CHAPTER 64

129 14 0
                                    


"Alisha!!!"

Ala menghembuskan napas cepat, ia begitu kaget dan belum siap dengan tembakan Devan dan sontak menutup mata. Namun beberapa detik kemudian ia tak merasakan apa-apa dan mencoba membuka mata. Betapa terkejutnya melihat Devanlah yang bersimbah darah menahan nyeri di dada. Lelaki itu membelanya, bahkan mempertahankan nyawa untuknya. Fani melepaskan pistolnya kaget, ia sudah membunuh putranya sendiri, jangan sampai Tuhan mengambilnya setelah Delan.

"Bang Devan!!" Ala lantas menghampiri lelaki itu dengan cepat dan air mata yang sudah turun.

"Bang Devan lo kenapa lo malah tolongin gue. Kenapa padahal selama ini gue banyak salah sama lo, kita ke rumah sakit ya gue takut luka lo parah," ujar Ala yang sudah tak dapat berpikir apa-apa, hatinya remuk seketika.

Devan menggeleng lemah saat Ala mencoba mengangkatnya.

"Ayo bang bertahan kita bakalan ke rumah sakit kok," ujar Ala sesenggukan.

Devan lagi-lagi menggeleng. "Gu-gue gak kuat, gu-gue minta maaf se-selama ini be-belum jadi kakak terbaik."

"Gak bang, lo kakak terbaik buat gue meski kita gak ada hubungan darah. Sudah ya bang jangan banyak bIcara kita ke rumah sakit sekarang."

"Gue ma-mau nyusul bang De-lan. Gu-gue kangen dia."

"Gak bang! Lo gak boleh susul bang Delan. Masih ada gue di sini bang, gue butuh lo!!"

"A-aku sudah ma-afin Mama."

Devan pun menghembuskan napasnya saat itu juga. Tangis Ala semakin kencang, ia memeluk tubuh berlumuran darah itu. Tuhan tolong jangan beri beban untuk Ala, jangan beri dia kesedihan lagi setelah bahagia menghampirinya. Ala murka, ia histeris dan memanggil nama lelaki itu namun tak ada jawaban. Fani sudah terduduk lemas menyaksikan putranya di panggil Tuhan. Wanita itu takut dan haru karena lelaki itu dengan mudahnya memaafkan dirinya yang jelas-jelas sudah membunuhnya.

Ala mengangkat pisaunya tinggi-tinggi menatap marah Fani layaknya singa yang mengamuk. "Puas?! Puas sudah bunuh anak sendiri? Puas padahal bang Devan sudah maafin kalian?! Kalian benar-benar gak punya hati, kalian benar-benar jahat dan aku akan mengirimmu untuk meminta maaf langsung padanya Fani!!!"

Ala melemparkan pisau itu dengan kencang dan menempel sempurna di dada Fani. Wanita itu langsung tergeletak dengan memegang pisau yang sudah menancap di badannya. Dia menangis, menahan sakit dan menyesal. Hari ini, dua orang akan meninggal secara bersamaan dan di tempat yang sama, mereka satu keluarga dan tak memiliki rasa simpati.

Di sela nyawanya melayang Fani meracau hingga menghembuskan napas terakhirnya, "Ma-afin Mama De-van."

-o0o-

Althais [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang