulang sekolah atau malem juga bisa. Lagian, kalo keseringan ketemu malah bosen, gua!"

"Semoga sampe ke pelaminan, ya, gua juga suka banget sama cewe gua ya—"

"Gua pulang aja, ya! Gak masalah hujan juga, lagian ada jemuran yang kagak keangkat!" potong Ayu.

"Lah, jangan dong nanti lu sakit gimana." Ilham melongok ke luar, benar-benar masih lebat. "Udah, diem di sini."

Namun, Ayu tidak menurut. Toh, Ilham juga sudah punya tunangan! Untuk apa mereka berduaan tanpa status apa pun? Setelah menimang dan memastikan langsung seruduk aja hujan, Ayu meminta sebuah keresek untuk menutupi kepalanya dari derasnya hujan yang akan tumpah ruah membasahi. Mengetahui aksi nekadnya Ayu, Ilham segera beranjak mendekat.

"Serius? Lu emang tipe gua, apa pun rintangan di depan gak segan diterobos!"

Ayu tersenyum kecut. "Iya, gua balik!"

Tipe dari, Hongkong! Ingin sekali Ayu meneriaki Ilham, tapi siapa dia? Hanya gadis yang terlalu berharap saja, padahal sikap seseorang yang asik itu bukan merasa cocok. Hanya mencairkan suasana, bukan menghubungkan status sendiri menjadi berdua. Ayu segera memasukkan keresek yang cukup besar dan berhasil menutupi sebagian kepalanya. Baju lengan panjang yang dipakai dipastikan basah kuyup nantinya.

Motor dihidupkan, tanpa salam ataupun memberi klakson sebagai tanda perpisahan, Ayu begitu saja meluncur menerobos hujan lebat. Ilham di belakang mengernyit dalam, kenapa Ayu? Perasaan tadi asik orangnya? Setelah membayar dua mangkok mie Ayam, ia pun segera berlarian menuju ruko berisi alat rumah tangga. Sambil menunggu kedatangan Hamdan datang dengan mobilnya. Ilham kembali bertukar pesan untuk orang yang tersayang.

Dalam perjalanan tak biasa itu, Ayu merutuki kebodohannya tadi sepanjang jalan, waktu Ilham mulai mengawali percakapan. Mengapa dia harus menyimpulkan lelaki itu tertarik padanya? Mengingat katanya Hamdan adalah sahabatnya, bisa juga 'kan Ilham memilih dia sebagai pendamping hidupnya? Namun, apa yang didapat? Mereka sama-sama sudah memilki calon istri, bukan gadis SMK yang harus disukai! Setelah melalui jalanan beraspal, Ayu membelokkan motornya menuju jalan gila di depan.

Tanah becek dengan genangan air yang naik sampai mata kaki membuat Ayu menahan napas. Ia harus melewati jalan sialan itu, demi mengantarkan sosok manusia yang tidak diinginkan datang! Hanya bertukar cerita, menumbuhkan harapan bersama lalu, tiba-tiba terpaksa harus dilupakan! Beruntungnya Ayu mengarang cerita soal pacarnya tadi, biasalah dengan drama sudah mendarah daging di dalam raganya. Berhasil melewati jalan berlubang, berakhir kaki penuh tanah merah, motornya pun terparkir di halaman rumah sepi dan kotor karena hujan.

"Astagfirullah! Lu hujan-hujan, Yu?"

Enung tetangga sebelah Ayu sangat terkejut, ia barusan selesai belanja dari warung Ayu hanya membalas dengan senyum menahan luka. Secepat kilat berlari menuju jalan kecil, di mana tepat di depannya sebuah jamban berdiri tidak sekokoh waktu pertama dibangun. Mulai membersihkan badan dan kaki kotor, melepas semua bajunya yang basah kuyup. Genting penghalau air hujan dan terik matahari di atas, tak mampu menahan gerimisan air langit yang masuk ke celah lubang-lubang kecilnya. Seketika Ayu tersadar, dia tidak mendapati sebuah handuk!

"Bapak, Emak!" Teriakan Ayu tertahan oleh lebatnya suara hujan. "Handuk, oi!"

Tidak ada yang menyahut dari dalam, terpaksa Ayu menunggu hujan sampai berhenti. Demi sehelai handuk menutupi tubuh dinginnya.

DOKTER AMAR BRAMASTA [ONGOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang