CHAPTER 42

145 15 6
                                    


"Eh Alisha lo kenapa? Jangan nangis malu dilihat banyak orang." Lelaki itu bingung bagaimana cara menenangkannya tapi hatinya mendesir hangat menyambut pelukan itu.

Ala menjauh dan menghapus air matanya malu, "Maaf Nat, gue reflek."

Nathan mengangguk, "Iya. Lo kenapa sedih? Mungkin gue bisa bantu sebagai pendengar lo aatau mungkin nanti gue bisa ngasih pendapat."

"Enggak kok ini cuma masalah kecil gue aja kali ini yang cengeng."

"Tapi..."

"Sudah Nat gausah dibahas gue gak apa kok."

Nathan mengembuskan napasnya pelan, "Daripada lo disini mending beli makanan yuk, pasti perut lo kosong gara-gara nangis."

Ala menggeleng, "Gak usah gue udah kenyang, eh lo ngapain disini kan ini pasar."

"Gue bantuin bibi dagang nasi pecel, lo mau?"

Ala mengangguk antusias. Nathan lalu menggandengnya menuju seberang jalan yang tersedia bakul-bakul. Jujur Ala sedikit risih jika terus di pasar tadinya ia tak mengira jika sudah berjalan sejauh ini tapi sudahlah. Dalam bakul terdapat sayur-mayur yang sudah di rebus, nasi matang, sambal kacang dan rempeyek. Ala menoleh mencari objek yang biasanya terdapat ikan lele karena namanya nasi pecel.

"Kok lelenya gak ada?" Katanya nasi pecel. Ala bertanya sesekali menghirup ingusnya bak anak kecil.

"Soalnya ini bukan pecel lele ini nasi pecel sayur jadinya gak pake lele, lo mau?"

Ala mengangguk. Nathan membuatkannya seporsi beralaskan kertas minyak dan bumbu yang banyak. Memakannya tanpa sendok dan langsung dilahapnya hingga tandas, sampai-sampai dirinya menambah rempeyek kacang yang bisa dibilang enak, lebih enak daripada kerupuk bawang.

"Lo jualnya berapaan terus siapa yang masak? Rasanya enak banget."

"5000 satu bungkus, kalau yang masak itu bibi aku emang jagonya masak ginian. Biasanya bibi yang jual tapi sekarang lagi gak enak badan jadi gue yang gantiin."

Ala membulatkan mulutnya. "Gue bantuin jualan ya daripada gue keluyuran kayak orang gila."

"Boleh banget nanti gue kasih tip." Nathan sedikit bercanda, Ala hanya tertawa.

Seusainya makan Ala membantu Nathan menjual makanannya, berteriak dengan semangat. Ala yang tadinya sedih kini sepertinya rasa sedihnya terhempas terbawa angin. Biasanya jika Nathan yang jual tak pernah berteriak sekencang gadis itu lakukan dan hanya duduk menunggu orang beli. Tapi akibat teriakan Ala orang-orang jadi banyak yang menghampiri lapaknya dan membeli aatau bahkan memborongnya.

"Gue seneng banget deh bisa ketemu sama lo selalu ada keajaiban kalau bareng lo," ujar Nathan sembari membereskan dagangannya yang sudah ludes.

"Lo bisa Nat, itu mungkin udah takdir lagian gue gak pernah ngapa-ngapain juga. Eh iya gue ikut anter lo pulang ya."

"Boleh sekalian mampir juga gak apa nanti gue kenalin sama bibi pasti dia seneng banget."

Ala menoleh bingung, "Kok bisa? Kan gue gak kenal dan gak pernah ketemu."

"Gue biasanya ceritain lo sama dia dan dia pengen banget ketemu lo. Tapi ya gue aja gak atau rumah lo dimana dan pastinya keluarga lo gak nerima kalau seandainya gue cari lo."

Ala tertawa aneh, "Ya gak mungkinlah. Mau lo ke rumah aatau enggak, keluarga gue bukan keluarga sebenarnya, mereka pembohong dan penjahat mana mungkin perhatiin gue."

Nathan sudah menenteng bakul dan tas belanja yang terbuat dari plastik, siap untuk pulang. "Ayo pulang."

Ala mengambil bakul di tangan Nathan dan memeluknya, "Gue aja yang bawa lo bawa itu aja."

Althais [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang