CHAPTER 36

137 13 0
                                    


Ala masuk dan langsung membersihkan dirinya, bertepatan dengan membuka pintu terdengar lemparan dari kacanya. Senyuman lebar langsung diterbitkan, dia atau hari ini selalu ada yang mengirimkan bunga tulip dan seutas kata. Cepat menuju balkon, menemukan buket yang sama seperti biasa dan tak ada siapa-siapa di sana, tanpa pikir panjang langsung menuju kasur dan membaca katanya.

"Huh berasa kek toko bunga lama-kelamaan tapi gapapa lah hemat uang daripada beli, gue suka juga." Ala tersenyum meraih kertas berwarna pink.

Selamat hari selasa.

Hari yang membuatmu terpesona.

Akan bualan bahagia semata.

Semoga kamu terus dalam pengawasan seksama.

Terhadap bencana yang merusak segalanya.

Ala terkekeh pelan, kata-kata tersebut menurutnya tak cukup nyambung. Kata-katanya hanyalah tulisan receh tak tertata rapi namun setelah di cerna ada yang janggal dari semuanya. Kalimat terakhir membuatnya terhenti dari kekehannya, membaca kembali beberapa kali.

"Kok aneh ya? Maksudnya bencana apaan coba. Perasaan bencana yang selalu ngelilingi gue cuma orang tua gue yang selalu buat gue was-was." Ala terus bergelut dalam pikirnya.

"Hari selasa... Hari ini gue kan hak ada masalah dan gak ada kejadian apa-apa, cuma perlakuan mama itupun gak hari ini, maksudnya apa ya?"

Ala terus berpikir, mengerutkan kening menimang-nimang maksud tersembunyi dari kata misterius itu. Entah mengapa pikirannya terus berbelit pada kejadian hari ini, meskipun tak ada apa-apa baginya. Memilih kartu biru dan mulai membacanya, mungkin saja ada penjelasan lain yang tertera di sana.

Dia kembali, jangan lengah karena kamu pasti atau apa akibatnya.

Lagi-lagi Ala mengerutkan keningnya, siapa yang dimaksud pengirim itu.

"Siapa yang kembali? Apa begitu berpengaruh orang itu?" Ala bergelut dalam pertanyaan yang tak bisa dijawabnya sendiri, butuh orang lain aatau kejadian yang membuat jawaban itu bisa muncul dengan sendirinya.

Buket bunga di bopong dalam pelukan Ala, berjalan mendekati vas bunga yang berada di meja belajarnya jaraknya sekitar 3 meter dari tempat tidurnya. Menggenggam secarik kertas itu dan terus memikirkan apa penjelasannya. Terdengar aneh di pikirannya, jika pengirim itu adalah Aldo berarti dia atau semua masalah yang selalu menghampirinya. Kejanggalannya itu terletak pada dirinya yang bisa dibilang baru mengenal lelaki itu, bahkan masih berjalan beberapa bulan tak mungkin jika dia mengetahui semuanya. Tapi Aldo sudah membuktikan bahwa dulu pernah mengirim bahkan dia atau kata-kata yang pernah sampai di dirinya.

Ala membuang bunga yang sudah layu dan menggantikannya dalam vas berisi air. "Kalau beneran Aldo kenapa dia gak pernah nyinggung soal ini? Bahkan gue gak pernah tuh dikasih bunga tulip kalau berdua kalaupun sama yang lain gak pernah juga. Tapi kalaupun bukan Aldo terus siapa lagi? Arvin? Dih gak mungkinlah orang gak ada bIcaranya gitu.

"Kalau yang di tulis itu nunjukin kalau musuh gue kembali siapa juga? Musuh gue banyak terus apa pengaruhnya coba selama ini gue fiks² aja kalau ketemu musuh terkecuali orang tua angkat yang kelewatan itu."

Bayang-bayang orang lain terus masuk ke dalam memori Ala, mencoba mencari penjelasan yang mungkin terselip. Jemarinya mengetuk meja perlahan menimbulkan alunan suara di tambah desiran pendingin ruangan menambah kesunyian. Keningnya berkerut, bibirnya berlenggak-lenggok tak tentu arah menandakan dirinya tengah berpikir begitu serius dengan napas yang beraturan.

Lamunannya terhenti kala seonggok pintu kayu jati terbuka dengan suara decitannya, memunculkan sosok kembaran palsu yang selama ini muncul memiliki hubungan darah dengannya. Wajah lelaki itu sedikit kisut, membawa sebuah bantal berwarna biru dongker bergambar bintang di pelukannya. Langkah kakinya mulai mendekat, matanya memulai dramanya menampilkan puppy eyes bak anak kecil yang merengek.

"Dek gue tidur di sini ya, gue kangen lo pengen deh peluk lo kayak dulu lagi." Devan tersenyum getir, bahkan dirinya tak pernah tidur berdua bersama adiknya justru bertiga dengan kakaknya dan ia tak bisa dekat.

Ala bergeming sepersekian detik mengangguk, lantas mengulas senyum. Mereka pun tertidur setelah bercerita tentang masa lalu. Cukup panjang dan menyedihkan pasal mereka memang tak cukup dekat dari dulu.

Ala tersenyum kecut dalam pelukan Devan dan membatin, Andai lo atau kalau gue bukan kembaran lo, bukan saudara kandung lo. Bahkan lo gak punya kembaran cuma bang Delan saudara satu-satunya yang lo punya. "Good night my prince love you," lirihnya.

-o0o-

Althais [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang