Bab 9. Cek Kehamilan

1.2K 29 0
                                    

Suara burung kecil mulai bernyanyi, sedangkan sinar oranye malu-malu menyembul ke luar menyapa dunia yang katanya penuh tipu-tipu. Motor dipanaskan siap berangkat, menuju tempat diinginkan. Bukan pindah, tapi untuk memeriksa keadaan janin yang Ningsih kandung sekarang. Untungnya hari libur pun katanya tetap bertugas. Jadi, di hari sabtu ini Hamdan dan Ningsih pergi pamit dengan wajah cerah menanti kabar gembira. Sesuai arahan, melaju pelan agar tidak mengganggu sosok bernyawa tersembunyi di rahim sang istri.

Akhirnya setelah bertanya-tanya kepada penduduk sekitar, Hamdan menemukan rumah megah yang dirancang seperti klinik kecil. Namun, katanya itu hanya rumah dinas bagi calon dokter, bisa dibilang masih praktik atau mungkin memang sedang bekerja? Ningsih turun dari motor pelan, lalu Hamdan segera menggenggam jemari kanannya. Masuk ke dalam, seperti rumah sakit beberapa pasien sedang duduk mengantre. Hamdan meminta Ningsih untuk duduk menunggu, sedangkan ia sendiri pergi ke meja resepsionis paling depan. Seorang wanita yang bisa disimpulkan penjaganya, melempar senyum.

Hamdan pun menceritakan keluhan istrinya itu soal mual dan pening di usia kandungannya. Wanita itu mengangguk paham, lalu membaca catatan di bukunya. Meminta Hamdan mencatat nama pasien, katanya di rumah dinas itu khusus dokter kandungan. Jadi, semua pasiennya pula memiliki masalah hampir sama dan pasti kebanyakan para wanita. Selesai mencatat nama Ningsih dan beberapa tabel lain, Hamdan berjalan mendekati istrinya, tinggal menunggu nomor antrean mereka berdua terpanggil.

"Pasien hari ini katanya gak bakal lama, kita sabar dulu aja," ucap Hamdan sambil tersenyum menenangkan.

"Lagian gua juga bukan mau lahiran!" balas Ningsih diakhiri tawa.
Menunggu kurang lebih setengah jam, sampai semua pasien yang duduk menunggu hilang. Akhirnya nama Ningsih dipanggil, Hamdan menuntun istrinya masuk ke sebuah ruangan yang ditunjuk salah satu suster. Pengharum ruangan langsung menyambut kedatangan, ruangan serba putih dan bersih menjadi pemandangan biasa di sebuah dinas kesehatan. Suster bernama Tia itu mempersilakan mereka berdua duduk terlebih dahulu. Dokter yang akan menangani sedang pergi ke kamar mandi.

Ningsih terus menilai ruangan yang membuatnya nyaman. Kapan lagi ia bisa enak dengan pendingin ruangan? Harum jeruk pula? Pintu di belakang terdengar dibuka, tidak lama sosok dokter kandungan yang akan menangani Ningsih tersenyum manis. Hamdan dan Ningsih saling berpandangan. Itukah dokternya? Yang benar saja? Mungkin asistennya? Namun, lelaki berjas putih itu langsung duduk di kursi kosong, berhadapan langsung dengan keduanya.

"Ada keluhan apa, Bu?" tanya dokter, Hamdan dan Ningsih bisa jelas membaca namanya tertera di samping kanan. Amar Bramasta.

Ningsih tergagap, "A—anu, itu ...."

Dokter Amar mengerutkan kening. "Kenapa, Bu? Santai aja, saya juga gak bakal nerkam, hehe."

Tidak ada yang lucu, tapi apakah Ningsih akan ditangani soal kandungan dan mungkin sampai persalinan oleh dokter laki-laki? Ah, mengapa tadi ia lupa membaca plang di depan? Mungkin ada nama dokter kandungannya. Ia baru tahu dan jangan sampai kelihatan udik! Ningsih pun menjelaskan keluhannya selama awal kehamilan. Amar mengangguk paham, biasanya memang dirasakan oleh wanita baru di awal kehamilan. Seperti biasa, Amar akan bertanya apakah suaminya mengizinkan ia menangani sang istri?

"Gini, Pak, untuk dua tahun ke depan saya ditugaskan di desa ini. Untuk tahun ke belakang, sih, memang kebanyakan juga laki-laki. Karena, hanya beberapa dan dapat dihitung oleh jari dokter kandungan perempuan. Mengapa? Penanganannya, membuat mereka takut atau ya, bisa dibilang mungkin kasian gak kuat," jelas Dokter Amar panjang lebar.

"Gak papa, Dok, saya juga tahu dari tetangga. Asalkan anak saya gak kenapa-napa," balas Ningsih.

"Kalaupun, Ibu merasa risi dengan penanganan laki-laki. Bisa kok ke Kota langsung, tapi mungkin akan menguras biaya lebih." Amar memutus percakapan karena sudah diizinkan oleh Hamdan pula.

Hamban berkata, "Gak masalah, Dok, saya percaya."

"Baik, gejala yang Ibu rasakan ini. Morning sickness adalah mual muntah yang terjadi saat hamil. Meski disebut morning sickness, kondisi ini tidak hanya terjadi pada pagi hari, tetapi juga pada siang, sore, atau malam hari. Biasanya memang selalu dirasakan oleh ibu hamil anak pertama. Jadi, sangat wajar, untuk meredakannya. Minum air putih atau kuah sup dan hindari minuman yang berkafein."

"Tuh, denger! Istri saya suka banget minum kopi, Dok bandel emang," gerutu Hamdan mengingat kebiasaan Ningsih setiap pagi.

"Nah, gak boleh, Bu. Saya akan kasih suplemen juga untuk mengurangi rasa mualnya." Dokter Amar berjalan lurus, mendekati lemari kaca.

Sebuah suplemen vitamin B6 dan obat antimual yang aman untuk ibu hamil, diberikan kepada Ningsih oleh Dokter Amar. Katanya akan membantu dan kebanyakan pasiennya pula berangsur pulih, tidak terlalu merasakan mual berlebih. Setelah memberikam suplemen, kondisi Ningsih mulai dicek. Termasuk usia kandungannya sudah terdeteksi memasuki enam minggu kehamilan. Selesai dengan kabar bahagia, Ningsih dan Hamdan pamit tidak lupa membayar tagihan terlebih dahulu.

Sebuah pesan pula harus diingat, minimal satu bulan sekali datang ke sana untuk memastikan keadaan sang bayi aman. Sayangnya bulan berikutnya Hamdan tidak bisa janji untuk pulang. Mungkin akan terpaksa Ayu yang menggantikan? Mustahil pula Ningsih membawa motor sendiri untuk mengecek rutin kehamilannya. Sampai di rumah, Asih menyambut keduanya dengan ribuan tanya, dengan pelan dan sayang Ningsih menjelaskan. Harus pula menghindari aroma tak sedap untuk masa kehamilannya.

"Kayaknya senin besok, saya langsung ke Jakarta, Bu." Hamdan berucap sendu.

"Gak papa, Ningsih aman sama emak. Lagian 'kan tugas suami bekerja? Kamu datang waktu persalinan saja, biar bisa nabung."

"Lama atuh, Mak! Sembilan bulan, Bang Hamdan gak pulang?"

Hamdan tertawa. "Iya, nih, nanti juga balik lagi kok, Bu ...."

Asih gemas hampir menabok Ningsih. "Iya atuh, sing selamat aja di Jakarta, bawa uang halal buat cucu emak."

Selanjutnya, Ayu baru ke luar dari gua kehidupannya. Menatap penuh tanya tiga orang yang berkumpul.

"Yu, sini," titah Hamdan, seperti kepada adiknya sendiri.

Terpaksa Ayu menurut. Menggaruk malas rambutnya yang kusut.

"Abang, titip Mbakmu ini. Harus rutin ke dokter kandungan, kasian antar, ya?"

"Emang gak bisa, Abang yang nganterin?"

"Harus kerja ke Jakarta, Yu ... jadi elu bertugas anterin gua kalo bisa sih setiap minggu aja," jelas Ningsih.

"Iya, gua anterin!" Ayu pun berjalan pergi menuju pintu belakang, kentara masuk jamban.

Seperti arahan dokter, Ningsih sedikit makan sebelum menelan suplemen yang diberikan. Penuh kasih sayang Hamdan mulai menyuapi istri tercintanya. Mendapati kemesraan di depannya, Ayu bergidik ngeri lalu masuk ke dalam kamar lagi. Masih tergambar jelas, kekecewaan dan rasa malu membeli test-pack kemarin lalu. Jadi, ia tetap menjaga image agar tidak diperintah lagi. Namun, tugas berikutnya sudah ia dapati dan harus diikuti. Kali ini ponselnya tidak menandakan ada pesan datang.

Mengingat satu-satunya manusia yang sering mengirim adalah Yodan. Sialnya lagi sudah berpacaran dengan perempuan lain, otomatis semakin sepi saja ponsel Ayu sekarang. Percuma membeli kuota mahal-mahal pula, untuk apa? Toh, tak ada satu pun nama paling berharga untuk dikirimi pesan! Setumpuk tugas pula ia singkirkan, menjadikan waktu istirahat dihabiskan untuk tidur. Sebelum benar-benar tidur di jam tiga sore, suara Ningsih menggelegar meminta bantuan.

Menolak? Sangat tidak dibolehkan. Penuh kesabaran dan wajah terpaksa memberikan raut bahagia, Ayu berjalan masuk mendapati kakaknya itu sedang tiduran, sedangkan Hamdan memunggungi tiduran juga. "Mau beli apa? Mbak, kasih uang, nih."

Tidak ada. Kamar Ayu memang sudah direnovasi lebih cantik lagi. Hanya satu yang diinginkannya, Ningsih minggat. Namun, ia tak bisa menjawab demikian.

"Gua gak butuh apa-apa."

"Serius? Gua beliin, cepet!"

Ayu mundur, melangkah pergi tidak peduli.

"Dih, punya adik, gak asik!"

DOKTER AMAR BRAMASTA [ONGOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang