Prolog

1.9K 94 4
                                    

Happy Reading:)

Gadis cantik terlentang di kasur kamar tidurnya. Berkutat dengan laptop hanya untuk memecahkan teka-teki yang selama ini datang. Sudah beberapa hari ia berusaha membongkar identitas atau sekadar mengetahui siapa pengirim bunga dan surat yang terus menerus ia dapatkan dengan senang hati.

Gadis itu sudah memata-matai teman dekatnya yang berinisial A untuk mencari tahu. Tak terkejut jika mempunyai pengagum rahasia di dunia real atau dunia gelapnya. Semua orang pasti akan menjunjungnya tinggi jika ada yang mengetahui siapa sebenarnya dirinya. Mungkin bukan hanya menjunjung tinggi, namun memanfaatkan dirinya itu lebih tepatnya. Seperti yang dilakukan kedua orang tuanya selama ini.

Gadis itu, Alisha Nathalia yang biasa dipanggil Ala. Memiliki wajah yang cantik nan rupawan bak bidadari surga turun dari pohon. Tapi mempunyai sikap dingin bak kulkas, dinginnya tak berpengaruh dengan orang terdekatnya meskipun sudah pernah menyakitinya. Gadis yang selalu dipuja-puja namun tak sedikit juga yang membencinya.

“Gue nyerah fiks.” Ala menjauhkan laptopnya lalu menenggelamkan wajahnya di kasur yang tebal.

Ala kembali mendongak melihat arah laptopnya. “Tapi gue masih penasaran, oh jiwa penasaran gue jangan keluar jangan keluarr.”

Ala merengek, entah sejak kapan dirinya menjadi seperti ini. Orang yang sangat kepo seperti hantu penasaran yang sering ia dengar. Bukankah itu hanyalah sebuah buket bunga tulip yang berwarna merah dan note yang berisikan kata-kata? Tapi mengapa Ala se-penasaran itu?

“Kata-katanya ituloh sumpah bikin gue klepek-klepek, tapi kenapa ya? Padahal kan cuma rangkaian huruf dan kek gak bermutu,” gumam Ala sembari membolak-balikkan kertas yang berwarna pink dan berukuran kecil.

Perjuangan itu memanglah melelahkan apalagi memperjuangkan cintamu yang masih tertutup kabut hitam.

Perjuangan yang dimaksud seperti sangat sulit untuk dilalui bagaikan kabut hitam yang sangat tebal dan susah dilalui semua orang. Kabut itu bagaikan diri Ala yang sebenarnya, karakter yang memang sudah ada dalam raganya. Selalu pura-pura padahal dibaliknya terdapat kegelapan sebab derita yang tak kunjung mereda. Kata-kata tersebut juga benar-benar membuat jantung Ala terasa berdegup kencang.

Ala terbangun dari kesenangan dirinya, membereskan semua yang berada dikasur tersebut. Menaruh sebuket bunga pada keranjang yang berisikan beberapa buket lagi. Ala bersiap untuk pergi ke rumah orang tuanya, hanya sekedar mengambil barang yang tertinggal.

Tak berselang lama gadis itu selesai dengan setelan santainya, pergi bersama kakak angkatnya. Satya, kakak yang selalu ada di sampingnya disaat senang maupun sedih. Ala pun sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan Satya, sudah seperti menemukan emas ditumpukan sampah.

Dalam perjalanan ke rumah orang tuanya, hati Ala terasa kalut, kecewa dan sedih tercampur menjadi satu. Mengetahui rahasia besar itu adalah suatu hal yang menyenangkan lagi menyakitkan. Dirinya terus menatap kosong kaca depan, hatinya masih tak ikhlas dengan orang tuanya.

“Jangan terlalu kebawa emosi, lo harus tenang,” tutur Satya manis menenangkan Ala yang memang kalut.

Ala hanya mengangguk, berusaha menetralisir rasa yang ada dijiwanya kali ini. Turun dari mobil saat sudah ada di kediaman orang tuanya. Memandang sedih rumah yang menjadi saksi kesenangan dan kesedihan yang dirasakannya selama ini.

“Abang disini aja, Al mau masuk.”

Ala berjalan dengan tenang, melewati jalanan yang menjadi bukti dirinya selalu tak diharapkan dan masih sangat membekas dalam relung hatinya beserta fisiknya. Sesampainya didepan pintu Ala tak mengetuknya, membukanya hingga lebar dan masuk tanpa permisi. Itu bukanlah hal besar yang dari kesalahan.

Namun akan menjadi hal besar jika orang tuanya sudah turun tangan. Ala berjalan mengambil barang yang tertinggal di kamarnya. Sebuah kalung yang sangat berharga, kalung yang diberikan oleh keluarganya dan hanya satu-satunya. Memakainya agar tak hilang dan turun ke bawah untuk segera pergi dari neraka itu.

“Ngapain kamu kesini?” tanya seorang pria paruh baya.

Ala membalikkan badannya, menatap kedua orang tuanya dengan senyum manisnya. “Tenanglah tuan Hanz saya hanya mengambil barang yang tertinggal. Tenanglah, saya tak akan mencuri apa yang kalian punya.”

“Tak mungkin, pasti kamu sudah mengambil barangku, cepat kembalikan,” ujar wanita paruh baya yang bernama Steffanie.

“Oh ayolah Mama eh bukan, Nyonya. Apa kalian tak sadar jika semua ini harusnya milikku?” Ala menatap nyalang kedua orang tuanya dengan tatapan yang menyiratkan dendam kian mendalam.

“Karena kau sudah membunuh kedua orang tua kandungku dan mengambilku,” ujar Ala mengungkapkan segalanya.

“Oh jadi kau sudah tahu, hmm baiklah. Dan kali ini aku yang akan membunuhmu sekarang juga,” ujar Hanz berusaha melayangkan pukulan kepada Ala namun dengan mudah dihindarinya.

Ala menangkis seluruh tamparan, pukulan yang dilayangkan Hanz. Keluar rumah hanya untuk menghalangi pukulan yang kian brutal untuk dilayangkan ke tubuhnya. Satu pukulan berhasil mengenai perutnya, Ala membalasnya dengan kesal. Memukul dan menginjak perut Hanz hingga memekik kesakitan.

“Tak perlu main-main dengan anak dari keluarga yang kau bunuh. Keluarga Hlois,” tekan Ala memajukan wajahnya ke arah wajah pria yang terbaring di lantai.

Hanz memukul perut Ala dengan keras, mendorongnya dengan kaki hingga menjauh beberapa meter darinya. Matanya menoleh ke kanan dan ke kiri mencari alat dan menemukannya. Menatap Ala yang berjalan tenang ke arahnya, dan dengan sigap Hanz mendorongnya hingga gadis itu membentur batu yang besar. Entah mengapa Ala kali ini sangat ceroboh hingga kepalanya terbentur dan sedikit membuatnya nyaris tak sadarkan diri.

Ala meraih pisau dari balik punggungnya, dengan firasat yang kuat melemparnya kearah Hanz. “Mati kau sialan.”

Pisau itu berhasil tertancap di tubuh Hanz hingga ia terduduk merasakan nyeri yang mendalam. Namun lukanya tak separah Ala saat ini, darah benar-benar mengucur dari wajahnya. Tak bisa melihat entah karena darah yang merambas mengenai matanya atau apa, semakin meringis saat darah itu nambah deras. Tak lama Satya datang dengan tergopoh, membawa Ala untuk dilarikan ke rumah sakit.

-o0o-

TBC

Akankah Alisha bisa menemukan pemilik inisial A tersebut? Atau malah terus dalam teror yang membingungkan?

Apakah yang terjadi pada Hanz? Akankah Hanz benar-benar mati atau Ala yang akan merenggut nyawanya begitu saja?

______________________

Wahai readers yang budiman. Bacalah cerita ini dengan senang hati dan tidak terpaksa. Jangan bosan hanya karena part pertama. Sesungguhnya yang bosan dialah yang membosankan?? Eh bagaimana maksudnya? Ah sudahlah lupakan.

Jangan lupa vote dan komen jika ada yang gak beres seperti cintaku padamu wkwk garing.
Bay bay selamat menantikan part selanjutnya. Salam sayang dariku ciaaa♡

Althais [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang