Bab 28. Kabar Duka

1K 36 10
                                    

Sesampainya di depan rumah, sebuah mobil yang sangat Ayu hafal terparkir. Ia dengan cepat berlari masuk, menemukan Amar sedang berbicara dengan bapak dan ibunya. Ningsih duduk gelisah di samping Asih, wajahnya ditekuk masam, sedangkan anaknya tertidur di pangkuan. Kedatangan Ayu sangat tak diharapkan, tadinya Amar ingin menjemputnya, tapi mengapa sudah pulang di waktu yang tak seharusnya?

"Tadi gua telpon gak diangkat!" ketus Ayu.

Amar tertawa. "Kenapa? Kok udah pulang? Bukannya sore, ya?"

Ayu tidak bisa duduk, semua kursi di sana sudah terisi penuh. Jadi, ia tetap berdiri. Tadinya, ia ingin menceritakan kedatangan Asinta, tapi setelah Amar menjelaskan kedatangannya ke rumah untuk menentukan tanggal pernikahan. Tiba-tiba rasa takut kehilangan dan gangguan dari Asinta seketika hilang. Amar memutuskan, bulan nanti mereka akan menikah. Rumahnya sudah bisa ditempati, tidak jauh dari rumah sakit tempat kerjanya.

Setelah Asih dan Haryanto menyetujui niatnya, Amar mengajak Ayu pergi. Katanya siap memilih pernak-pernik pernikahan. Jadi, ada kesempatan pula bagi Ayu untuk menceritakan kedatangan Asinta. Hanya ingin bertanya, mengapa bisa mengetahui bahwa mereka akan menikah?

"Padahal, saya enggak cerita sama ibu. Serius tadi datang nemuin kamu? Kamu gak papa, kan?" Amar terlihat khawatir.

Ayu menggeleng lemah. "Malu, sih, ditonton temen SMA!"

Amar menoleh, tidak percaya lalu kembali menatap ke depan fokus mengemudikan mobilnya. "Saya, cerita ke Tia sama Bidan Desi kemarin."

"Mungkin, mereka yang bilang?" tebak Ayu.

"Mungkin, mustahil kalo Dokter Fadil. Untungnya, saya gak bilang bulan depan nikahnya," ucap Amar tenang.

Mendengar kapan menikahnya, Ayu seketika mendapat ide. "Gimana kalo nikahnya jangan rame? Biar gak ngundang netizen!" sarannya.

"Gimana kalo minggu besok saja kita nikahnya?" tanya Amar semakin semangat.

Ayu terdiam. "Gila, cepet amat!"

"Kenapa? Daripada banyak netizen, loh."

Jadi? Apakah Ayu akan mengiyakan saran dari Amar? Toh, mereka sudah memiliki tabungan masing-masing untuk rumah tangga kecilnya. Sampai di sebuah toko sewa baju pengantin, tanpa ragu Amar menyebutkan bahwa pernikahan mereka berdua akan berlangsung minggu depan. Ayu masih ragu, tapi ia mengiyakan saja. Selanjutnya, tinggal mengurusi ke kantor KUA. Beruntungnya Ayu sudah berusia 20 tahun. Kembali ke rumahnya, Haryanto dan Asih awalnya tersentak kaget.

Saat Ningsih mendengar, ia semakin geram dan mendoakan agar pernikahan mereka berdua batal! Mengapa? Diam-diam Ningsih menyukai Amar dan tidak pernah menyangka dokter yang membantunya saat persalinan, malah menyukai adiknya! Itu tidak adil baginya. Seharusnya Amar untuknya, tapi mau dikemanakan Hamdan? Memang, Ningsih selalu iri akan kebahagiaan Ayu. Merasa lebih cantik dan seksi, sedangkan adiknya? Jauh sekali.

"Ning, bilang ke Hamdan, datangnya besok aja biar bisa bantu," titah Haryanto.

Ningsih menoleh malas, anaknya masih tertidur lelap. "Iya, nanti dibilangin!"

Haryanto berjalan ke luar dari kamarnya, menemui Asih yang asik menyantap nasi goreng pemberian Amar.

"Kamu tahu tidak, Ningsih kok mukanya kaya ngono, ya?"

"Kumaha? Ningsih, kayak biasa, Pak."

Haryanto menggeleng tegas. "Ora! Dia kayak ora seneng, Ayu lan Amar pengin menikah," bisiknya, takut terdengar oleh Ningsih.

Asih menghentikan suapan terakhirnya. "Iya juga, dari tadi kok, gak ngomong apa-apa, ya? Kayak dipendem."

"Tuh, kayane kaya ngono!"

DOKTER AMAR BRAMASTA [ONGOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang