CHAPTER 13

275 24 0
                                    

Seorang gadis terduduk di bangku kebesarannya, meneliti secarik kertas dengan tumpukan huruf yang membuat sakit mata. Dia mengerutkan keningnya kala melihat kertas itu, lalu manggut-manggut pelan. Bibirnya tersenyum tipis bahkan sangat tipis, menutup berkas itu dengan pelan. Melirik kearah jarum jam yang terus berputar tiada hentinya. Ia membalikkan kursinya, menatap horor seseorang yang tengah duduk dihadapannya dengan wajah yang biasa saja. Menaruh berkas itu di atas meja yang bersih, hanya ada laptop dan bunga terhias di atasnya.

Ala menganggukkan kepalanya pelan dengan tangan yang di taruh di dagunya. "Laporannya cukup bagus, tapi dia gak pandai menutupi kebusukannya."

Seseorang yang berada di depan Ala sontak tertawa kecil, menatap gemas atasannya yang tengah menatapnya serius. "Lo lucu kalo serius."

"Kak Safa gue mau serius dulu," ujar Ala sedikit manja dan mencebikkan bibirnya.

Orang yang dipanggil Safa itu diam sembari menahan tawanya. Memerhatikan sang atasan yang tengah memikirkan masalah yang terus mengusik pikirannya. Ia meraih segelas air putih di seberang meja Ala, memberikannya padanya dengan sopan.

"Minum biar gak banyak pikiran."

Ala menerimanya dengan senang, meminumnya hingga tandas hingga ia bersendawa. "Orang itu dimana kak?"

"Diruangannya, palingan juga ngegoda pelayan yang seksi itu."

"Pecat aja kak, gue bawaannya kesel sama penghianat karena dikhianati itu sakit nggak enak."

"Jangan bilang lo pernah," goda Safa yang berstatus sebagai sekretaris.

"Pernah sama hama-hama berdasi."

Safa hanya mengangguk menerima segala apa yang diucapkan Ala. Ia mengambil berkas yang tadi dilihat Ala, akan menyimpannya di dalam rak berkas miliknya. Menatap Ala dengan tajam, seakan ingin menerkam mangsanya.

"Terus hama itu diapain?" tanya Safa menopang dagunya."Biar gue aja yang urus."

"Eh iya ada berkas yang harus diselesaikan," ujar Safa berdiri dari duduknya.

"Mana?"

"Bentar gue ambil dulu." Safa segera pergi menuju ruangannya tak lupa berkas yang akan ia simpan.

Ala menunggu bawahannya yang begitu lama, sembari melamunkan seseorang yang tengah berkeliling dipikirannya. Ia masih berpikir untuk benar-benar akan kembali dengan keluarga Hanz aatau tidak. Apa mungkin kedua orang tuanya memang mencarinya selama setahun lebih ini? Aatau hanya mengabaikan dan fokus pada perusahaannya. Tak lama lamunannya dibuyarkan oleh Safa dengan tumpukan berkas yang tengah dibawanya hingga menutupi dagunya.

"Buset banyak banget?"

Safa menaruhnya dengan kasar di meja. Merenggangkan ototnya yang terasa tegang sebab membawa tumpukan kertas begitu banyak. "Lah emang, kan lo gak pernah ke Indonesia jadi ya ini."

"Lembur dong gue?" tanya Ala pada dirinya sendiri.

"Iya Al, udah ya gue mau kencan sama calon suami gue byee," ujar Safa menutup pintu dengan keras.

"Giliran sama bang Tristan aja cepet." Ala mendengkus ia sangat tak suka berhadapan dengan tumpukan kertas itu. "Anak gue nanti nungguin gak ya? Gue lupa juga kalau dah punya anak."

Ala terus berpacaran dengan tumpukan kertas. Melihat, meneliti dan menandatangani setiap berkas yang akan dikirim dan dibutuhkan olehnya. Membosankan? Jelas. Terdiam dengan desiran AC hanya membuatnya sangat pusing dengan kesunyian. Ala memang menyukai sunyi tapi tidak jika harus berhadapan dengan arsip-arsip. Ia menyalakan lagu diponselnya dengan volume cukup keras, membuatnya sedikit menikmatinya dengan nyanyian kecil dari mulutnya.

Hari sudah cukup malam, Ala masih bergelut dengan folder yang sangat membingungkan. Tinggal selangkah lagi ia menyelesaikan tugas yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Mengetik setiap huruf untuk mendapatkan kalimat yang elok. Ala menekan tombol enter, menutup setiap folder setelah menyimpan didalam flashdisknya. Mematikan laptopnya dengan bernapas lega, ia melirik kearah jam yang berwarna putih, pukul 08.45 PM. Rasanya sudah sangat lama ia menatap tulisan yang membutakan mata. Bersender di kursinya untuk menghilangkan penatnya sejenak.

Seketika ia mengingat seseorang. "Shit! Elvin."

Ala langsung beranjak untuk pulang. Tak butuh waktu lama ia sampai dan langsung memasuki kamarnya. Ia melihat Elvin yang sudah tertidur pulas di atas ranjang miliknya. Bernapas lega dan menerbitkan senyuman tipis. Menghampirinya dan mengelus rambutnya dengan lembut, disertai dengan ciuman kasih sayang seorang ibu di kening Elvin.

"Maafin mom pulang terlambat, mom gak akan ulangi lagi."

-o0o-

Dengkuran halus menggema di ruangan Ala. Ia terbangun karena suara yang sudah mengganggu tidurnya sejak tadi. Mengucek matanya yang terasa masih menempel oleh lem. Berdiri lalu merenggangkan otot yang sudah kencang, badannya terasa remuk saat ini. Ala mendengar dengkuran itu bertambah nyaring, mencari-cari yang ternyata berada di lantai sebelah kasur tempat Elvin tidur. Menghampiri Shila yang sudah terbaring di lantai yang dingin.

"Shil ngapain lo disini?" Ala menepuk-nepuk pipi Shila dengan lembut.

"Ibu.... Ibu...."

Shila mengingau menyebut nama mamanya beberapa kali, membuat firasat Ala sedikit tak enak. Ala menepuk pipi Ala dengan keras, hingga sang empu merasa kesakitan dan terbangun dari mimpinya. Kala Shila ingin berteriak dengan kencang Ala sontak menutup mulutnya dengan rapat.

"Jangan teriak, nanti anak gue nangis," bisik Ala tajam. Dibalas cengiran oleh Shila.

"Ngapain disini?"

Shila menggaruk tengkuknya yang tidak gatal disertai senyuman bodoh. "Tadi gue gak bisa tidur pengen nyubit pipi Elvin makanya kesini malah ketiduran."

Ala berdiri, menaruh tangannya di pinggang dengan wajah kesal. "Lo apain anak gue?"

"Nggak kok beneran cuma gue cubit." Shila langsung berlari menuju kamarnya sebelum mendengarkan amukan singa.

Ala bernapas lega, mengelus pipi putranya yang kemungkinan menjadi korban cubitan. Membangunkannya dengan halus.

"Wake up boy. Mom mau sekolah."

Elvin berlahan membuka matanya dan langsung memeluk sang ibu dengan erat.

"Mandi ya, nanti sama uncle Satya dulu."

"Mom mau kemana?"

"Sekolah, nanti mom ajak jalan-jalan kalo udah pulang." Ala melepaskan pelukannya seraya mengelus rambut Elvin.

Elvin mengangguk lemas, berjalan dengan malas menuju kamar mandi yang letaknya tak jauh dari situ. Ala pun segera membereskan baju milik putranya dan punyanya.

Kondisi sekolah tengah ramai dengan murid yang baru berdatangan untuk menuntut ilmu. Pupil mata mereka melebar kala melihat sebuah mobi sport keluaran terbaru melintasi jalan mereka. Semuanya berbisik menanyakan siapa orang yang berada didalam kendaraan itu, berkerumun hanya ungin mengetahui sosok itu. Perlahan seorang gadis turun dengan malasnya beserta kacamata hitam dan lermen karet yang dikunyah. Berjalan malas ditengah gerombolan murid yang sudah berjejer seakan menyambut kedatangannya.

Lontaran itu diabaikan Ala dan terus berjalan mengarah ke kelasnya. Banyak pula orang yang bertanya mengapa ia menghilang ada juga yang biasa saja. Sesaat guru datang, dan setelah itu pelajaran olahraga menghampiri mereke. Guru olahraga pun bergantian datang dengan kepala yang selalu ditutupi topi hanya untuk menutupi botak plontos nya.

TBC

27 Mei 2021

Althais [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang